Majalah musik Rolling Stone mendapat kecaman karena menampilkan tersangka pembom Maraton Boston di sampulnya.
NEW YORK —
Foto wajah Dzhokhar Tsarnaev di sampul majalah Rolling Stone yang akan mulai dijual Jumat (19/7) ini terlihat seperti Bob Dylan muda atau Jim Morrison, dibandingkan pemuda 19 tahun yang muncul beberapa waktu lalu di pengadilan dengan tangan digips dan wajah bengkak, dan menyatakan tidak bersalah atas pemboman pada maraton Boston.
Foto serupa dari Tsarnaev diedarkan secara luas oleh surat kabar dan majalah sebelumnya, namun dalam konteks ini Rolling Stone mendapat kecaman dan tuduhan bahwa majalah itu mengubah tersangka pemboman menjadi sesuatu yang lebih menarik.
Foto, yang diungkapkan majalah itu Rabu, menunjukkan Tsarnaev muda yang bermata lembut dan berambut ikal panjang. Majalah itu memilih foto tersebut untuk mempromosikan kisah penyelidikan mendalam mengenai kehidupan Tsarnaev menjelang serangan 15 April. Namun penampilan foto itu, memunculkan tuduhan bahwa Rolling Stone membesar-besarkan terorisme.
“Saya tidak dapat memikirkan contoh lain dimana suatu pihak membuat citra tersangka teroris menjadi glamor. Ini citra bintang rock. Ini citra seseorang yang dikagumi, seseorang yang memiliki basis penggemar, seseorang yang kita kritik sebagai seni,” ujar Kathleen Hall Jamieson, profesor ilmu komunikasi dan direktur Pusat Kebijakan Publik di University of Pennsylvania.
Pemuatan foto ini dengan segera memicu kemarahan publik, termasuk kata-kata keras dari walikota Boston, penyintas pemboman dan gubernur Massachusetts. Ribuan orang melalui Facebook dan Twitter mengecam majalah itu, dengan banyak di antara mereka bersumpah tidak akan lagi membeli majalah itu.
Sejumlah pengecer, termasuk dua jaringan toko obat nasional, menolak untuk menjual edisi tersebut. Sedikitnya lima peritel mengatakan mereka tidak akan menjual majalah yang berisi artikel mendalam mengenai bagaimana seorang remaja yang menarik dan disukai telah mengambil jalan gelap dan menjadi Muslim radikal.
“Fakta bahwa Dzhokhar Tsarnaev masih muda, dan pada kelompok usia sama dengan banyak pembaca kita, membuatnya lebih penting bagi kami untuk meneliti kompleksitas isu ini dan memiliki pemahaman yang lebih lengkap mengenai bagaimana tragedi ini terjadi,” menurut pihak majalah dalam pernyataan tertulis.
James “Bim” Costello, 30, dari Malden, Massachusetts, yang terluka parah pada kaki dan tangan kanannya akibat pemboman tersebut, merasa marah dengan keputusan majalah tersebut.
“Saya kira siapa pun yang menulis artikel seharusnya ditembak kakinya, berjuang melewati perawatan dan kemudian melihat siapa yang akan mereka pilih di sampul majalah,” ujarnya.
Artikel utama tersebut, ujarnya, seperti keinginan Rolling Stone untuk menarik perhatian.
Lauren Gabler, yang menyelesaikan maraton Boston keempatnya dan berada tidak jauh dari lokasi ledakan April lalu, menyangka bahwa di sampul majalah itu adalah model atau bintang rock.
“Saya belum membaca artikelnya, dan saya tahu barangkali tulisannya cukup mendalam, namun reaksi pertama saya adalah foto yang digunakan itu hampir membuatnya seperti pria baik,” ujar Gabler.
Rolling Stone mengatakan cerita sampul itu merupakan bagian dari “komitmen panjang terhadap liputan serius dan mendalam mengenai isu-isu politik dan budaya yang penting saat ini.” Dan majalah tersebut telah menampilkan sampul orang-orang di luar dunia hiburan, mulai dari Presiden AS Barack Obama sampai kriminal Charles Manson.
Menaruh kriminal atau tersangka kriminal di sampul majalah besar bisa dijustifikasi bila itu adalah figur berita besar, ujar Samir Husni, profesor jurnalistik yang mengepalai Pusat Inovasi Majalah di University of Mississippi.
Namun memanipulasi foto secara digital bukan sesuatu yang dapat dijustifikasi, ujar Husni, yang berasal dari Lebanon.
“Mereka mungkin akan menyesalinya nanti,” ujarnya mengenai penanganan sampul majalah tersebut.
“Bahkan jika tidak dimanipulasi pun hal itu akan membawa reaksi negatif.”
Ratusan orang mengecam majalah itu di Facebook dan Twitter. Ada yang memaki-maki, ada juga yang mengekspresikan kesedihan dan bersumpah tidak akan membaca atau membeli majalah itu lagi.
Walikota Boston Thomas M. Menino berbicara dengan pihak majalah itu dalam sebuah surat kepada penerbit Rolling Stone Jann Wenner, menuduh majalah itu memberikan “perlakuan selebriti” pada Tsarnaev dan menyebut sampul itu “berniat buruk” dan mendukung “pesan buruk bahwa kerusakan menghasilkan ketenaran bagi para pembunuh dan keyakinan mereka.”
