Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendesak pemerintah Burma mengatasi kekerasan terhadap kelompok Muslim di negara itu.
SINGAPURA —
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan Selasa (23/4) bahwa ia akan mendesak para pemimpin Burma untuk mengatasi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Buddhis terhadap kelompok Muslim, yang menurutnya dapat menyebabkan masalah-masalah bagi Muslim lainnya di wilayah Asia.
Presiden Yudhoyono mengunjungi Burma pada Selasa dan Rabu, sebulan setelah paling tidak 43 orang, sebagian besar Muslim, tewas dalam kekerasan empat hari yang dipimpin oleh kelompok Buddhis di kota Meikhtila, sekitar 130 kilometer dari ibukota Naypyitaw. Hal itu telah memicu gelombang kekerasan anti-Muslim.
“Jika tidak diatasi dengan cara yang terbaik, dampaknya buruk bagi Burma dan bahkan bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim,” ujar Presiden dalam acara Thomson Reuters Newsmaker, sebuah forum yang diadakan di Singapura.
Suasana berangsur pulih di Meikhtila dan daerah rentan di Burma tengah lainnya setelah pihak berwenang memberlakukan undang-undang darurat perang dan pengiriman pasukan. Sebuah investigasi oleh kantor berita Reuters menunjukkan bahwa serangan itu terorganisir dengan baik, terkadang lewat persekongkolan dengan polisi yang menutup mata terhadap kekerasan tersebut.
“Saya akan mendorong Burma mengatasinya dengan bijak, sesuai dan mencegah ketegangan dan kekerasan. Kami di Indonesia siap memberi dukungan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,” ujar Presiden.
Presiden Yudhoyono akan bertemu dengan Presiden Burma Thein Sein dalam kunjungan tersebut dan menandatangani perjanjian kesepahaman mengenai perdagangan beras, ujar seorang pejabat pemerintah.
Kunjungan Presiden menyusul kerusuhan berdarah tahun lalu terhadap Muslim Rohingya, sebuah kelompok minoritas etnis, di negara bagian Rakhine yang digambarkan oleh sebuah laporan Human Rights Watch, lembaga hak asasi manusia di New York, pada Senin (22/4) sebagai pembersihan etnis. Dakwaan ini disangkal oleh pemerintah.
“Ada tantangan-tantangan lainnya di Burma seperti ketegangan komunal yang dihadapi etnis Rohingya,” ujar Presiden Yudhoyono.
Kekerasan di Rakhine tahun lalu menewaskan sedikitnya 110 orang, sebagian besar Rohingya Muslim, dan membuat 120.000 orang kehilangan rumahnya.
Presiden Yudhoyono mengatakan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang berhubungan dengan para pemimpin Burma sejak kepemimpinan militer “untuk mendorong mereka melanjutkan proses demokratisasi supaya mereka tidak perlu dirugikan oleh embargo.”
“Para pemimpin dunia sekarang mengunjungi Burma karena mereka melihat negara itu telah berubah,” ujar Presiden.
“Saya akan berkunjung ke Burma hari ini untuk mendukung dan mendorong proses demokratisasi, pembangunan bangsa, penegakan hukum dan hak asasi manusia.” (Reuters/Jason Szep dan John O'Callaghan)
Presiden Yudhoyono mengunjungi Burma pada Selasa dan Rabu, sebulan setelah paling tidak 43 orang, sebagian besar Muslim, tewas dalam kekerasan empat hari yang dipimpin oleh kelompok Buddhis di kota Meikhtila, sekitar 130 kilometer dari ibukota Naypyitaw. Hal itu telah memicu gelombang kekerasan anti-Muslim.
“Jika tidak diatasi dengan cara yang terbaik, dampaknya buruk bagi Burma dan bahkan bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim,” ujar Presiden dalam acara Thomson Reuters Newsmaker, sebuah forum yang diadakan di Singapura.
Suasana berangsur pulih di Meikhtila dan daerah rentan di Burma tengah lainnya setelah pihak berwenang memberlakukan undang-undang darurat perang dan pengiriman pasukan. Sebuah investigasi oleh kantor berita Reuters menunjukkan bahwa serangan itu terorganisir dengan baik, terkadang lewat persekongkolan dengan polisi yang menutup mata terhadap kekerasan tersebut.
“Saya akan mendorong Burma mengatasinya dengan bijak, sesuai dan mencegah ketegangan dan kekerasan. Kami di Indonesia siap memberi dukungan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,” ujar Presiden.
Presiden Yudhoyono akan bertemu dengan Presiden Burma Thein Sein dalam kunjungan tersebut dan menandatangani perjanjian kesepahaman mengenai perdagangan beras, ujar seorang pejabat pemerintah.
Kunjungan Presiden menyusul kerusuhan berdarah tahun lalu terhadap Muslim Rohingya, sebuah kelompok minoritas etnis, di negara bagian Rakhine yang digambarkan oleh sebuah laporan Human Rights Watch, lembaga hak asasi manusia di New York, pada Senin (22/4) sebagai pembersihan etnis. Dakwaan ini disangkal oleh pemerintah.
“Ada tantangan-tantangan lainnya di Burma seperti ketegangan komunal yang dihadapi etnis Rohingya,” ujar Presiden Yudhoyono.
Kekerasan di Rakhine tahun lalu menewaskan sedikitnya 110 orang, sebagian besar Rohingya Muslim, dan membuat 120.000 orang kehilangan rumahnya.
Presiden Yudhoyono mengatakan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang berhubungan dengan para pemimpin Burma sejak kepemimpinan militer “untuk mendorong mereka melanjutkan proses demokratisasi supaya mereka tidak perlu dirugikan oleh embargo.”
“Para pemimpin dunia sekarang mengunjungi Burma karena mereka melihat negara itu telah berubah,” ujar Presiden.
“Saya akan berkunjung ke Burma hari ini untuk mendukung dan mendorong proses demokratisasi, pembangunan bangsa, penegakan hukum dan hak asasi manusia.” (Reuters/Jason Szep dan John O'Callaghan)