Asia Pulp & Paper Group berkomitmen menghentikan penebangan hutan di Indonesia, namun organisasi lingkungan ragu dengan komitmen yang pernah dilanggar sebelumnya itu.
JAKARTA —
Salah satu perusahaan kertas terbesar di dunia berjanji pada Selasa (5/2) untuk menghentikan para pemasoknya menebangi hutan alami di Indonesia, suatu langkah yang diharapkan dapat melindungi habitat satwa langka yang terancam seperti orangutan dan harimau Sumatra serta membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Asia Pulp & Paper Group bekerja sama dengan lembaga-lembaga lingkungan hidup Greenpeace dan Forest Trust untuk membuat rencana yang dilakukan pada 1 Februari. Implementasinya termasuk kebergantungan pada pohon-pohon yang ditanam di perkebunan dan juga pengawasan yang dilakukan kelompok-kelompok dari luar perusahaan untuk menjamin transparansi.
“Ini komitmen dan investasi besar dari APP Group,” ujar pemimpin tertinggi perusahaan Teguh Ganda Wijaya dalam pernyataan tertulis, seperti dikutip kantor berita Associated Press.
“Kami melakukan hal ini untuk kesinambungan bisnis kami dan manfaat untuk masyarakat. Kami harap para pemegang saham akan mendukung kebijakan baru kami, membantu kami dan mendesak pemain lain dalam industri ini untuk mengikuti langkah kami.”
Perusahaan ketiga terbesar di dunia ini awalnya diharapkan melaksanakan rencananya pada 2015. Namun tekanan yang besar dari kelompok-kelompok lingkungan hidup untuk mengubah praktik-praktiknya, termasuk menebang hutan untuk membuat perkebunan.
Langkah ini disambut baik oleh lembaga Forest Trust sebagai contoh yang baik.
“Jika salah satu produsen kertas terbesar di dunia dapat mencari cara menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan yang kompleks yang menghambat rantai pasokan, maka yang lain dapat melakukannya,” ujar Scott Poynton, direktur eksekutif organisasi tersebut.
“Hal ini menandai awal dari sebuah dorongan global untuk mengatasi sumber paling destruktif dari deforestasi di dunia.”
Sementara itu, lembaga lingkungan hidup WWF merasa ragu dengan pengumuman dari APP, yang menjual produknya di 65 negara dan memiliki kapasitas produksi 9 juta ton per tahun di Indonesia.
Perusahaan APP di Indonesia tersebut telah gagal menjalankan komitmen serupa sebelumnya, termasuk perjanjian dengan WWF yang ditandatangani pada 2003 untuk melindungi hutan-hutan dengan nilai konservasi tinggi untuk periode awal 12 tahun.
Aditya Bayunanda dari WWF mengatakan pengumuman tersebut “merupakan langkah besar dan jika mereka serius dengan komitmennya, saya kira gerakan konservasi akan menghargainya.”
“Namun sekali lagi kita harus mengklarifikasi apakah komitmen-komitmen tersebut benar adanya.”
Aditya mengatakan bahwa APP memiliki sejarah panjang melanggar janji.
"APP beberapa kali telah berkomitmen untuk menghentikan penebangan hutan alam 100 persen. Mereka memiliki tenggat waktu 2004, tapi melanggarnya. Kemudian dibuat lagi 2007, dan juga tak ditepati. Mereka membuat tenggat lagi 2009, yang juga tidak dipenuhi. Jadi APP memiliki rekam jejak tidak memenuhi komitmen,” ujarnya.
“Saya kira tidak salah jika kelompok-kelompok sosial dan lingkungan sedikit curiga kali ini apakah mereka akan berbuat serupa.”
Aditya juga mengatakan Forest Trust tidak sepenuhnya independen.
"Kami hanya akan mempercayai pihak ketiga yang independen dan Forest Trust lebih sebagai konsultan yang dikontrak oleh APP,” ujarnya. “Saya kira itu tidak membuat mereka memiliki kualifikasi sebagai pengawas yang independen.”
