Puluhan ribu orang berkumpul di Teheran, Senin (6/1) untuk berkabung atas kematian Jenderal senior Qassem Soleimani. Sementara penggantinya bertekad melakukan pembalasan atas serangan udara AS yang menewaskannya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menyerang situs-situs budaya Iran jika Iran benar-benar melakukan pembalasan.
Dalam penerbangan di pesawat kepresidenan Air Force One, Minggu malam, Presiden AS Donald Trump mengatakan, “Mereka dibiarkan membunuh rakyat kita. Mereka dibiarkan untuk menganiaya dan melukai rakyat kita. Mereka dibiarkan menggunakan bom-bom pinggir jalan dan membunuh rakyat kita dan kita tidak dibolehkan untuk menyentuh situs-situs budaya mereka? Bukan begitu caranya.”
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan dalam sepucuk surat kepada sejawatnya sesama anggota fraksi Demorat bahwa DPR akan mengadakan voting pekan ini mengenai resolusi kewenangan perang “untuk membatasi aksi militer Presiden terkait Iran.”
“Ini menegaskan kembali tanggung jawab pengawasan Kongres yang telah lama ditetapkan dengan mengamanatkan bahwa jika tidak ada tindakan lebih lanjut oleh Kongres yang diambil, permusuhan militer pemerintah terkait dengan Iran berakhir dalam waktu 30 hari,” tulis Pelosi.
Ia menyebut serangan udara pekan lalu “provokatif dan tidak proporsional,” dan menyatakan serangan itu membahayakan pasukan AS serta meningkatkan ketegangan dengan Iran.
Sementara itu Senator Demokrat Chris Van Hollen mengatakan kepada stasiun televisi Fox, “Kita kini mengarah semakin dekat ke ambang perang.” Ia menambahkan, “Anda tak bisa begitu saja membunuh” tokoh-tokoh dunia yang ditentang AS. “Presiden tidak berhak membawa kita untuk berperang” tanpa persetujuan Kongres.
Senator Lindsey Graham, salah seorang sekutu Trump di fraksi Republik, mengatakan, presiden “berbuat benar” dan bahwa tim keamanan nasionalnya “melaksanakan tugas yang baik dengan membantu Presiden Trump dalam menghadapi provokasi Iran.”
Anggota DPR lainnya dari fraksi Republik Mike Johnson juga mendukung Trump, dengan menulis di Twitter, “Sekarang kita harus tetap bersatu menghadapi agresi Iran sambil berdoa dan bekerja untuk melakukan peredaan eskalasi.”
Trump hari Minggu (5/1) mencuit bahwa posting di media sosialnya “akan berfungsi sebagai pemberitahuan kepada Kongres AS bahwa apabila Iran menyerang orang atau target AS, Amerika akan segera dan dengan sepenuhnya menyerang balik, dan mungkin dengan cara yang tidak proporsional. Pemberitahuan hukum semacam itu tidak diwajibkan, tetapi bagaimana pun diberikan!.”
Profesor hukum dari Universitas Yale Oona Hathaway mengatakan kepada VOA bahwa presiden tidak dapat memberitahu Kongres mengenai niatnya untuk berperan dengan cuitan di Twitter dan mengatakan hal demikian akan melanggar sejumlah undang-undang.
“Kapanpun presiden melibatkan angkatan bersenjata ke dalam perang, ia harus, minimun, memberitahu Kongres dalam waktu 48 jam,” ujarnya.
Hathaway menambahkan bahwa presiden diwajibkan untuk berkonsultasi dengan Kongres sebelum mengerahkan angkatan bersenjata untuk melakukan perang apapun. Ia mengatakan suatu tanggapan yang “tidak proporsional” akan melanggar hukum internasional, yang menyatakan setiap tindakan yang diambil untuk membela diri harus proporsional dengan ancamannya.
“Bahwa hal ini harus disebutkan menunjukkan betapa gilanya situasi sekarang ini,” kata Hathaway, seraya mempertanyakan di mana para ahli hukum dari Gedung Putih, Pentagon dan Departemen Luar Negeri.
Trump juga mengatakan kepada para wartawan hari Minggu ia “mungkin membahas” tentang pelansiran data intelijen yang ia gunakan sebagai alasan untuk memerintahkan pembunuhan Soleimani.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo sejauh ini menolak secara terbuka untuk memberitahu bukti yang mendukung klaim pemerintah bahwa Soleimani sedang merencanakan serangan dalam waktu dekat terhadap pasukan dan pejabat AS di Timur Tengah.
“Ada hal-hal yang tidak dapat kami ungkap ke publik,” kata Pompeo kepada Fox News. “Kita harus melindungi sumber-sumber yang memberikan data intelijen.”
Pada hari Minggu, ia juga menyatakan bahwa serangan yang terjadi berlangsung pada saat yang tepat. Ia menegaskan,“Para pemimpin senior yang memiliki akses ke semua data intelijen di sana tidak memiliki keraguan. Evaluasi intelijen itu memberi kejelasan bahwa tidak ada tindakan membiarkan Soleimani melanjutkan rencana dan kampanye terornya, yang menimbulkan risiko lebih besar daripada tindakan yang kita ambil pekan lalu.”
Trump mengklaim Soleimani bertanggung jawab atas kematian ribuan orang Amerika, Irak dan Iran, seraya menyatakan jenderal yang telah lama berpengaruh di Iran itu “membuat kematian orang-orang tak berdosa sebagai hasrat gilanya” sambil membantu menjalankan jaringan teror yang menyebar di seluruh Timur Tengah hingga Eropa dan Amerika.
Dalam suatu acara hari Jumat di Miami, Trump menegaskan bahwa pembunuhan Soleimani menghentikan ancaman yang menjelang. Ia mengatakan, “Ia merencanakan serangan terhadap orang-orang Amerika tetapi sekarang kita telah tenang karena kekejamannya telah dihentikan selama-lamanya. Kekejaman itu dihentikan selamanya. Saya tidak tahu apakah Anda tahu apa yang sedang terjadi, tetapi ia sedang merencanakan serangan yang sangat besar, dan kami menghentikannya.”
BACA JUGA: Trump Bela Serangan Udara AS, Abaikan Ancaman Pembalasan IranJuga Minggu, Iran menyatakan tidak lagi membatasi jumlah sentrifusa yang digunakan untuk memperkaya uranium - praktis mengabaikan perjanjian nuklir 2015 yang telah membatasi aktivitas nuklirnya sebagai imbalan atas pelonggaran sanksi terhadapnya.
“Program nuklir Iran tidak akan membatasi produksi termasuk kapasitas pengayaan serta persentase dan jumlah uranium diperkaya serta riset dan ekspansinya,” demikian dinyatakan pemerintah Iran. [uh/ab]