Krisis politik di Republik Demokratik Kongo yang selalu bergolak, Senin (7/12) makin memburuk, ketika para anggota parlemen membatalkan koalisi di Parlemen setelah Presiden Felix Tshisekedi membubarkan koalisi yang berkuasa, tetapi goyah.
Pemerintahan Tshisekedi selama ini terpuruk dalam pertikaian. Perselisihan antara anggota Parlemen yang setia kepada pendahulunya yang kuat, Joseph Kabila, dan memimpin lebih dari 300 kursi di Parlemen yang beranggotakan 500 orang, dengan para pendukung presiden, makin meruncing.
Pada Minggu (6/12), Tshisekedi mengatakan akan membentuk koalisi baru dan memperingatkan ia mungkin terpaksa membubarkan Parlemen dan mengadakan pemilihan baru di negara yang dilanda konflik dan korupsi selama beberapa dekade itu.
"Mayoritas (yang berkuasa di parlemen) saat ini telah hancur, dan diperlukan mayoritas baru," katanya dan menambahkan, jika ia gagal membentuk koalisi baru, pemilihan baru akan menjadi solusi untuk menggunakan hak prerogatif konstitusional yang diberikan kepadanya untuk mengembalikannya kepada rakyat dan meminta mayoritas.
Pengumuman pada Senin (7/12) itu memicu kekerasan di Parlemen dengan sumber yang dekat dengan ketua majelis pro-Kabila menuduh anggota parlemen dari partai Tshisekedi mengamuk, menghancurkan meja dan kursi.
Rekaman video yang menunjukkan orang-orang membalikkan meja viral di media sosial. Seorang wartawan kantor berita AFP mengatakan semua perabotan di podium dirusak.
"Sidang paripurna telah dialihkan ke tanggal lain," kata Parlemen yang mengecam perusakan furnitur dan "kehadiran pengawal bersenjata di dalam majelis". [my/pp/aa]