Ratu Inggris Soroti Brexit saat Pidato di Parlemen Inggris

Ratu Elizabeth II menguraikan program legislatif pemerintah dalam pidato di depan parlemen Inggris di London hari Rabu (21/6).

Ratu Elizabeth II menguraikan program legislatif pemerintah dalam pidato di parlemen hari Rabu (21/6) setelah perdana menteri Theresa May menjanjikan sikap lunak dalam merundingkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa pasca referendum tahun lalu yang membuat Partai Konservatif yang berkuasa kehilangan mayoritas.

Ratu berusia 91 tahun itu melanjutkan tugas-tugas kerajaannya pada upacara pembukaan sidang parlemen baru, meskipun sebelumnya ada pengumuman bahwa suaminya – Pangeran Philip – dirawat di rumah sakit. Istana Buckhingham mengatakan Pangeran Philip yang berusia 96 tahun dirawat sebagai tindakan pencegahan untuk pengobatan infeksi.

Tidak hadirnya Pangeran Phillip dalam pembukaan resmi sidang parlemen itu membuat acara tersebut terasa lebih khidmat. Meskipun dibacakan oleh Ratu Elizabeth, naskah yang disebut Pidato Ratu untuk secara resmi membuka siding parlemen itu ditulis oleh perdana menteri dan stafnya dan membeberkan garis besar sasaran-sasaran yang ingin dicapai Inggris pada masa depan.

Pidato selama sembilan menit yang disampaikan Ratu Elizabeth II itu mencerminkan melemahnya posisi Perdana Menteri Theresa May, yang membesarkan hati orang-orang dalam partainya sendiri yang menginginkan Brexit yang lebih lunak agar pemisahan diri dari Uni Eropa tidak terjadi secara terlalu tajam. Delapan dari 27 RUU yang digariskan dalam pidato itu menjabarkan proses Brexit yang sangat rumit itu.

Paket legislatif itu termasuk serangkaian hal terkait keluarnya Inggris dari Uni Eropa, sebuah proses yang dipicu oleh referendum tahun lalu dan yang ketentuan-ketentuannya sedang dirundingkan dengan Uni Eropa. Para anggota parlemen akan melakukan pemungutan suara pekan depan mengenai apakah akan menyetujui hal-hal yang diungkapkan dalam pidato itu.

Partai May kehilangan mayoritas di parlemen dalam pemilu sebelumnya bulan ini yang sebetulnya diharapkan May akan memperkokoh posisi pemerintah dalam pembicaraan Brexit. Namun hasilnya yang tidak diperkirakan itu mengharuskan May mencari mitra untuk membentuk pemerintahan minoritas.

Proses Brexit diperkirakan akan berakhir Maret 2019 karena kompleksnya isu-isu terkait kesepakatan perdagangan dan kebijakan kebebasan bergerak antara Inggris dan Uni Eropa. [ab/em]