Rumah sakit di Yogyakarta berjuang di tengah lonjakan pasien, terus bertambahnya tenaga kesehatan yang positif COVID-19, dan ancaman kekurangan oksigen dan obat. Pasien-pasien, baik COVID maupun non-COVID, menerima dampak kondisi buruk ini.
Seorang warga Gunungkidul, berumur 48 tahun meninggal pada Kamis (8/7) malam di area parkir sebuah shelter (tempat penampungan) untuk pasien COVID-19 di Bantul, DI Yogyakarta. Jenazahnya terbujur di jok belakang mobil selama lebih dari empat jam, karena keluarga dan relawan kesulitan mencari rumah sakit untuk proses pemulasaran.
Pukul 02.00 WIB, Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD DIY memutuskan untuk melakukan proses pemulasaran jenazah itu di markas mereka. Meski bukan pilihan ideal, tindakan ini diambil untuk memberikan layanan terbaik yang mungkin diberikan kepada masyarakat. Menurut Komandan TRC BPBD DIY, Pristiawan Buntoro, jenazah positif COVID-19 ini akhirnya dapat dimakamkan menjelang pagi.
“Ini serius. Serius sekali. Sepanjang persoalan-persoalan yang ada di rumah sakit, mengurai kepenuhan di rumah sakit (tidak selesai), ini akan semakin parah. Seperti yang kami sampaikan beberapa pekan lalu, akan terjadi ledakan orang meninggal waktu isoman (isolasi mandiri, red). Ini sudah terjadi,” kata Pristiawan.
Keluarga membawa pasien ini puluhan kilometer dan mendatangi setidaknya empat rumah sakit untuk memperoleh layanan. Namun setiap rumah sakit yang didatangi menyatakan tak mampu lagi menerima pasien baru. Mobil tersebut akhirnya berhenti di halaman shelter, yang merupakan bangunan bekas sebuah rumah sakit. Sopir mengarah ke tempat itu karena mengira bangunan di depannya adalah sebuah rumah sakit, padahal kini tempat tersebut difungsikan sebagai shelter. Perawat di shelter itu pula yang memastikan pasien telah meninggal ketika tiba.
Pristiawan mengingatkan sulitnya mengakses layanan rumah sakit berdampak pada tingginya angka pasien isoman yang meninggal di rumah. Dalam satu bulan terakhir, menurut data TRC BPBD DIY, jumlahnya sudah 106 orang. Ada kegelisahan di tingkat desa yang terasa di kalangan para relawan.
“Tidak muncul ke permukaan, karena sifat kemandirian masyarakat kita. Tetapi kalau didiamkan, sangat berbahaya karena rawan konflik. Hampir setiap malam, ada kasus isoman meninggal itu meninggalkan masalah, karena status meningalnya jenazah,” tambah Pristiawan.
Pemda Janjikan Penambahan
Pemerintah daerah memang telah berupaya mengatasi persoalan ini. Dalam rapat dengan pemerintah pusat Kamis (8/7) sore, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan Pemda DIY terus menambah fasilitas shelter untuk pasien COVID-19.
“Shelter yang disediakan Pemda DIY jumlahnya ada 59 dengan total daya tampung sebanyak 856 orang,” kata Sri Sultan.
Pemda juga menegaskan, masih ada gedung baru di sejumlah rumah sakit yang belum difungsikan. Gubernur mendorong pemanfaatan ruang-ruang yang ada untuk ruang isolasi, sehingga setidaknya akan mencapai sekitar 40 persen dari kapasitas yang ada.
Rapat itu sendiri, seperti disampaikan Sekretaris Daerah Istimwa Yogyakarta, Kadarmanta Baskara Aji, membahas tentang penambahan tempat tidur di rumah sakit, se-Jawa dan Bali. Langkah ini penting, karena di seluruh kawasan PPKM Darurat, kapasitas yang digunakan sudah maksimal.
“Jadi keputusannya yang akan dilakukan se-Jawa dan Bali adalah penambahan konversi dari bed non-COVID-19 menjadi bed COVID-19 dan ICU non-COVID-19 menjadi ICU COVID-19,” kata Baskara.
BACA JUGA: Krisis Oksigen Yogya, Penyebab dan Janji PerbaikanPasien non-COVID Terdampak
Lonjakan pasien COVID-19 ke rumah sakit juga berdampak pada pasien non-COVID-19 untuk mengakses layanan rumah sakit. Seorang warga Yogya, Baharuddin kepada VOA mengatakan, dia harus menunggu hingga 16 jam di lorong rumah sakit, pada akhir pekan lalu.
“Saat itu saya ditempatkan di lorong beserta pasien lainnya yang hilir mudik di IGD non-COVID, hingga enam belas jam kemudian saya harus menunggu. Karena memang saat itu kondisi bangsal atau ruang inap sudah penuh,” ujarnya.
Dalam kondisi sakit, Baharuddin sempat mencari layanan di salah satu rumah sakit kecil yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Namun, pihak rumah sakit menyatakan tidak mampu merawat dan memberi obat baginya. Dia kemudian dirujuk ke rumah sakit rujukan, dan langsung diarahkan ke IGD non-COVID-19.
Ketika tiba di sana, kata Baharuddin, rumah sakit dalam kondisi penuh. Pasien-pasien harus menunggu dilayani, dengan dibaringkan di tempat tidur di lorong rumah sakit.
Meski harus menunggu selama enam belas jam, Baharuddin masih menilai dirinya cukup beruntung. Beberapa pasien yang ketika itu mengakses layanan bersamaan dengannya mengatakan ada yang sudah berada di lorong rumah sakit itu selama 3 hari. Tidak tersedianya ruangan di bangsal perawatan, memaksa mereka bertahan di sana menunggu antrean.
“Pasien lain harus menunngu 3-4 hari baru ada tempat di bangsal, karena memang kondisi saat itu penuh sesak, tidak bisa tertangani secara maksimal, karena jumlah pasien dengan tenaga kesehatan termasuk fasilitas yang ada tidak seimbang,” tambahnya.
BACA JUGA: Indonesia Genjot Produksi Oksigen Setelah Puluhan Pasien MeninggalRS Butuh Relawan
Sejumlah rumah sakit di Yogyakarta sendiri pekan terakhir ini telah mengundang relawan untuk membantu operasional mereka. Tumbangnya tenaga kesehatan karena tertular COVID-19, dan belum terealisasinya dukungan pemerintah, mendorong manajemen rumah sakit untuk melakukan ini.
Respons pun berdatangan, salah satunya dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas `Aisyiyah Yogyakarta. Kampus ini mengirimkan 39 relawan tenaga kesehatan ke RSUP dr. Sardjito, mulai Minggu (4/7). Mereka terdiri dari 32 mahasiswa keperawatan dan 7 alumni jurusan kebidanan.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kami menerima permintaan dari Sardjito melalui telpon pada hari Minggu siang dari Pak Purwo Atmanto, sub koordinator bagian SDM RSUP dr Sardjito,” kata Wakil Dekan 2 Fikes Unisa, Suratini S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kom dalam keterangan resminya.
Para calon perawat dan dan bidan lulusan universitas ini telah mendapatkan izin orang tua mereka sebelum diberangkatkan. Mereka telah selesai menempuh praktik klinik dan rencananya akan mengikuti uji kompetensi pada Agustus 2021. [ns/ab]