Anak laki-laki Rohingya berusia 7 tahun itu terbaring di atas matras compang-camping yang tergeletak di lantai rumah sakit pemerintah Bangladesh yang penuh sesak. Perban menutupi luka peluru akibat tembakan pasukan Myanmar yang merobek dadanya seminggu sebelumnya.
Ia salah satu dari 80 orang pasien Rohingya β kebanyakan pria dengan luka tembak β yang dirawat di fasilitas medis di sebuah kota pesisir yang sekarang kewalahan akibat dibanjiri hampir 300.000 Muslim Rohingya yang melarikan diri dari meningkatnya kekerasan dua minggu lalu dan penganiayaan seumur hidup di negara bagian Rakhine, di Myanmar. Ia adalah anak bungsu dari enam pasien dengan luka tembak yang diwawancarai oleh The Associated Press pada dua kunjungan terakhir.
Rumah Sakit Sadar merupakan fasilitas medis utama untuk area Cox's Bazaar. Sehari-harinya, seringkali rumah sakit ini bekerja hingga batas maksimal dengan 20 dokter bertanggung jawab atas perawatan ratusan pasien. Namun saat ini, dengan kapasitas dua kali lipat dan para dokter untuk pertama kalinya menangani luka-luka seperti luka tembak, trauma kekerasan benda tumpul dan luka tusukan, dalam jumlah besar saat pengungsi Rohingya masuk.
"Kami belum pernah melihat luka kekerasan seperti itu sebelumnya," kata Dr. Shaheen Abdur Rahman Choudhury, kepala rumah sakit tersebut.
Aksi kekerasan dan eksodus dimulai sejak 25 Agustus ketika pemberontak Rohingya menyerang pos-pos polisi dan paramiliter dalam upaya yang mereka sebut untuk melindungi etnis mereka dari penganiayaan pasukan keamanan di negara yang dihuni mayoritas umat Buddha. Militer Myanmar melakukan aksi balasan yang mereka sebut "operasi pembersihan" untuk mencabut akar pemberontakan.
Abdul Karim tergeletak di atas matras sudut lain rumah sakit. Sekelompok tentara dan biksu Buddha menyerang desanya di negara bagian Rakhine, membakar rumah-rumah dan menyerang daerah itu dengan senjata otomatis yang hampir menghilangkan kaki kirinya dari pergelangan kaki. Luka peluru lain terlihat di bahu kanannya.
Bau busuk dari pergelangan kakinya menjelaskan bahwa Karim akan kehilangan kakinya.
"Kami membawa dia dengan menggunakan selimut," kata saudaranya Asir Ahmed, menunjuk bahunya untuk memperagakan bagaimana keluarga itu membawa Karim, lalu berjalan berhari-hari untuk mencapai Bangladesh.
Pada minggu pertama Eksodus, dokter di Rumah Sakit Sadar merawat 30 orang Rohingya karena luka tembak. Minggu depannya mereka merawat 50 orang lainnya. Rumah sakit tersebut sekarang menyiapkan area terpisah untuk Rohingya dan mengharapkan lebih banyak lagi dalam beberapa waktu ke depan.
Choudhury mengatakan bahwa dia khawatir akan ada luka parah dan luka yang sangat parah saat para pengungsi mengarungi sungai-sungai kotor dan berjalan di udara yang lembab, lalu tidak mendapatkan perawatan medis sepanjang perjalanan. Dia mengatakan bahwa rumah sakitnya akan membutuhkan lebih banyak bantuan dan uang jika mereka ingin mengatasi apa yang akan terjadi ke depan.
βIni adalah situasi yang sangat menyedihkan," katanya.[aa/au]