Surat itu menyebut sampul itu sebuah strategi pemasaran dan ditutup dengan pernyataan: “Para penyintas serangan Boston berhak mendapat cerita sampul Rolling Stone, meski saya tidak lagi merasa Rolling Stone pantas mendapatkan mereka.” (AP/Leanne Italie)
Foto serupa dari Tsarnaev diedarkan secara luas oleh surat kabar dan majalah sebelumnya, namun dalam konteks ini Rolling Stone mendapat kecaman dan tuduhan bahwa majalah itu mengubah tersangka pemboman menjadi sesuatu yang lebih menarik.
Foto, yang diungkapkan majalah itu Rabu, menunjukkan Tsarnaev muda yang bermata lembut dan berambut ikal panjang. Majalah itu memilih foto tersebut untuk mempromosikan kisah penyelidikan mendalam mengenai kehidupan Tsarnaev menjelang serangan 15 April. Namun penampilan foto itu, memunculkan tuduhan bahwa Rolling Stone membesar-besarkan terorisme.
“Saya tidak dapat memikirkan contoh lain dimana suatu pihak membuat citra tersangka teroris menjadi glamor. Ini citra bintang rock. Ini citra seseorang yang dikagumi, seseorang yang memiliki basis penggemar, seseorang yang kita kritik sebagai seni,” ujar Kathleen Hall Jamieson, profesor ilmu komunikasi dan direktur Pusat Kebijakan Publik di University of Pennsylvania.
Pemuatan foto ini dengan segera memicu kemarahan publik, termasuk kata-kata keras dari walikota Boston, penyintas pemboman dan gubernur Massachusetts. Ribuan orang melalui Facebook dan Twitter mengecam majalah itu, dengan banyak di antara mereka bersumpah tidak akan lagi membeli majalah itu.
Sejumlah pengecer, termasuk dua jaringan toko obat nasional, menolak untuk menjual edisi tersebut. Sedikitnya lima peritel mengatakan mereka tidak akan menjual majalah yang berisi artikel mendalam mengenai bagaimana seorang remaja yang menarik dan disukai telah mengambil jalan gelap dan menjadi Muslim radikal.
“Fakta bahwa Dzhokhar Tsarnaev masih muda, dan pada kelompok usia sama dengan banyak pembaca kita, membuatnya lebih penting bagi kami untuk meneliti kompleksitas isu ini dan memiliki pemahaman yang lebih lengkap mengenai bagaimana tragedi ini terjadi,” menurut pihak majalah dalam pernyataan tertulis.
James “Bim” Costello, 30, dari Malden, Massachusetts, yang terluka parah pada kaki dan tangan kanannya akibat pemboman tersebut, merasa marah dengan keputusan majalah tersebut.
“Saya kira siapa pun yang menulis artikel seharusnya ditembak kakinya, berjuang melewati perawatan dan kemudian melihat siapa yang akan mereka pilih di sampul majalah,” ujarnya.
Artikel utama tersebut, ujarnya, seperti keinginan Rolling Stone untuk menarik perhatian.
Lauren Gabler, yang menyelesaikan maraton Boston keempatnya dan berada tidak jauh dari lokasi ledakan April lalu, menyangka bahwa di sampul majalah itu adalah model atau bintang rock.
“Saya belum membaca artikelnya, dan saya tahu barangkali tulisannya cukup mendalam, namun reaksi pertama saya adalah foto yang digunakan itu hampir membuatnya seperti pria baik,” ujar Gabler.
Rolling Stone mengatakan cerita sampul itu merupakan bagian dari “komitmen panjang terhadap liputan serius dan mendalam mengenai isu-isu politik dan budaya yang penting saat ini.” Dan majalah tersebut telah menampilkan sampul orang-orang di luar dunia hiburan, mulai dari Presiden AS Barack Obama sampai kriminal Charles Manson.
Menaruh kriminal atau tersangka kriminal di sampul majalah besar bisa dijustifikasi bila itu adalah figur berita besar, ujar Samir Husni, profesor jurnalistik yang mengepalai Pusat Inovasi Majalah di University of Mississippi.
Namun memanipulasi foto secara digital bukan sesuatu yang dapat dijustifikasi, ujar Husni, yang berasal dari Lebanon.
“Mereka mungkin akan menyesalinya nanti,” ujarnya mengenai penanganan sampul majalah tersebut.
“Bahkan jika tidak dimanipulasi pun hal itu akan membawa reaksi negatif.”
Ratusan orang mengecam majalah itu di Facebook dan Twitter. Ada yang memaki-maki, ada juga yang mengekspresikan kesedihan dan bersumpah tidak akan membaca atau membeli majalah itu lagi.
Walikota Boston Thomas M. Menino berbicara dengan pihak majalah itu dalam sebuah surat kepada penerbit Rolling Stone Jann Wenner, menuduh majalah itu memberikan “perlakuan selebriti” pada Tsarnaev dan menyebut sampul itu “berniat buruk” dan mendukung “pesan buruk bahwa kerusakan menghasilkan ketenaran bagi para pembunuh dan keyakinan mereka.”
Surat itu menyebut sampul itu sebuah strategi pemasaran dan ditutup dengan pernyataan: “Para penyintas serangan Boston berhak mendapat cerita sampul Rolling Stone, meski saya tidak lagi merasa Rolling Stone pantas mendapatkan mereka.” (AP/Leanne Italie)