Sewaktu Palau mengesahkan undang-undang pada 2015, yang menutup 80 persen wilayah lautnya untuk penangkapan ikan, negara kecil di kawasan Pasifik itu menjadi pemimpin dunia dalam bidang pelestarian laut. Suaka laut nasional Palau adalah salah satu yang terbesar di dunia.
Namun kini, prestasi itu sedang diuji dengan usulan rencana pemerintah untuk memperluas penangkapan ikan di perairannya, dari 20% menjadi 50%. Hal itu secara efektif mengurangi luas kawasan suaka laut nasional sebesar 30%.
Perdebatan mengenai rencana itu merupakan salah satu isu utama yang memecah belah para pemilih dalam pemilihan umum tahun ini, yang akan berlangsung pada 5 November.
Dua calon presiden dalam pemilu, presiden petahana Surangel Whipps Jr. dan mantan presiden Tommy Remengesau Jr., yang kebetulan adalah saudara iparnya, mempunyai pandangan berbeda mengenai masa depan kawasan suaka laut.
Whipps Jr. yakin Palau harus mencapai keseimbangan antara suaka laut dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, sementara Remengesau Jr. ingin melihat Palau tetap menjadi pemimpin dalam hal pelestarian laut.
Rencana yang diusulkan pemerintah, resminya disebut Spatial Planning (Perencanaan Tata Laut), bertujuan melanjutkan upaya-upaya Palau untuk melindungi keanekaragaman hayati di wilayah perairannya, sambil berusaha mengembangkan industri perikanan domestik di negara Kepulauan Pasifik itu. Industri perikanan di pulau ini kecil karena kurangnya sumber daya dan persaingan yang ketat dengan kapal-kapal penangkap ikan asing.
Larangan penangkapan ikan dalam bentuk apa pun di 80% Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE Palau, menyebabkan meningkatnya penangkapan dan konsumsi ikan karang di sana. Ikan karang merupakan spesies yang seharusnya dilindungi oleh suaka kelautan.
Meskipun pemerintah Palau berjanji untuk menyeimbangkan pelestarian dan eksplorasi sumber daya laut yang berkelanjutan melalui rencana yang diusulkan, sebagian aktivis dan politisi khawatir usulan itu bisa merusak reputasi Palau sebagai pemimpin konservasi laut. [ps/ns]