PUPR: Rehabilitasi Irigasi Gumbasa Tahap Pertama Selesai Desember ini untuk Airi 1.070 Hektar Sawah

  • Yoanes Litha

Aktivitas kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi saluran irigasi Gumbasa yang sempat mengalami kerusakan 70 persen akibat gempa bumi pada 2018. Perbaikan Irigasi Gumbasa dilakukan dalam empat tahap hingga rampung sepenuhnya pada 2022. (Foto: VOA/Yoanes)

Kementerian PUPR menargetkan perbaikan saluran irigasi gumbasa tahap pertama dapat rampung pada akhir tahun 2019. Perbaikan saluran irigasi yang memasok kebutuhan air untuk 8.180 hektar lahan persawahan di Kabupaten Sigi dan Kota Palu itu diharapkan selesai pada 2022.

Wakil Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Jhon Wempi Wetipo menargetkan pengerjaan rehabilitasi Irigasi gumbasa tahap pertama di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah selesai pada Desember 2019 supaya dapat mengairi 1070 hektar areal persawahan di wilayah itu yang dalam setahun terakhir tidak dapat diolah petani karena kekeringan. Perbaikan irigasi gumbasa dalam tahap pertama itu meliputi perbaikan saluran primer sepanjang 7.168,5 meter dan saluran sekunder sepanjang 2.613,4 meter.

Berbicara kepada wartawan saat meninjau Bendung Irigasi Gumbasa pada Senin pagi, 25 November 2019, Jhon Wempi Wetipo mengatakan rehabilitasi daerah irigasi gumbasa oleh kementerian PUPR dilakukan secara bertahap hingga akhirnya dapat pulih sepenuhnya pada tahun 2022.

“Tujuh ribu hektar- sisanya itu akan masuk pada tahun 2020 -2021, 2022 tinggal sedikit saja sehingga kita lebih cepat kerja,” kata Wempi Wetipo saat meninjau Bendung Irigasi Gumbasa di desa Pandere.

Jhon Wempi berharap dengan segera difungsikannya saluran irigasi gumbasa tahap satu untuk mengairi 1070 hektar areal persawahan pada akhir tahun 2019 akan mendorong pulihnya aktifitas petani yang dalam setahun terakhir tidak dapat menanam padi.

Wakil Menteri PUPR, Jhon Wempi Wetipo saat meninjau perkembangan rehabilitasi dan rekonstrusi Bendung Irigasi Gumbasa di Sigi, Sulawesi Tengah (25/11). (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Perbaikan saluran irigasi gumbasa meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi saluran primer sepanjang 35,3 kilometer serta rehabilitasi dan rekonstruksi saluran sekunder, tersier, drainase dan pemulihan sawah seluas 8.180 hektare.

Daerah irigasi gumbasa terletak di areal lembah Palu, memanjang dari kaki hulu gumbasa sampai sungai kawatuna, kota Palu. Secara administrasi daerah irigasi gumbasa berada di lima kecamatan di kabupaten Sigi dan kota Palu yang meliputi kecamatan Gumbasa, Tanambulava, Dolo, Sigi Biromaru dan Palu Selatan. Irigasi gumbasa mendapat suplai air dari danau Lindu dan sungai Gumbasa melalui bendung gumbasa yang dibangun pada tahun 1976 di desa Pandere, Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. Setelah bencana gempa bumi, jaringan irigasi gumbasa mengalami kerusakan sampai 70 persen.

Azhar (53) ketua kelompok tani Zaman Jaya desa Pandere Kabupaten Sigi mengatakan 1070 hektar areal persawahan yang akan teraliri dalam tahap pertama itu berada di desa Pandere, Kalawara, Lambara dan sebagian Sibalaya Barat. Bila irigasi sudah mengalir kembali pada Januari 2020 maka 250 petani di desanya sudah dapat menanam padi pada Februari tahun depan.

“Artinya dari kelompok tani membuat program-program untuk mulai dari pembersihan sampai rencana penanaman,” kata Azhar.

Bendung Irigasi Gumbasa yang berada di desa Pandere, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Senin 25/11. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Suroso (65) petani asal desa Jonoogo kabupaten Sigi mengatakan selain pemulihan saluran irigasi perlu ada upaya dari berbagai pihak untuk membantu petani memperbaiki areal persawahan yang tanahnya bergelombang akibat gempa bumi. Bila tidak diratakan, maka lahan-lahan itu tidak memungkinkan untuk ditanami padi pada saat saluran irigasi telah berfungsi kembali.

“Kalau memang ada istilahnya dari teman-teman NGO mau membantu meratakan tanah, itu yang saya harapkan khususnya Jonooge dan Sibalaya yang terkena likuefaksi,” ujarnya.

Fery Fahruddin Munier, Kepala Balai pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah, Badan Litbang Pertanian, menjelaskan pihaknya terus memotivasi petani untuk tidak menyerah menghadapi kekeringan akibat tidak berfungsinya saluran irigasi gumbasa. BPTP mengajarkan petani melalui penanaman palawija dan hortikultura di lahan-lahan percontohan dengan luas antara 2 hingga 3 hektar milik petani.

Penanaman menggunakan varietas benih unggul, teknologi sumur dangkal, penggunaan pupuk organik serta pendampingan dari petugas penyuluh dan peneliti. Keberhasilan kegiatan itu kemudian memotivasi banyak petani lainnya yang mulai ikut menanam jagung, cabai, bawang merah, serta kacang tanah di atas lahan sawah mereka yang selama ini menjadi lahan tidur.

“Untuk percontohan itu butuh 2 – 3 hektare begitu. Yah itulah, kita kalau bisa lima sampai 10 hektar atau 20 hektar tapi tidak ada yang berani, harus melihat contoh dulu, kan mereka ragu-ragu. Pas ada yang berani ambil risiko, petaninya, pas berhasil baru ikut yang lain, kalau tidak salah ada 50-an hektar yang akan mengembangkan di periode yang sekarang.”

Ia berharap dengan akan mulainya musim penghujan serta dukungan bantuan pembuatan sumur dangkal oleh pemerintah setempat, maka akan semakin banyak lahan-lahan areal persawahan yang selama setahun terakhir menjadi lahan tidur, dapat kembali diolah oleh petani sambil menunggu rampungnya perbaikan saluran irigasi gumbasa. (yl/em)