Rencana Amerika Serikat untuk meningkatkan kekuatan udaranya di Pasifik dinilai para analis sebagai upaya untuk memperkuat daya tangkal di wilayah Indo-Pasifik dan mengimbangi upaya China untuk mendominasi di wilayah tersebut.
Angkatan Udara AS berencana untuk meningkatkan lebih dari 80 jet tempur yang ditempatkan di pangkalan-pangkalan Jepang selama beberapa tahun ke depan sebagai bagian dari program senilai US$10 miliar untuk memodernisasi pasukannya di sana.
Departemen Pertahanan mengumumkan rencana tersebut minggu lalu, dengan mengatakan bahwa hal itu bertujuan untuk meningkatkan aliansi AS-Jepang dan meningkatkan daya tangkal di Indo-Pasifik.
"Ini adalah peningkatan yang diperlukan yang telah direncanakan selama beberapa waktu. Dan dikombinasikan dengan investasi Jepang sendiri, ini akan membantu menjaga keseimbangan kekuatan udara antara para sekutu dan kemajuan China dalam modernisasi angkatan udara," ungkap James Schoff, direktur senior Prakarsa Aliansi A.S.-Jepang NEXT di Sasakawa Peace Foundation USA.
"Tanpa itu, kredibilitas kapasitas pertahanan AS akan jauh lebih lemah, yang dapat menyebabkan Beijing meragukan keseriusan AS dalam melindungi status quo di Selat Taiwan dan mendorong perilaku China yang lebih agresif," kata Schoff.
BACA JUGA: Presiden Taiwan: Sebuah Kelompok Kecil Bisa Kalahkan Kelompok BesarKementerian Pertahanan Taiwan mengatakan bahwa pihaknya melihat 37 pesawat China di dekat Taiwan pada hari Rabu ketika mereka menuju ke Pasifik Barat untuk latihan dengan kapal induk Shandong.
Pesawat-pesawat jet dan kapal perang China sering melakukan manuver berbahaya di sekitar pulau Taiwan yang berpemerintahan sendiri, dan Beijing klaim sebagai bagian dari wilayahnya sendiri.
Mantan Komandan Indo-Pasifik A.S. John Aquilino pada bulan Maret lalu mengatakan kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat bahwa China dalam waktu dekat dapat menjadi angkatan udara terbesar di dunia.
China saat ini merupakan kekuatan udara terbesar ketiga di dunia, di belakang Amerika Serikat dan Rusia.
Upaya modernisasi militer China yang cepat telah membuatnya memiliki lebih dari 3.150 pesawat terbang, di mana sekitar 2.400 di antaranya merupakan pesawat tempur, termasuk jet tempur, pesawat pengebom strategis dan taktis, serta pesawat serang, demikian menurut laporan Pentagon tahun 2023 tentang kekuatan militer China.
Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, pada Senin mengatakan kepada VOA bahwa "hubungan AS-Jepang tidak boleh menargetkan atau merugikan kepentingan negara lain dan tidak boleh merusak perdamaian dan stabilitas regional."
Selain melindungi Taiwan, peningkatan yang mencakup jet tempur canggih F-35 juga akan membantu Pasukan AS Jepang (USFJ) menghalangi Korea Utara dan mempertahankan Kepulauan Barat Daya Jepang, kata James Przystup, seorang peneliti senior di Hudson Institute.
Jepang dan Rusia juga memiliki sengketa atas pulau-pulau di lepas pantai Hokkaido, yang oleh Jepang disebut sebagai Wilayah Utara dan oleh Rusia disebut sebagai Kepulauan Kuril.
Rencana peningkatan pesawat AS adalah untuk memodifikasi beberapa jet F-35B yang ditempatkan di Stasiun Udara Korps Marinir Iwakuni di prefektur Yamaguchi di selatan Hiroshima.
Pangkalan Udara Misawa di prefektur Aomori, utara Jepang, akan memperoleh 48 jet F-35A menggantikan 36 pesawat F-16.
Di Pangkalan Udara Kadena di pulau selatan Jepang, Okinawa, 48 jet F-15 C/D akan diganti dengan 36 jet F-15EX baru. Selama pemutakhiran itu, pesawat taktis generasi keempat dan kelima akan dikirim secara bergilir, demikian menurut Pentagon.
BACA JUGA: China Tanggapi Pakta Jepang-Filipina, NATO dan Dalai Lama"Pembaruan ini akan memberikan peningkatan kualitatif dan kuantitatif pada inventaris USFJ, yang juga akan meningkatkan kesiapan aliansi A.S.-Jepang untuk menghadapi China, Korea Utara, dan Rusia," ungkap Ryo Hinata-Yamaguchi, seorang profesor di University of Tokyo dan peneliti senior nonresiden di Prakarsa Keamanan Indo-Pasifik Dewan Atlantik.
"Manfaatnya akan terlihat tidak hanya dalam operasi udara tetapi juga menjaga kemampuan A.S. dan Jepang untuk operasi angkatan laut dan amfibi. Platformnya tidak hanya tentang keunggulan teknologi untuk pertempuran, tetapi juga kemampuan perang elektronik yang lebih canggih untuk menembus kelemahan China, Korea Utara, dan Rusia," katanya.
China sering melakukan latihan udara bersama dengan Rusia di atas perairan dekat Korea Selatan dan Jepang. Pada bulan Desember, jet-jet China dan Rusia memasuki Zona Identifikasi Pertahanan Udara Korea Selatan, yang mendorong Seoul untuk mengerahkan jet-jet tempurnya sebagai tanggapan.
David Maxwell, wakil presiden Pusat Strategi Asia Pasifik, mengatakan, "Rusia telah melakukan beberapa operasi gabungan dengan China secara terbatas baru-baru ini, jadi jika Rusia beroperasi di Indo-Pasifik, tentu saja hal itu menunjukkan bahwa sistem ini akan memberikan kontribusi bagi pertahanan kepentingan AS dan sekutunya."
BACA JUGA: China dan Belarus Memulai Latihan Antiterorisme GabunganMaxwell mengatakan bahwa pangkalan AS di Jepang memberikan AS "banyak fleksibilitas operasional untuk dapat menangani berbagai situasi, baik di Semenanjung Korea maupun di Laut China Selatan, atau di mana pun di Asia."
Okinawa berjarak sekitar 740 kilometer dari Taiwan dan 990 kilometer dari kota pelabuhan selatan Korea Selatan, Busan. Kadena, yang disebut oleh AS sebagai "tonggak penting Pasifik", adalah fasilitas AS terbesar di Indo-Pasifik.
Zack Cooper, peneliti senior di American Enterprise Institute, yang menjabat sebagai asisten khusus wakil menteri pertahanan untuk kebijakan selama pemerintahan George W. Bush, mengatakan bahwa rotasi kehadiran pesawat terbang di Kadena selama transisi pemutakhiran membantu A.S. mengerahkan mereka jika terjadi serangan.
"Pangkalan Udara Kadena berada di bawah ancaman yang lebih besar dibandingkan dalam beberapa dekade ini" dari berbagai kemampuan China, baik rudal balistik maupun rudal jelajah, katanya. "Ada beberapa opsi untuk mengatasi hal itu. Salah satunya adalah agar AS menyebarkan lebih banyak pasukannya sehingga jika ada serangan, pemusatan pasukan AS akan berkurang." [my/uh]