Pemerintah menyatakan telah mempersiapkan langkah untuk mengatasi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika dalam jangka pendek. Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas bidang ekonomi (17/12) mengatakan pelemahan rupiah tidak akan berlangsung lama karena fundamental ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan.
"Ini memang di seluruh negara. pelemahan mata uang di negara-negara yang lain pun sama karena memang mulai ada penarikan dolar kembali ke amerika. Tetapi dengan fundamental ekonomi kita, dengan perbaikan nilai fiskal kita, ya moga-moga di indonesia tidak berjalan lama. Tahun depan mulai berjalan baik," kata Presiden Jokowi.
Presiden menjelaskan, untuk langkah jangka pendek pihak Bank Indonesia sudah melakukan intervensi pasar. Sementara untuk langkah jangka panjang, Pemerintah lanjut Presiden akan mendorong kalangan industri untuk melakukan ekspor dan mengurangi impor barang.
"Dan kita harapkan dalam jangka yang agak panjang untuk neraca perdagangan kita akan terus kita dorong industri-industri yang bergerak ke eksport dan tentu saja mengerem barang-barang import kita. Memang jalan yang paling baik adalah itu, meski BI sudah melakukan intervensi kepada pasar," lanjutnya.
Sementara itu Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga ikut dalam rapat terbatas bersama Presiden menambahkan, menguatnya nilai dolar Amerika Serikat merupakan dampak dari adanya penarikan dollar balik ke Amerika Serikat. Akibatnya, rupiah terkesan melemah, demikian juga mata uang negara lain.
"Karena ekonomi Amerika yang membaik, sehingga otomatis dolar menguat. Konsekuensi dari menguat maka hampir semua mata uang di Asia dan dunia ini kelihatannya melemah. Tapi sebenarnya seperti Indonesia tidak ada soal," jelas Wapres Jussuf Kalla.
"Berita baiknya adalah ekonomi kita tidak ada soal dengan dolar, tapi kita lebih kuat dari Yen Jepang, mata uang Korea, Malaysia, Turki, Australia dan Rusia. Jadi kita optimis bahwa ekonomi Indonesia akan lebih kuat dari sebelumnya," tambahnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla melihat kondisi ini justru akan semakin memacu perekonomian Indonesia. Ekspor diperkirakan meningkat yang menyebabkan neraca perdagangan akan membaik.
"Ini justru peluang. Ekonomi kita akan tumbuh lebih baik. Karena dengan rupiah melemah dibanding dolar Amerika, maka impor kita dari negara-negara yang memakai dollar akan menurun. Tapi ekspor kita akan meningkat, karena hampir semua ekspor kita dihitung dengan dolar. Jadi karena itu, stabilitas ekonomi akan lebih cepat. Karena defisit akan cepat menurun, apalagi kebijakan sebelumnya mendukung. Seperti kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan berlanjut," lanjuta Wapres Jussuf Kalla.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan secara statistik selama periode Desember 2013-2014, depresiasi rupiah mencapai 2,5 persen. Angka ini menurut Sofyan, masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan pelemahan Yen Jepang yang sebesar 15 persen, dolar Singapura 6 persen, dan ringgit Malaysia 6 persen. Sofyan menolak jika kondisi saat ini disamakan dengan 1998.
"Saat itu kan ada guncangan politik. Kalau sekarang kan aman," ungkap Menko Sofyan Djalil.
Sementara itu Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi terhadap tren pelemahan rupiah pada dolar Amerika. Bentuk intervensi tersebut, BI memperkuat pasokan valuta asing dan pembelian Surat Berharga Negara dipasar sekunder.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir perdagangan Rabu (17/12) sore ditutup menguat. IHSG ditutup naik sebesar 9,62 poin atau 0,19 persen di posisi 5.035,64.
Penguatan saham-saham unggulan membuat Indeks bertahan di zona hijau. Namun demikian posisi rupiah terhadap dolar Amerika pada Rabu (17/12) sore masih berada dalam posisi stagnan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup di posisi Rp 12.697 per dolar Amerika. Sebelumnya pada Selasa (16/12) rupiah berada di kisaran Rp 12.700 per dolar Amerika.
Pengamat ekonomi Sri Adiningsih kepada VOA menyambut baik langkah cepat pemerintah dalam menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Ia berharap dalam jangka pendek, pemerintah tetap menjaja agar stabilitas sistim keuangan tetap terjaga.
"Meskipun betul, meningkatkan ekspor dan mengurangi impor agar supaya current account defisit bisa dikurangi, ini penting dilakukan. Tapi juga mestinya dalam jangka pendek ini menjaga stabilitas sistim keuangan itu perlu menjadi prioritas karena akan sulit bagi suatu perekonomian untuk tumbuh berkembang jika stabilitas sistim keuangan terganggu," jelas Sri Adiningsih.
"Hari ini Rabu (17/12) pasar saham dan valas kita itu hijau karena kan otoritas ekonomi sudah melakukan koordinasi dan membuat kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas keuangan. Saya berharap itu ditingkatkan dan dilanjutkan," lanjutnya.