Ramadan di Penjara, Belajar Agama dan Mensyukuri Nikmat-Nya

Warga binaan di Lapas Narkotika Kelas II Cipinang keluar dari blok sel tahanan untuk mengikuti kegiatan Ramadan di sore hari jelang berbuka puasa bersama, Sabtu (8/4).

Mendekati saat-saat akhir Ramadan, masjid dan musala dipadati warga Muslim yang ingin menikmati menit-menit terakhir beribadah di bulan suci dengan imbalan pahala berlipat ganda, mendekatkan diri dan mencari ridha-Nya. Tak terkecuali di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II Cipinang, Jakarta.

Sejak awal Ramadan sebenarnya Ditjen Pemasyarakatan menggelar acara buka puasa bersama, pesantren kilat, hingga apa yang disebut sebagai “morning meeting” yang mengajak para narapidana atau dikenal sebagai warga binaan pemasyarakatan (WBP) mensyukuri karunia-Nya, berbagi suka dan duka, serta saling memberikan dukungan. Mereka diajak belajar membaca Al-Qur'an, memainkan rebana dan menyanyikan lagu-lagu bertema rohani.

Salah seorang WBP, yang enggan disebut nama lengkapnya dan memilih inisial DS, mengatakan sangat bersyukur mendapat pengalaman luar biasa di lapas itu. “Alhamdulillah, ada kebersamaan untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT, saya jadi lebih fokus,” ujar laki-laki berusia 43 tahun itu saat ditemui VOA akhir pekan lalu.

Warga binaan di Lapas Narkotika Kelas II Cipinang mendengarkan tausiyah dari tokoh agama dalami rangkaian acara Festival Ramadan yang dilaksanakan pada Sabtu (8/4)

DS, yang sedang menjalani hukuman 20 tahun penjara karena kasus narkoba, menjelaskan berbagai program yang dijalaninya selama bulan Ramadan. Mulai dari sahur dan sholat Subuh berjamaah, pengajaran ilmu agama bersama guru dari luar lapas, dukungan untuk belajar berdakwah hingga tausiah menjelang berbuka. “Kami juga diajar tadarus bersama sebelum tidur malam,” tambahnya.

Hal senada disampaikan AS, seorang narapidana lain yang sedang menjalani masa rehabilitasi. “Di dalam keseharian kegiatan kita ada namanya Morning Meeting, kegiatannya dari Senin sampai Jumat, kita mengungkapkan perasaan (syukur) baik dari diri kita maupun teman-teman lainnya. Kelompok ini kami biasa menyebutnya family,” tutur laki-laki berusia 27 tahun itu.

Berbeda dengan DS, AS kini sedang masa rehabilitasi atau masa pemulihan terpadu secara fisik, mental dan sosial supaya dapat kembali melaksanakan fungsi sosial setelah bebas dari penjara. Masa rehabilitasi ini dijalankan secara medis, non medis dan bina lanjut. AS, usia 27 tahun, mengikuti program Ramadan di blok berbeda, terpisah dari WBP pada umumnya yang sedang menjalani masa hukuman mereka.

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh warga binaan di Lapas Narkotika Kelas II Cipinang adalah tadarus bersama di siang hari setelah Shalat Dzuhur berjamaah, Sabtu (8/4). (VOA/Indra Yoga)

Meskipun demikian baik DS, maupun AS, merasakan kesedihan yang sama karena belum dapat berkumpul dengan keluarga mereka. “Manusiawi yaaa… Saya otomatis merindukan anak dan istri di rumah. Tapi untuk mengatasi itu, saya mendekatkan diri kepada Allah untuk saat ini, perbanyak ibadah supaya batin kami lebih tenang ketika berada di sini,” ujarnya dengan suara lirih.

“Sama dengan teman-teman lain, namanya rindu, pasti sama keluarga. Namun kita sedang menjalani proses, kita harus banyak bersabar yang pertama, kedua ikhtiar juga dan juga istiqomah menjalani hukuman ini,” ungkap AS, yang tetap merasa bersyukur dengan apa yang dijalaninya saat ini.

“Alhamdulillah teman-teman saya di sini saling menguatkan juga, saling support juga. Jadi saya tidak terlalu terbebani ketika berada di dalam (lapas). Yang tadinya di luar (lapas) bareng keluarga, di sini saya sama teman-teman,” ujarnya.

Dampak Positif Kegiatan Ramadan

Kepala Kantor Wilayah Kemenhumkam DKI Jakarta, Ibnu Chuldun mengatakan seluruh kegiatan yang dilaksanakan di bulan Ramadan, diharapkan dapat memberi dampak positif pada warga binaan.

“Harapannya agar kegiatan ini betul-betul akan membawa suatu dampak yang sangat baik, yang mana tingkat kesadaran, tingkat ketaqwaan seluruh warga binaan semakin bertambah,” ujar Ibnu seraya membanggakan sebagian WBP berprestasi di bidang keagamaan.

Lapas di Cipinang ini dihuni oleh 3.100 narapidana, yang 2.500 diantaranya beragama Islam.

Salah satu pertunjukan yang ditampilkan dalam Festival Ramadan, Sabtu (8/4) di Lapas Narkotika Kelas II Cipinang adalah penampilan marawis. Selain itu, pembacaan ayat suci Al-Quran juga menjadi bagian dari acara tersebut.

Ketika VOA datang ke lapas di Cipinang itu, sedang dilangsungkan murotal atau marawis. “Bagi seluruh warga binaan, baik narapidana maupun tahanan di lapas dan rutan di DKI Jakarta diberikan kesempatan untuk menampilkan kompetensi dan kemampuannya dalam berbagai hal, apakah dalam kesenian rohani berupa band atau marawis atau hadroh. Atau kemampuan membaca Al-Quran, atau qori’,” papar Ibnu.

Keseriusan para WBP membuahkan hasil ketika salah seorang diantara mereka meraih juara ketiga dalam lomba membaca Al-Quran yang diikuti oleh seluruh perwakilan lapas dan rutan se-Indonesia. Acara-acara ramadan yang diselenggarakan tidak hanya meningkatkan keimanan namun juga dapat melahirkan talenta-talenta berbakat di bidang keagamaan, ungkap Ibnu.

Remisi

Diwawancarai secara terpisah, Kepala Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenhumkam RI, Rika Aprianti mengatakan apa yang dilakukan WBP saat bulan ramadan juga menjadi bahan evaluasi untuk memberikan remisi.

“Implikasi atau lanjutan dari mereka yang mau melaksanakan pembinaan yang diberikan lapas dan rutan dengan baik, reward-nya salah satunya adalah diberikannya remisi dalam rangka hari raya, dalam hal ini Hari Raya Idul Fitri. Dalam hal ini remisi untuk warga binaan Muslim,” terang Rika.

Remisi khusus Hari Raya Idul Fitri tahun ini akan diberikan kepada kurang lebih 224 ribu narapidana yang beragama Islam. [iy/em]