Presiden Ukraina dan tiga pemimpin oposisi Jumat menandatangani suatu kesepakatan untuk mengakhiri krisis politik yang merebak menjadi kekerasan pekan ini dan membuat puluhan orang tewas.
Sebelumnya, Presiden Viktor Yanukovych mengatakan Ukraina akan mengadakan pemilu dini dan berjanji akan membentuk pemerintah koalisi. Ia juga bertekad melakukan perubahan-perubahan konstitusi untuk mengurangi kekuasaan presiden.
Pengumuman presiden Ukraina itu keluar setelah pembicaraan semalaman antara wakil-wakil pemerintahnya dan oposisi, yang diperantarai menteri-menteri luar negeri Jerman, Perancis dan Polandia.
Rincian perjanjian itu tidak diumumkan. Tetapi kantor berita Reuters mengutip salah seorang mediator Uni Eropa, Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier, yang mengatakan bahwa kesepakatan itu mencakup kembali diberlakukannya konstitusi 2004, pembentukan pemerintah persatuan nasional, dan pemilihan presiden dini, yang ditetapkan berlangsung tahun ini.
Beberapa waktu sebelum perjanjian itu ditandatangani, Jumat (21/2), mediator Uni Eropa lainnya, Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski, memuat di Twitter pernyataan bahwa perjanjian itu akan segera ditandatangani. “Beri kesempatan bagi perdamaian. Buka jalan bagi reformasi dan bagi Eropa. Polandia dan Uni Eropa mendukungnya.”
Sebelum perjanjian ditandatangani, sedikitnya seorang pemimpin oposisi mengatakan ia akan mendesakkan beberapa syarat tertentu. Kantor berita Interfax-Ukraina mengutip Oleh Tyahnybok, pemimpin Partai Nasionalis Kebebasan, yang mengatakan bahwa pemerintah baru tidak boleh mengikutkan Menteri Dalam Negeri Vitali Zakharchenko atau Jaksa Agung Viktor Pshonka.
Sementara itu, polisi yang menjaga gedung parlemen Ukraina di Kyiv meninggalkan kawasan itu, Jumat siang (21/2). Sebelumnya, tembakan-tembakan kabarnya dilepaskan di dekat Lapangan Kemerdekaan di ibukota Ukraina, pusat protes antipemerintah. Pemerintah Ukraina menuding tembakan itu dilepaskan oleh demonstran.
Ukraina menghadapi hari yang paling berdarah sejak era kekuasaan Soviet pada hari Kamis, sewaktu bentrokan pecah di pusat kota Kyiv antara polisi anti-huru-hara dan demonstran antipemerintah. Puluhan orang tewas, sebagian oleh penembak jitu pemerintah.
Sejumlah laporan menyebutkan korban tewas pada hari Kamis (20/2) saja melebihi 70 orang. Ratusan orang lainnya dilaporkan luka-luka.
Pengumuman presiden Ukraina itu keluar setelah pembicaraan semalaman antara wakil-wakil pemerintahnya dan oposisi, yang diperantarai menteri-menteri luar negeri Jerman, Perancis dan Polandia.
Rincian perjanjian itu tidak diumumkan. Tetapi kantor berita Reuters mengutip salah seorang mediator Uni Eropa, Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier, yang mengatakan bahwa kesepakatan itu mencakup kembali diberlakukannya konstitusi 2004, pembentukan pemerintah persatuan nasional, dan pemilihan presiden dini, yang ditetapkan berlangsung tahun ini.
Beberapa waktu sebelum perjanjian itu ditandatangani, Jumat (21/2), mediator Uni Eropa lainnya, Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski, memuat di Twitter pernyataan bahwa perjanjian itu akan segera ditandatangani. “Beri kesempatan bagi perdamaian. Buka jalan bagi reformasi dan bagi Eropa. Polandia dan Uni Eropa mendukungnya.”
Sebelum perjanjian ditandatangani, sedikitnya seorang pemimpin oposisi mengatakan ia akan mendesakkan beberapa syarat tertentu. Kantor berita Interfax-Ukraina mengutip Oleh Tyahnybok, pemimpin Partai Nasionalis Kebebasan, yang mengatakan bahwa pemerintah baru tidak boleh mengikutkan Menteri Dalam Negeri Vitali Zakharchenko atau Jaksa Agung Viktor Pshonka.
Sementara itu, polisi yang menjaga gedung parlemen Ukraina di Kyiv meninggalkan kawasan itu, Jumat siang (21/2). Sebelumnya, tembakan-tembakan kabarnya dilepaskan di dekat Lapangan Kemerdekaan di ibukota Ukraina, pusat protes antipemerintah. Pemerintah Ukraina menuding tembakan itu dilepaskan oleh demonstran.
Ukraina menghadapi hari yang paling berdarah sejak era kekuasaan Soviet pada hari Kamis, sewaktu bentrokan pecah di pusat kota Kyiv antara polisi anti-huru-hara dan demonstran antipemerintah. Puluhan orang tewas, sebagian oleh penembak jitu pemerintah.
Sejumlah laporan menyebutkan korban tewas pada hari Kamis (20/2) saja melebihi 70 orang. Ratusan orang lainnya dilaporkan luka-luka.