Serangan siber atau dunia maya telah berlangsung cepat dan semakin parah di seluruh dunia selama hari-hari ketidakpastian global ini berlangsung karena virus corona. Negara-negara saling tuduh terlibat dalam perang siber, dan masing-masing juga mengklaim jadi korban serangan siber. Organisasi internasional yang menangani pandemi COVID-19 juga telah menjadi sasaran.
Keadaannya bisa diilustrasikan bagaikan permainan ping-pong siber dengan taruhan tinggi. Direktorat Siber Nasional Israel mengumumkan bahwa ratusan situs web Israel telah diretas, mungkin oleh Iran.
Konten situs-situs web itu telah diganti dengan peringatan dalam bahasa Ibrani dan Inggris bahwa “hitungan waktu menuju kehancuran Israel telah dimulai.”
BACA JUGA: Jepang Curiga Data Misil Bocor Dalam Serangan Siber Terhadap MitsubishiSerangan siber ini dianggap sebagai pembalasan atas dugaan serangan Israel terhadap pelabuhan Bandar Abbas Iran. Tuduhan serangan siber Israel terhadap sistem komputer pelabuhan itu sendiri dianggap sebagai tanggapan Israel atas upaya serangan siber Iran pada sistem komputer Badan Urusan Sumber Daya Air Israel.
Israel telah lama menjadi pelaku terkemuka dalam keamanan siber. Ribuan tentara yang terlatih dengan baik melakukan dinas militer mereka di unit-unit intelijen dan siber, dan kemudian melanjutkan pekerjaan itu di perusahaan-perusahaan non-militer.
Gil Baram bekerja di Pusat Penelitian Siber, Universitas Tel Aviv. Kepada VOA dia menjelaskan tentang pendekatan yang dilakukan oleh Israel.
“Israel memiliki pendekatan unik untuk menghadapi ancaman serangan siber dan pendekatan uniknya adalah memahami kebutuhan ekosistem siber, yang berarti menggabungkan upaya dari akademisi, sektor publik dan sektor swasta bersama-sama karena Israel memahami bahwa ancaman dunia maya bukan hanya ancaman militer dan bukan hanya ancaman sipil. Ancaman dunia maya merupakan ancaman nasional.”
Perusahaan Israel, Checkpoint, salah satu perusahaan keamanan siber terkemuka di dunia, didirikan oleh tiga orang yang pernah menjalani dinas militer bersama. Checkpoint baru-baru ini menemukan operasi spionase China yang luas disebut Naikon, yang meretas lembaga-lembaga pemerintah di seluruh Asia Tenggara.
BACA JUGA: AS Tuduh China Retas Penelitian Vaksin Covid-19Lotem Finkelstein adalah salah seorang pendiri perusahaan Checkpoint.
“Kami mendeteksi serangan ini selama bertahun-tahun, tetapi kami berhasil menghubungkan titik-titik dan melihat keseluruhan gambarnya. Dengan menghubungkan titik-titik kami melihat bahwa serangan dapat kami deteksi di tempat lain, terhubung ke serangan yang kami lihat saat ini. Ini juga merupakan kegiatan ancaman intelijen, bahwa semua serangan yang tersebar ini adalah bagian dari satu kampanye yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.”
Para peretas China yang disponsori negara juga dituduh berusaha mencuri informasi dari Amerika, data terakhir terkait penelitian vaksin virus corona. Pemerintah China menyangkal tuduhan itu.
Gil Baram, peneliti di Pusat Penelitian Siber di Universitas Tel Aviv menambahkan, “China adalah contoh cara negara menggunakan serangan siber. China menggunakannya terutama untuk mencuri kekayaan intelektual. Contoh terbaru tentang bagaimana China beroperasi di domain dunia maya terjadi hanya beberapa hari yang lalu ketika FBI mengatakan sedang menyelidiki peretasan yang dilakukan oleh China terhadap lembaga-lembaga kesehatan di seluruh Amerika.”
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga melaporkan terjadinya lebih dari dua kali lipat jumlah upaya peretasan terhadap komputernya, dan memperingatkan bahwa serangan siber cenderung semakin meningkat bahkan ketika seluruh dunia berusaha keras untuk secepatnya menemukan vaksin virus corona. [lt/jm]