Protes Marak di Seluruh Iran Setelah Sanksi Baru AS Berlaku 

  • Edward Yeranian

Warga Iran melakukan protes kondisi ekonomi yang makin sulit di Teheran.

Protes yang tersebar, serta kehadiran sejumlah besar polisi di banyak tempat dilaporkan Rabu (8/8) di seluruh Iran, satu hari setelah babak pertama sanksi ekonomi baru AS mulai berlaku.

Parlemen Iran memutuskan untuk memecat Menteri Tenaga Kerja Ali Rabie dalam debat sengit pada hari Rabu mengenai kebijakan ekonomi baru untuk mengatasi pengangguran dan memacu perekonomian yang lemah di negara itu, sehari setelah sanksi ekonomi baru AS mulai berlaku.

Pada hari Selasa, pemimpin Majelis Pakar Iran yang berhaluan keras, Ayatollah Ahmed Jannati, mendesak Presiden Hassan Rouhani agar mengganti semua menterinya.

Video amatir di media sosial memperlihatkan kerumunan pengunjuk rasa di depan bank sentral negara itu pada hari Selasa menuntut koperasi kredit pemerintah yang gagal agar mengembalikan uang mereka.

Juga Selasa, sejumlah orang dilaporkan cedera ketika pasukan keamanan menindak demonstran di kota Malek Shahr, di luar Isfahan. Video amatir menunjukkan korban tergeletak dan berteriak.

Mantan diplomat dan komentator politik Iran, Mehrdad Khonsari mengatakan kepada VOA protes tersebut bukan merupakan "ancaman eksistensial" terhadap rezim, tetapi sanksi baru AS tidak diragukan lagi "memberi tekanan yang besar pada pemerintah."

"Saya pikir Iran kurang lebih sudah siap untuk mematahkan pantangan lama untuk berbicara dengan AS, tetapi mereka mungkin ingin sanksi dicabut sementara pembicaraan berlangsung."

Khonsari percaya Iran berada dalam posisi lebih terhormat karena Amerika Serikat yang melanggar perjanjian nuklir 2015 (JCPOA) dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman.

Presiden Donald Trump mengatakan dia menarik AS dari pakta nuklir internasional itu karena kesepakatan itu buruk, menguntungkan satu pihak dan gagal mencapai tujuan fundamental untuk mencegah Iran membuat bom nuklir.

Dia mengatakan kesepakatan itu memungkinkan Iran mendukung terorisme dan militan di seluruh dunia, merusak sistem keuangan internasional, dan mengancam Amerika Serikat dan sekutunya.

Menteri Luar Negeri Iran Mohamad Javad Zarif mencela Trump karena "mengancam" Iran dan negara-negara lain, mengatakan dalam sebuah pesan Tweeter bahwa "dunia tidak akan mengikuti cuitan diktator yang impulsif." Dia juga mengatakan kepada para wartawan bahwa Amerika Serikat bersikap munafik.

Dia mengatakan Amerika Serikat berpura-pura prihatin tentang rakyat Iran, namun sanksi pertama yang dikenakannya adalah larangan terhadap penjualan pesawat penumpang, yang membahayakan keselamatan rakyat Iran.

Media Arab melaporkan Rabu bahwa Oman dan Swiss telah menawarkan untuk menengahi kedua negara. Oman adalah salah satu mediator utama menjelang kesepakatan nuklir 2015. [as]