Sebagian jemaah yang salat Jumat di dekat reruntuhan sebuah masjid di bagian selatan Gaza tak dapat menahan air mata mereka saat mendengar ayat-ayat Al Quran yang dilantunkan imam. Masjid di kota Rafah, satu dari sekian banyak masjid yang hancur akibat serangan darat dan udara Israel ke Jalur Gaza, sedapat mungkin tetap melangsungkan salat berjamaah; termasuk salat Jumat terakhir dalam bulan Ramadan ini.
Warga Muslim meningkatkan ibadah mereka dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, yang diyakini akan datang Lailatul Qadar di mana Allah SWT mengutus malaikat Jibril untuk menemui Nabi Muhammad SAW dan menurunkan ayat-ayat pertama kitab suci Al Quran.
Salah seorang Jemaah, Abu Mohammad Hajjaj mengatakan, “Sejujurnya pesan dan doa seluruh warga Palestina saat ini adalah agar perang di Jalur Gaza segera berakhir. Kami memohon agar Allah SWT membantu kami, mengeluarkan kami dari penderitaan ini, dan mengizinkan semua yang mengungsi untuk kembali ke rumah mereka masing-masing.”
BACA JUGA: Enam Bulan Perang Gaza: Israel Klaim “Selangkah Lagi Menang”Hal senada disampaikan Wassil Ahmed Abu Zeid. “Kami biasanya salat di masjid ini, dan masjid ini kini hancur. Alhamdulillah ada tenda ini sehingga kami dapat menyampaikan doa-doa malam Lailatul Qadar. Kami berdoa agar Allah SWT mengakhiri perang ini dan mengizinkan orang-orang pulang, dan kami kembali sejahtera dan aman. Kami mensyukuri seluruh nikmat Allah SWT.”
Departemen Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikuasai Hamas, mengatakan hingga hari Minggu 7 April ini, atau berarti enam bulan sejak berkecamuknya perang Israel-Hamas, lebih dari 33.000 orang tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sedangkan korban luka-luka mencapai lebih dari 75.600 orang.
PBB mengatakan sebagian besar warga di bagian utara Gaza kini mengalami kelaparan akut. Kantor berita Associated Press melaporkan, bagaimana keluarga Wael Attar, yang memutuskan bertahan di kota Jabalita di Jalur Gaza, kini mengumpulkan daun-daun mallow untuk digunakan sebagai “kaldu” yang disantap keluarga ini saat berbuka puasa. Attar bersama istrinya Mariam dan kedua anak perempuan mereka tinggal di sebuah sekolah yang berfungsi sebagai tempat penampungan.
“Tidak ada makanan, air bersih, atau lainnya. Setiap hari kami memetik daun mallow dan pergi ke rumah-rumah yang hancur guna mendapatkan kayu bakar untuk memasak. Kami juga antre panjang untuk mendapatkan air bersih untuk minum,” kata Attar.
BACA JUGA: Dewan HAM PBB Tuduh Israel Lakukan Kejahatan Perang terhadap Warga PalestinaMariam mengatakan suaminya beberapa kali nyaris kehilangan nyawa karena berupaya mendapatkan makanan bagi keluarga mereka.
Dewan Keamanan PBB pada akhir Maret lalu telah meloloskan resolusi yang mengikat secara hukum untuk melaksanakan gencatan senjata.
Pengadilan tertinggi PBB menyimpulkan ada “risiko genosida yang masuk akal” di Gaza, suatu tuduhan yang dibantah keras oleh Israel.
PBB mengatakan kerugian akibat hancurnya berbagai infrastruktur di Jalur Gaza mencapai US$18,5 miliar. Sementara diperkirakan perlu waktu bertahun-tahun untuk membersihkan 26 juta ton puing-puing bangunan. [em/ka]