Mahkamah Konstitusi telah memutuskan menolak seluruh gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Kamis lalu (27/6). Alhasil, duet Joko Widodo-Ma'ruf Amin memenangkan pemilu presiden sesuai penetapan hasil perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum 21 Mei lalu, dan akan disahkan pada hari ini, Minggu (30/6).
Meski terpilih kembali untuk lima tahun ke depan, Presiden Joko Widodo memiliki tugas berat, yakni menciptakan rekonsiliasi dengan para pendukung Prabowo. Kampanye berbulan-bulan telah membuat massa pendukung menjadi sangat militan sehingga muncul perpecahan dalam di antara pendukung kedua capres.
BACA JUGA: Sikapi Putusan MK, Jokowi Janji Jadi Presiden Bagi SemuaDalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (29/6), pengamat komunikasi politik Henri Satrio memuji pidato Joko Widodo sehabis keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi karena berusaha merangkul para pendukung Prabowo. Menurutnya beban untuk menyatukan kembali lebih berada di pihak Joko Widodo sebagai pemenang karena mereka memiliki segalanya.
Ditambahkannya, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dipimpin Prabowo dapat bergabung dalam pemerintahan Joko Widodo, namun dia menyebut adalah hal kuno kalau rekonsiliasi sekadar bagi-bagi kursi menteri.
"Kalau semuanya di Pak Jokowi, nanti kemudian nyanyian lagu setuju itu kembali menggema, apa bedanya dengan Orde Baru jilid dua. Tapi terserah kalau kemudian Pak Jokowi mau menciptakan situasi pemerintahan yang Orde baru jilid dua," kata Henri.
Henri masih berharap tetap ada oposisi yang memberikan masukan kritis pada pemerintah. Menurutnya, kalau semua partai masuk ke kubu petahana maka pemerintahan Joko Widodo nantinya tidak berbeda dengan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto.
Politikus Partai Gerindra Hendarsam Marantuko mengatakan Prabowo tidak akan mengambil keputusan sendiri untuk menentukan ke mana arah koalisinya : apakah bergabung ke dalam pemerintahan Joko Widodo atau tetap menjadi oposisi.
Hendarsam mengakui di internal Gerindra memang ada perbedaan pendapat: ada yang ingin menyeberang ke Joko Widodo, ada yang memlih tetap berada di luar pemerintahan.
"Tapi pada prinsipnya kita ingin embali pada kepentingan Partai Gerindra itu sendiri pada saat ini. Karena sejak koalisi itu dibubarkan, maka semua kebijakan balik kepada partainya masing-masing," ujar Hendarsam.
Hendarsam menilai pidato Joko Widodo yang menyatakan akan menjadi presiden bagi semua golongan merupakan pesan penting bagi Gerindra dan semua pendukung Prabowo. Dia menambahkan polarisasi yang terjadi di masyarakat karena pemimpin ada hanya untuk satu golongan saja.
Hendarsam mengakui Partai Gerindra sudah nyaman menjadi oposisi selama lima tahun terakhir. Hal ini terbukti Gerindra menjadi partai peraih kursi terbanyak kedua setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)pada Pemilihan Umum 2019.
BACA JUGA: Prabowo Resmi Bubarkan Koalisi Indonesia Adil MakmurDalam kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (perludem) Titi Anggraini mengatakan tantangan terbesar bagi Joko Widodo di periode kedua adalah justru soal bagaimana meninggalkan warisan dan kesan terbaik di akhir pemerintahannya nanti.
"Pak Jokowi harus membuktikan betul dia tidak ada beban. Satu sisi janji politiknya bisa dia realisasikan, merangkul semua kelompok, tata kelola pemerintahan yang inklusif, antikorupsi, dan lain sebagainya, yang kalau kita evaluasi di periode pertama itu yang agak tertinggal sebetulnya hukum, demokrasi, dan politik yang tidak terlalu banyak disentuh," kata Titi.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan mengatakan soal masuk atau tidaknya kubu Prabowo dalam pemerintahan Joko Widodo mendatang akan menyerahkan sepenuhnya pada kebijakan presiden. [fw/em]