Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, ia ingin memperbaiki hubungan dengan beberapa negara Eropa. Ia mengatakan, Turki perlu mengurangi musuh dan menambah teman.
Dalam sebuah kolom pendapat di surat kabar Hurriyet, Kamis (28/12), Erdogan menggambarkan para pemimpin Jerman, Belanda dan Belgia sebagai teman lama dan komunikasi dengan mereka belakangan ini berlangsung cukup baik. Ia juga mengatakan, seperti dirinya, para pemimpin itu juga menentang keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Hubungan Turki dengan sejumlah negara Eropa meregang setelah pihak-pihak berwenang di Eropa melarang menteri-menteri dari pemerintahan Turki melangsungkan rapat politik dengan orang-orang Turki yang tinggal di luar negeri menjelang dilangsungkannya sebuah referendum sebelumnya tahun ini yang memberi Erdogan kekuasaan lebih besar. Erdogan marah dan menuduh sekutu-sekutunya itu bersikap rasis, menampung teroris dan berperilaku seperti “Nazi”.
Negara-negara Eropa juga mempersoalkan situasi HAM dan lembaga-lembaga demokrasi yang memburuk di Turki menyusul kudeta militer yang gagal tahun lalu. Pemerintah Erdogan melakukan penindasan terhadap para penentangnya dengan menangkap lebih dari 50.000 orang dan memecat lebih dari 110.000 pegawai pemerintah. Pernyataan negara dalam keadaan darurat yang dikeluarkan pemerintah memungkinkan Erdogan memerintah sesuai kehendaknya sendiri, dan seringkali mengabaikan parlemen.
Turki menuding kudeta itu dilangsungkan oleh para pengikut ulama Fethullah Gullen yang tinggal di AS. Ulama itu membantah mendalangi kudeta tersebut. [ab]