Puluhan ribu orang berunjuk rasa di seluruh kota Myanmar pada hari Minggu (7/2) untuk memprotes kudeta yang dilakukan oleh junta militer dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi. Aksi unjuk rasa itu adalah protes terbesar sejak Revolusi Saffron 2007 yang berpengaruh pada proses reformasi demokrasi Myanmar.
Para demonstran mengenakan kaos merah, bendera merah dan balon merah, warna Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
“Kami tidak ingin kediktatoran militer! Kami ingin demokrasi!" teriak mereka.
Pada Minggu (7/2) sore, sebagaimana dilansir dari Reuters, junta mengakhiri pemblokiran internet. Pemblokiran tersebut sebelumnya mengakibatkan kemarahan masyarakat yang dimulai sejak kudeta pada 1 Februari semakin berkobar. Kudeta dianggap menghentikan proses transisi demonstrasi di Myanmar.
Kerumunan demonstran terlihat memenuhi jalan saat mereka menuju Pagoda Sule di jantung kota Yangoon.
BACA JUGA: Demonstran Myanmar Gelar Aksi Protes Lebih BeraniSederet polisi bersenjata dengan perisai anti huru hara mendirikan barikade, tetapi tidak mencoba menghentikan demonstrasi. Beberapa demonstran menghadiahi polisi dengan bunga sebagai tanda perdamaian. Para pengunjuk rasa memberi hormat dengan tiga jari yang telah menjadi simbol protes terhadap kudeta.
“Kami tidak ingin kediktatoran untuk generasi berikutnya,” kata Thaw Zin, 21 tahun. “Kami tidak akan menyelesaikan revolusi ini sampai kami membuat sejarah. Kami akan berjuang sampai akhir. "
Suu Kyi, 75, menghadapi dakwaan mengimpor enam walkie-talkie secara ilegal dan ditahan untuk penyelidikan hingga 15 Februari. Pengacaranya mengatakan dia belum diizinkan untuk menemuinya. [ah]