Sejumlah peralatan pertukangan masih terlihat di sekitar bangunan rumah yang baru selesai dibangun, di Dusun Kapek Atas, Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Rumah-rumah ini adalah rumah yang dibangun oleh pemerintah untuk warga korban gempa Lombok 2018 lalu. Hampir seluruh bangunan di Dusun Kapek Atas ini rata dengan tanah, saat gempa besar terjadi setahun silam.
Dituturkan oleh Johan, selaku Ketua Pokmas (kelompok masyarakat) Kapek Atas, banyaknya bangunan rumah yang langsung roboh karena gempa itu disebabkan oleh tidak adanya konstruksi besi pada bangunan rumah warga.
“Rumah sendiri tidak pakai besi dulunya. Jadi pas gempa kemarin (2018) roboh, ya rata (dengan tanah). Untungnya ada di luar rumah, untungnya kan tidak waktu tidur, waktunya waktu itu Isya, kita masih di luar," kata Johan.
Ketua Tim Fasilitator Pendampingan Desa Gunung Sari, untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pembangunan Rumah Tahan Gempa (RTG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Setiawati mengatakan, rumah pada zaman dahulu lebih banyak yang tidak menggunakan konstruksi besi sebagai pengikat dan penguatnya. Pembangunan rumah tahan gempa, kata Setiawati, mengajarkan kepada masyarakat untuk memperhatikan konstruksi bangunan yang dapat memberikan keamanan bagi penghuninya.
“Konstruksi zaman-zaman dulu sebenarnya rata-rata permasalahannya di struktur, besi mereka tidak memenuhi standar. Malah ada yang sebagian itu mungkin tembok-tembok tok (saja), tidak pakai pembesian, nah itu satu. Mungkin pemahaman masyarakat karena tidak ada gempa dalam jangka (waktu) lama, mungkin dianggap aman-aman saja. Makanya pengalaman dari situ kita harus kuatkan di struktur," kata Setiawati.
Rumah Tahan Gempa (RTG) menurut Setiawati, bukan rumah yang tidak dapat roboh saat terjadi gempa, namun mampu memberikan perlindungan sementara dan waktu yang cukup bagi penghuninya untuk menyelamatkan diri saat gempa terjadi.
“RTG ini bukan rumah tahan gempa yang tidak bisa roboh sama sekali. RTG itu artinya rumah yang bisa memberikan kesempatan untuk penghuninya keluar pada saat terjadi gempa. Jadi gempa ini walaupun skalanya kecil, lima koma, tapi kalau lama kan roboh juga. Apalagi kalau besar, dalam waktu singkat roboh juga. Tapi denga rumah RTG sekarang bisa memberikan waktu yang agak panjang bagi penghuni rumah untuk melarikan diri ke luar," katanya.
Johan yang selamat dari gempa, saat ini ikut terlibat dalam pembangunan rumahnya hingga hampir selesai. Johan menilai kualitas bangunan rumahnya jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya, karena pemilihan bahan dan pengerjaan dilakukannya sendiri bersama warga lain, dengan pengawasan tim dari BNPB dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
“Karena kita yang mengerjakan sendiri juga, ya pastinya kita pilih kualitas yang baik, tidak mungkin rumah sendiri kita beri dengan yang kualitasnya nomor tiga, tidak mungkin. Kita pilih sendiri bahannya. Kalau dibilang kendala, kendala bahan, semen seperti itulah, dan tukang. Alhamdulillah sudah 95 persen sudah jadi sudah rumah warga," kata Johan.
Pembangunan rumah warga korban gempa Lombok seluruhnya dianggarkan dari dana APBN, yang uangnya langsung diberikan melalui rekening warga yang berhak menerima bantuan. Satu rumah dianggarakan bantuan sebesar Rp. 50 juta, dan dibangun di atas lokasi bekas reruntuhan rumah warga sendiri. Setiawati mengatakan, ditargetkan akhir 2019 ini sebanyak 72.222 rumah warga korban gempa di Kabupaten Lombok Barat selesai dibangun. Sedangkan untuk Dusun Kapek Atas, sebanyak 122 unit rumah sudah hampir seluruhnya selesai dibangun sejak April 2019 lalu.
“Desember ini insyaallah kita sudah bisa, (2019) harus tuntas. Ini kalau untuk Kapek Atas ini kita sudah hampir seratus persen, tinggal pasang jendela dan pintu saja. Pembangunannya dari bulan April, jadi kita dalam waktu enam bulan membangun ini. Yang kalau untuk kita di Kapek Atas ini 122 unit, untuk Lombok Barat 72 ribu lebih," kata Setiawati.
Your browser doesn’t support HTML5
Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Najamuddin Amy mengatakan, pemerintah terus melakukan upaya untuk segera menyelesaikan pembangunan rumah warga korban gempa, dengan prioritas rumah rusak berat dan rusak sedang. Penanganan pasca gempa di Nusa Tenggara Barat ini kata Najamuddin Amy, diakui oleh BNPB merupakan penanganan pasca gempa yang terbaik di Indonesia.
“BNPB itu memberikan apresiasi dan assessment yang baik, bahkan dikatakan oleh BNPB ini menjadi penanganan pasca gempa yang terbaik di seluruh Indonesia, di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini. Karena progress kita itu betul-betul bisa dirasakan oleh masyarakat, kemudian dari pemantauan pusat juga, dengan apa yang diberikan kemudian kita kelola dengan sebaik-baiknya," kata Najamuddin Amy.
Warga Dusun Kapek Atas, Johan berharap, pemerintah masih memberikan bantuan pemulihan pasca gempa, dengan membangunkan rumah warga yang rusak namum belum masuk dalam kuota yang ditetapkan sebelumnya.
“Mudah-mudahan ya, karena kita juga sudah mengusulkan dari warga ya ada yang belum dapat (bantuan). Mudah-mudahan bisa diterima nanti kalau ada gelombang keduanya, mudah-mudahan," kata Johan.
Demikan juga Nasrun, yang masih berharap pemerintah pusat maupun daerah tetap membantu warga, yang ekonominya belum seratus persen pulih pasca gempa.
“Tetap ada harapan, karena kita masyarakat biasa ini tetap ada harapan dari pemerintah. Mudah-mudahan kita dibantu lagi, ya lebih baik. Ini kan belum selesai," kata Nasrun.
Meski masih ada rasa takut dan trauma, Raodah yang juga warga Dusun Kapek Atas mengaku bersyukur dengan adanya rumah tahan gempa bantuan dari pemerintah. Ia berharap ke depan kondisi di Lombok kembali normal dan masyarakat dalam kondisi aman.
“Tidak begitu terasa setelah jadi rumah itu. Takut. Trauma itu masih trauma tapi tidak terlalu. Harapan semuanya aman saja, aman-aman saja," kata Raodah. [pr/lt]