Empat pengungsi Rohingya tewas dalam baku tembak antara dua kelompok pemberontak di Bangladesh, kata polisi pada Rabu (6/12). Ini merupakan tanda terbaru memburuknya keamanan di kamp-kamp bantuan yang penuh sesak di negara tersebut.
Bangladesh menampung sekitar satu juta warga minoritas yang tidak memiliki kewarganegaraan dan umumnya beragama Islam itu. Sebagian besar dari mereka melarikan diri dari tindakan keras militer tahun 2017 di Myanmar yang kini menjadi sasaran penyelidikan genosida PBB.
Puluhan kamp pengungsi kumuh yang menampung warga Rohingya telah berubah menjadi medan pertempuran antara kelompok-kelompok bersenjata yang bersaing, yang menggunakan permukiman tersebut sebagai pos penyelundupan narkoba dan penyelundupan manusia.
Kepala polisi setempat Shamim Hossain mengatakan kepada AFP bahwa baku tembak selama satu jam terjadi antara Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) dan Rohingya Solidarity Organisation (RSO) pada Selasa malam.
“Empat pengungsi Rohingya tewas dan dua warga Rohingya lainnya luka berat,” tambahnya.
Tidak ada kelompok yang memberikan komentar langsung mengenai bentrokan tersebut.
RSO telah menantang ARSA yang lebih besar dan lebih mapan untuk menguasai kamp-kamp tersebut sejak awal tahun ini, bertepatan dengan tindakan keras terhadap ARSA oleh pasukan keamanan Bangladesh.
Kekerasan telah lama menjadi fakta kehidupan bagi mereka yang tinggal di kamp-kamp permukiman pengungsi.
Polisi mengatakan lebih dari 60 pengungsi Rohingya tewas dalam bentrokan di kamp-kamp Bangladesh tahun ini, termasuk perempuan dan anak-anak.
Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) pada Minggu mengatakan pihaknya “khawatir dengan terus memburuknya kondisi keamanan di kamp-kamp tersebut”.
Malnutrisi juga tersebar luas, dan badan pangan PBB mengatakan kekurangan dana tahun ini telah memaksa mereka memotong jatah makanan hingga sepertiganya.
BACA JUGA: UNHCR: 400 Rohingya yang Terkatung-katung di Laut Andaman Berisiko MeninggalWarga Rohingya yang masih tinggal di Myanmar menghadapi penganiayaan berat oleh pihak berwenang yang tidak memberikan mereka kewarganegaraan dan akses terhadap layanan kesehatan.
Situasi menyedihkan baik di sana maupun di kamp-kamp Bangladesh telah mendorong ribuan warga Rohingya melakukan perjalanan laut yang berbahaya dan sering kali mematikan ke negara-negara Asia Tenggara untuk melarikan diri.
Lebih dari 1.000 orang mendarat di provinsi paling barat Indonesia bulan lalu, yang merupakan gelombang pengungsi Rohingya terbesar sejak tahun 2015.
Hampir 350 orang Rohingya tewas atau hilang tahun lalu ketika mencoba melakukan penyeberangan laut yang berbahaya, menurut perkiraan UNHCR. [ab/uh]