Lebih dari tiga perempat wilayah Indonesia ditutupi oleh hutan hujan tropis 25 tahun yang lalu, namun setengahnya sudah hilang sekarang ini. (AP/ABC/AFP)
Asia Pulp & Paper Group bekerja sama dengan lembaga-lembaga lingkungan hidup Greenpeace dan Forest Trust untuk membuat rencana yang dilakukan pada 1 Februari. Implementasinya termasuk kebergantungan pada pohon-pohon yang ditanam di perkebunan dan juga pengawasan yang dilakukan kelompok-kelompok dari luar perusahaan untuk menjamin transparansi.
“Ini komitmen dan investasi besar dari APP Group,” ujar pemimpin tertinggi perusahaan Teguh Ganda Wijaya dalam pernyataan tertulis, seperti dikutip kantor berita Associated Press.
“Kami melakukan hal ini untuk kesinambungan bisnis kami dan manfaat untuk masyarakat. Kami harap para pemegang saham akan mendukung kebijakan baru kami, membantu kami dan mendesak pemain lain dalam industri ini untuk mengikuti langkah kami.”
Perusahaan ketiga terbesar di dunia ini awalnya diharapkan melaksanakan rencananya pada 2015. Namun tekanan yang besar dari kelompok-kelompok lingkungan hidup untuk mengubah praktik-praktiknya, termasuk menebang hutan untuk membuat perkebunan.
Langkah ini disambut baik oleh lembaga Forest Trust sebagai contoh yang baik.
“Jika salah satu produsen kertas terbesar di dunia dapat mencari cara menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan yang kompleks yang menghambat rantai pasokan, maka yang lain dapat melakukannya,” ujar Scott Poynton, direktur eksekutif organisasi tersebut.
“Hal ini menandai awal dari sebuah dorongan global untuk mengatasi sumber paling destruktif dari deforestasi di dunia.”
Sementara itu, lembaga lingkungan hidup WWF merasa ragu dengan pengumuman dari APP, yang menjual produknya di 65 negara dan memiliki kapasitas produksi 9 juta ton per tahun di Indonesia.
Perusahaan APP di Indonesia tersebut telah gagal menjalankan komitmen serupa sebelumnya, termasuk perjanjian dengan WWF yang ditandatangani pada 2003 untuk melindungi hutan-hutan dengan nilai konservasi tinggi untuk periode awal 12 tahun.
Aditya Bayunanda dari WWF mengatakan pengumuman tersebut “merupakan langkah besar dan jika mereka serius dengan komitmennya, saya kira gerakan konservasi akan menghargainya.”
“Namun sekali lagi kita harus mengklarifikasi apakah komitmen-komitmen tersebut benar adanya.”
Aditya mengatakan bahwa APP memiliki sejarah panjang melanggar janji.
"APP beberapa kali telah berkomitmen untuk menghentikan penebangan hutan alam 100 persen. Mereka memiliki tenggat waktu 2004, tapi melanggarnya. Kemudian dibuat lagi 2007, dan juga tak ditepati. Mereka membuat tenggat lagi 2009, yang juga tidak dipenuhi. Jadi APP memiliki rekam jejak tidak memenuhi komitmen,” ujarnya.
“Saya kira tidak salah jika kelompok-kelompok sosial dan lingkungan sedikit curiga kali ini apakah mereka akan berbuat serupa.”
Aditya juga mengatakan Forest Trust tidak sepenuhnya independen.
"Kami hanya akan mempercayai pihak ketiga yang independen dan Forest Trust lebih sebagai konsultan yang dikontrak oleh APP,” ujarnya. “Saya kira itu tidak membuat mereka memiliki kualifikasi sebagai pengawas yang independen.”
Lebih dari tiga perempat wilayah Indonesia ditutupi oleh hutan hujan tropis 25 tahun yang lalu, namun setengahnya sudah hilang sekarang ini. (AP/ABC/AFP)