Pembicaraan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (4/9), berakhir tanpa kesepakatan untuk memulai kembali perjanjian lama di mana Rusia menyediakan jalur yang aman bagi kapal-kapal yang mengangkut gandum, untuk melintasi Laut Hitam, termasuk kapal-kapal yang berangkat dari pelabuhan Ukraina.
Perjanjian yang dicapai tahun lalu itu dimaksudkan untuk menjaga pasokan komoditas pertanian dari Ukraina dan Rusia ke pasar global, di mana pasokan itu menyumbang sebagian besar pasokan gandum, jagung, minyak bunga matahari dan makanan pokok lainnya. Rusia melancarkan perang melawan Ukraina, termasuk serangan terhadap pelabuhan di Laut Hitam, sehingga menjadikan wilayah itu berbahaya bagi pelayaran.
Ketika masih berlaku, perjanjian yang dimulai pada Juli 2022 itu telah membuat lebih dari 1.000 kapal yang membawa 32,9 juta metrik ton biji-bijian, dapat singgah di Laut Hitam dengan aman. Namun pada bulan Juli 202, Rusia mengumumkan mereka tidak akan memperpanjang perjanjian itu dan memicu penghentian pengiriman gandum.
BACA JUGA: AS: Korea Utara akan “Tanggung Konsekuensi” untuk Setiap Pasokan Senjata ke RusiaMenghentikan pengiriman dari Ukraina dapat memperburuk krisis pangan global dan menyebabkan melambungnya harga bahan makanan pokok, yang pada akhirnya menyulitkan masyarakat di banyak negara berkembang untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Hal tersebut juga semakin membebani anggaran bantuan dari lembaga-lembaga bantuan global.
Putin: Barat Harus Terlebih Dahulu Penuhi Janji
Berbicara dalam konferensi pers di kota Sochi, Rusia, pada Selasa (5/9), di mana ia dan Erdogan melangsungkan pertemuan sehari sebelumnya, Putin mengatakan Rusia hanya akan memulai kembali perjanjian itu jika Barat memenuhi apa yang ia sebut sebagai kewajiban-kewajiban Barat berdasarkan perjanjian itu; termasuk janji untuk mencabut sanksi apapun terhadap ekspor makanan dan pupuk Rusia. Ia menambahkan bahwa sanksi-sanksi yang masih berlaku itu membuat ekspor pertanian Rusia tidak dapat mencapai pasar global.
Negara-negara Barat telah mengenakan sejumlah besar sanksi terhadap Rusia karena invasi yang dilakukanya di Ukraina, tetapi belum mencakup sanksi ekspor pangan dan pupuk. Namun sanksi-sanksi lain, termasuk pemutusan hubungan bank-bank Rusia dari sistem pembayaran global dan penolakan perusahaan-perusahaan Barat untuk mengasuransikan kapal-kapal Rusia, telah sangat membatasi ekspor gandum negara beruang merah itu.
Putin menggambarkan hal ini sebagai pelanggaran Barat terhadap Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam.
“Kami tidak menentang perjanjian ini. Kami siap untuk segera memulai perjanjian ini segera setelah Barat memenuhi janjinya pada kami. Itu saja,” ujar Putin. “Sejauh ini tidak ada kewajiban terhadap Rusia yang dipenuhi Barat.”
Amerika Serikat dan negara-negara Barat membantah klaim Putin bahwa mereka telah gagal memenuhi persyaratan perjanjian itu. Ketika Rusia mengumumkan keputusannya untuk tidak memperpanjang perjanjian itu pada Juli lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengeluarkan pernyataan yang sebagian diantaranya menyatakan “alih-alih klaim Rusia itu, PBB telah memfasilitasi ekspor pangan Rusia – dengan berkoordinasi bersama sektor swasta dan Amerika, Uni Eropa dan Inggris – untuk mengklarifikasi kekhawatiran yang disampaikan Rusia. Seperti yang telah kami jelaskan secara konsisten, tidak pernah ada sanksi G7 terhadap ekspor pangan dan pupuk Rusia. Rusia justru tidak pernah berkontribusi pada Program Pangan Dunia WFP, dan ekspornya difokuskan pada negara-negara berpendapatan lebih tinggi, bukan negara-negara termiskin.” [em/rs]