Roberta Metsola, seorang Kristen Demokrat dari Malta, pada Selasa (18/1) terpilih menjadi presiden parlemen Uni Eropa, menjadikannya sebagai perempuan ketiga dari empat posisi penting di blok 27 negara itu.
Metsola menggantikan David Sassoli, seorang sosialis dari Italia, yang meninggal dunia pekan lalu.
Metsola, yang merayakan hari ulang tahun ke 43 pada Selasa (18/1) ini, merupakan presiden termuda parlemen Eropa. Ia adalah perempuan ketiga yang terpilih untuk menduduki jabatan itu.
BACA JUGA: Presiden Parlemen Uni Eropa, David Sassoli Meninggal DuniaMetsola adalah kandidat dari kelompok parlemen terbesar yang meraih 458 dari 616 suara. Ia telah menduduki posisi presiden sementara sejak meninggalnya Sassoli pada 11 Januari lalu.
“Saya tahu menjadi presiden perempuan pertama di parlemen ini sejak 1999 penting, baik di dalam maupun di luar ruangan ini, tetapi ini harus lebih jauh lagi,” ujar Metsola dalam pleno itu.
Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen tidak dapat menghadiri sesi parlemen itu karena sedang menjalani karantina terkait COVID-19.
Tokoh perempuan lainnya di blok itu adalah Christine Lagarde, yang menjalankan Bank Sentral Eropa dan memiliki pengaruh kuat atas perekonomian Uni Eropa.
Dewan Eropa, yang mewakili pemerintahan dari 27 negara anggota, dipimpin oleh seorang laki-laki yaitu Charles Michel. Sebagai presiden dewan itu, ia menjadi tuan rumah pertemuan puncak para pemimpin blok itu.
Pemilihan presiden untuk paruh kedua badan legislatif itu sudah direncanakan sejak lama, tetapi terasa pedih setelah kematian Sassoli yang telah jatuh sakit selama beberapa bulan dan memutuskan bahwa ia tidak akan bertarung untuk masa jabatan kedua dalam setengah tahun ke depan.
BACA JUGA: Uni Eropa Peringatkan Sanksi Keras terhadap Rusia Jika Invasi UkrainaMetsola akan memimpin sebuah institusi Uni Eropa yang selama bertahun-tahun menjadi semakin kuat dan berperan penting memetakan arah blok 27 negara pada isu-isu seperti ekonomi digital, perubahan iklim dan Brexit.
Metsola, yang dikenal sebagai sosok yang “menjembatani” antar pihak, mengatakan ia akan tetap berpegang pada gaya kerja Sassoli. Berkaca pada presiden perempuan terakhir parlemen Eropa, Nicola Fontaine dari Prancis yang memimpin antara tahun 1999-2002, Metsola bertekad “tidak akan ada dua dekade lagi hingga perempuan berikutnya berdiri di sini.”
Parlemen Eropa mewakili 450 juta warga Uni Eropa, dan menyebut dirinya sebagai “jantung demokrasi Eropa.” [em/jm]