Laporan media mengutip para pejabat di Bangladesh, sedikitnya 5 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam bentrokan di kampus universitas. Bentrokan terjadi antara anggota badan mahasiswa pro-pemerintah dan mahasiswa lain, mengenai kuota pekerjaan pemerintah.
Polisi menembakkan gas air mata dan diduga menggunakan pentungan selama bentrokan itu, menurut mahasiswa dan pihak berwenang. Para pengunjuk rasa menuntut diakhirinya kuota yang disediakan untuk anggota keluarga veteran, yang berperang dalam perang kemerdekaan Bangladesh tahun 1971.
Para anggota keluarga veteran ini yang memungkinkan mereka mengambil 30 persen pekerjaan di pemerintahan.
Protes terjadi setiap hari, sejak perintah pengadilan mengaktifkan kembali rencana yang ditangguhkan pada tahun 2018. Mereka berpendapat, penunjukan kuota bersifat diskriminasi dan harus berdasarkan prestasi. Bahkan ada yang mengatakan, sistem yang diterapkan kini, menguntungkan kelompok pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina.
Beberapa menteri Kabinet mengecam para pengunjuk rasa dengan mengatakan, mereka mempermainkan emosi mahasiswa. Harian Prothom Alo berbahasa Bengali melaporkan, seorang tewas di Dhaka dan tiga lainnya, termasuk seorang pejalan kaki, tewas setelah menderita luka-luka dalam kekerasan di Chattogram, sebuah distrik tenggara, hari Selasa.
Prothom Alo dan laporan media lainnya juga mengatakan bahwa seorang pengunjuk rasa berusia 22 tahun tewas di distrik utara Rangpur. Rincian korban jiwa belum dapat dipastikan segera. Meskipun peluang kerja telah meluas di sektor swasta Bangladesh, banyak yang menganggap pekerjaan di pemerintahan lebih stabil dan menguntung-kan.
Setiap tahun, sekitar 3.000 lapangan pekerjaan dibuka bagi hampir 400.000 lulusan.
Perdana Mentri Hasina mengatakan pada hari Selasa, para veteran perang – umumnya dikenal sebagai “pejuang kemerdekaan” – harus menerima penghormatan setinggi-tingginya atas pengorbanan mereka pada tahun 1971, terlepas dari ideologi politik mereka sekarang. [ps/jm]