Rapid Test Corona, 9 Jamaah Tabligh Asal India di Yogya Positif

  • Nurhadi Sucahyo

Seorang petugas mengambil sampel darah dalam tes cepat massal Covid-19, di Jakarta, 23 April 2020. (Foto: AFP)

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (21/4), melakukan rapid test kepada 15 anggota Jamaah Tabligh asal India. Dari jumlah tersebut, sembilan orang dinyatakan reaktif. Status reaktif adalah tanda awal positif. Namun untuk memastikannya, mereka akan menjalani tes usap tenggorokan.

Kepastian mengenai hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DI Yogyakarta, Biwara Yuswantana pada Rabu (22/4).

“Hasilnya adalah sembilan positif dan yang enam negatif. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada. Dengan hasil itu kemudian 9 orang dirujuk ke Rumah Sakit Angkatan Udara Hardjolukito dan sementara ini yang 6 orang masih transit kembali,” kata Biwara.

BACA JUGA: Dokter dan Keluarganya di Yogya Terpapar Corona

WNA India tersebut sudah berada di Yogyakarta sebulan terakhir. Visa mereka telah habis, tetapi karena India memberlakukan lockdown, 15 orang ini tidak bisa pulang. Menurut Biwara, sambil menunggu kesempatan pulang ke India, pekan ini mereka menginap di salah satu masjid di Jalan Kaliurang.

Menurut keterangan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, anggota jamaah tabligh ini berkeliling di berbagai lokasi di Yogyakarta. Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka untuk melakukan perjalanan jauh dan bertemu dengan warga muslim setempat. Mereka selalu tinggal di masjid-masjid selama beberapa hari, sebelum kemudian berpindah ke wilayah lain.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DI Yogyakarta, Biwara Yuswantana. (Foto: Pool Media)

Sejauh ini diperoleh keterangan, bahwa sejak tiba dari India, mereka tidak menjadi bagian dari jamaah tabligh yang berkumpul di Gowa, Sulawesi Selatan. Kantor Kementerian Agama Sleman saat ini melakukan pendataan, di masjid mana saja jamaah ini pernah menginap.

Rapis test atau tes cepat itu dilakukan oleh Dinas Kesehatan Sleman, setelah mengetahui keberadaan jamaah tabligh asal India di wilayah tersebut. Biwara juga menambahkan, sebagai antisipasi, dilakukan rapid test kepada pengurus masjid dan warga terdekat. Sampai saat ini, sekurangnya 6 orang dinyatakan reaktif. Sebagai tindak lanjut, mereka juga akan menjalani tes usap tenggorokan.

“Tadi informasi dari BPBD Sleman, dari masyarakat di sekitar masjid setelah diperiksa juga ada yang positif 6. Kemudian diisolasi,” tambah Biwara.

Penelusuran Kontak Diperluas

Yogyakarta terus melakukan penelusuran kontak kasus positif untuk menekan penyebaran wabah virus corona. Berbicara mengenai upaya ini pada Rabu (22/4) adalah Riris Andono Ahmad, dokter yang juga peneliti di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM. Penelusuran ini dilakukan bersama dengan dinas kesehatan setempat.

Jamaah Masjid Plosokuning Yogyakarta berkumpul mendengarkan wejangan pendek rutin setiap hari meski ada wabah virus corona. (Foto: VOA/Nurhadi)

Menurut Riris, ada 71 kasus positif yang dijadikan sebagai awal penelusuran kasus. Penelusuran dilakukan untuk mengetahui seberapa besar penularan lokal yang terjadi di wilayah Yogyakarta.

Dari 71 kasus yang telah diteliti, berdasarkan penelusuran ditemukan fakta 51 kasus muncul dari pasien yang mempunyai riwayat perjalanan dari luar Yogya atau kawasan zona merah lain, baik dalam maupun luar negeri.

BACA JUGA: Setelah Jabodetabek, Perlukah Yogyakarta Terapkan PSBB?

“Dari 51 kasus tersebut kita mencatat ada sepuluh orang yang kemudian menularkan pada 12 kasus baru, yang ini disebut sebagai generasi kedua. Jadi ini adalah yang tercatat sebagai penularan lokal pertama, dan kalau kita lihat di sini maka generasi kedua itu bisa dikatakan adanya penularan lokal yang terbatas,” kata Riris.

Disebut sebagai penularan lokal yang terbatas karena orang pertama menularkan dalam jumlah sedikit setelah berada di Yogyakarta. Dari 12 kasus yang disebut sebagai generasi kedua, sejauh ini hanya ditemukan 3 kasus penularan ke pasien baru. Kasus ini disebut sebagai generasi ketiga.

Riris Andono Ahmad, peneliti Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM. (Foto: Pool Media)

Riris menekankan, menurut teori satu kasus virus corona bisa menularkan pada 2-3 kasus baru. Dengan demikian, seharusnya kasus generasi kedua dan ketiga lebih banyak dari generasi pertama. Karena itu, melihat pola yang ada, Riris menilai di Yogyakarta penularan kemungkinan belum terjadi ecara luas. Namun pendapat ini diberi catatan khusus dari Riris, bahwa rendahnya angka generasi kedua dan ketiga terkait dengan kapasitas diagnosis yang dimilikia.

“Kita juga mencatat ada lima kasus yang tidak bisa diketahui dari mana dia mendapatkannya. Dua kasus ini mempunyai profesi sebagai ibu rumah tangga dan pensiunan, yang berarti mobilitasnya sangat dekat. Oleh karena itu, kita bisa melihat bahwa ada indikasi memang penularannya sudah ada di sekitar kita. Seberapa luas itu, perlu kita lihat lebih lanjut,” tambah Riris.

Your browser doesn’t support HTML5

Rapid Test Corona, 9 Jamaah Tabligh Asal India di Yogya Positif

Riris juga menekankan, bahwa rapid test dilakukan untuk melihat infeksi yang terjadi. Untuk melihat hasil yang lebih tepat, metode PCR harus dijalankan.

Untuk memastikan penularan tidak meluas, Riris merekomendasikan tindakan lebih tegas dengan pemisahan OODP, OTG dan PDP dari populasi. Siapapun yang sudah dinyatakan kontak dengan pasien positif, seharusnya masuk dalam karantin. Upaya ini akan menekan resiko transmisi di tengah terbatasnya kemampuan diagnosis hingga saat ini. [ns/em]