Sementara itu, Uni Eropa meminta agar Rusia tidak menjadikan serangan teroris ke Moskow Jumat lalu sebagai dalih untuk meningkatkan serangannya ke Ukraina.
Serangan mematikan ke gedung konser di dekat Moskow hari Jumat (22/3) lalu dilakukan oleh “Islamis radikal”, tetapi penembakan itu sesuai dengan kampanye intimidasi yang lebih luas yang dilakukan Ukraina, kata Presiden Rusia Vladimir Putin, hari Senin (25/3).
“Kita tahu kejahatan itu dilakukan oleh kelompok Islam radikal, para pengikut ideologi yang telah diperangi oleh dunia Islam sendiri selama berabad-abad. […] Sangat jelas bahwa kejahatan mengerikan yang dilakukan pada tanggal 22 Maret di ibu kota Rusia ini adalah tindakan intimidasi, seperti yang saya sudah katakan. Pertanyaan lalu muncul – siapa yang diuntungkan oleh kejadian ini? Kekejaman ini mungkin saja sebuah mata rantai dari rangkaian upaya yang dilakukan oleh mereka yang berperang dengan negara kita sejak tahun 2014, oleh tangan rezim neo-Nazi Kyiv.”
Mengikuti jejak AS, Prancis pada hari Senin mengatakan intelijennya menyebut ISIS bertanggung jawab atas serangan ke gedung konser Crocus City Hall di pinggiran Moskow, yang menewaskan 137 orang.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim keempat tersangka yang ditangkap terkait penembakan massal di gedung konser itu sedang dalam pelarian menuju Ukraina.
BACA JUGA: Ukraina Bantah Keterlibatan Dalam Serangan di Gedung Konser MoskowKyiv membantah dengan tegas klaim keterlibatan Ukraina dalam serangan tersebut. Kelompok ISIS di Afghanistan, yang dikenal dengan sebutan ISIS-K, telah mengaku bertanggung jawab melancarkan serangan tersebut. Namun, Putin sama sekali tidak menyebut ISIS dalam pidatonya di hadapan rakyat Rusia Sabtu (23/3) lalu.
Uni Eropa (UE) pada Senin meminta pemerintah Rusia tidak menggunakan serangan ke gedung konser di Moskow sebagai dalih untuk meningkatkan serangannya terhadap Ukraina.
Juru Bicara Komisi Eropa Peter Stano mengatakan, UE khawatir Moskow akan menghubungkan serangan tersebut dengan Ukraina dan menggunakannya sebagai alat untuk semakin “meningkatkan tindakan agresi ilegalnya di Ukraina.”
“Tentu saja kami menolak sepenuhnya (kaitan itu), tidak ada bukti apa pun yang menunjukkan bahwa Ukraina terkait dengan serangan ini. Kami menyerukan kepada pemerintah Rusia untuk tidak menggunakan serangan teroris di Moskow ini sebagai dalih atau motivasi untuk meningkatkan agresi ilegal terhadap Ukraina, tidak menggunakannya sebagai dalih untuk meningkatkan represi di dalam negeri, yang merupakan sesuatu yang terjadi dalam rezim Rusia,” tukasnya.
Menurut Putin, mereka yang merencanakan serangan itu “berharap dapat menebarkan kepanikan dan pertikaian dalam masyarakat kita, tetapi mereka (justru) menghadapi persatuan dan tekad untuk melawan kejahatan ini.”
BACA JUGA: Putin Bertekad Hukum Dalang Pembantaian Konser di RusiaJuru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Senin tidak menjawab pertanyaan mengenai perlakuan Moskow terhadap empat tersangka yang ditahan. Dari foto-foto yang beredar, keempat tersangka mengalami luka-luka, yang tampak menunjukkan bahwa mereka telah dipukuli atau dianiaya secara fisik.
Ketika ditanya tentang peringatan yang diberikan AS akan kemungkinan serangan teror di Moskow pada awal Maret ini, Peskov mengatakan bahwa intelijen Rusia bekerja secara independen. Mereka tidak menjalin komunikasi dengan pemimpin maupun intelijen Barat.
“Dinas intelijen kami bekerja secara independen, sama sekali tidak ada bantuan saat ini. Walaupun, seperti Anda ketahui, kemarin Presiden Putin menerima banyak komunikasi telepon dari berbagai pemimpin negara: Belarus, Uzbekistan, Tajikistan, Turki dan banyak negara lain. Niat mengembangkan dan meningkatkan kerja sama melawan terorisme disampaikan di sana, topik ini dibahas. (Tetapi) tidak ada komunikasi dengan pihak Barat saat ini.”
Dosen Hubungan Internasional di The New School, New York, Nina Khrushcheva, mengatakan bahwa Rusia tentu saja akan menggunakan serangan tersebut untuk membuat narasi yang memojokkan Ukraina, terlepas dari benar tidaknya hal tersebut.
Namun, yang lebih penting baginya adalah bagaimana Putin akan menghadapi ancaman ISIS sesungguhnya ke depan.
“Pertanyaan yang lebih penting bagi saya adalah bagaimana masa depan Rusia. Kremlin akan mendorong (narasi) hubungan Ukraina (dengan serangan itu), tetapi ISIS akan selalu ada, dan kenyataannya, itu adalah serangan yang berhasil. Dan sebagai sebuah serangan yang berhasil, akan ada lebih banyak serangan serupa. Pertanyaan yang lebih mendesak dan jangka panjangnya adalah bagaimana Putin akan menghadapi kedua ancaman tersebut.”
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara itu, Rusia melancarkan serangan rudal ke ibu kota Ukraina, Kyiv, untuk ketiga kalinya dalam lima hari pada Senin. Serangan dilakukan di tengah meningkatnya serangan udara ke kota-kota Ukraina oleh pasukan Kremlin.
Lima orang terluka dalam serangan ke Kyiv, dua di antaranya dilarikan ke rumah sakit.
Serangan di Crocus City Hall, yang merupakan pusat perbelanjaan dan hiburan yang luas di pinggiran kota Moskow, telah menewaskan 137 orang dan melukai 180 lainnya, serta menjadi serangan yang paling banyak memakan korban jiwa di Rusia setelah bertahun-tahun.
Pada Senin, Dewan Keamanan PBB mengheningkan cipta bagi para korban serangan tersebut. [rd/ka]