Rusia akan Bangun PLTN Pertama di Asia Tengah di Uzbekistan

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev mengunjungi taman New Uzbekistan di Tashkent pada 26 Mei 2024. (Foto: AFP)

Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev mengumumkan pada Senin (27/5) bahwa Rusia akan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berskala kecil di Uzbekistan. Proyek tersebut merupakan PLTN pertama di Asia Tengah pasca-Soviet. Pernyataan itu disampaikan dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin yang sedang melakukan kunjungan resminya ke negara tersebut.

Jika kesepakatan nuklir tersebut berhasil terealisasi, kemampuan Rusia akan meningkat karena tidak hanya mengekspor energi, tetapi juga dalam produk teknologi tinggi ke pasar-pasar baru di Asia. Hal itu terjadi di tengah meningkatnya tekanan dan sanksi dari negara-negara Barat terhadap Rusia.

Putin mengatakan bahwa Rusia akan menggelontorkan $400 juta ke dalam dana investasi bersama yang diperkirakan mencapai $500 juta untuk membiayai proyek-proyek di Uzbekistan.

Mirziyoyev juga menyatakan minat mereka untuk membeli lebih banyak minyak dan gas dari Rusia, suatu perubahan dari praktik yang berlangsung puluhan tahun di mana selama ini Moskow mengimpor hidrokarbon dari Asia Tengah.

Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev (kedua dari kiri) mengunjungi Museum Negara Pavlovsk selama pertemuan para pemimpin CIS di Saint Petersburg pada 26 Desember 2023. (Foto: AFP)

Presiden Uzbekistan menggambarkan kunjungan Putin sebagai sesuatu yang “bersejarah.”

“Ini menandai dimulainya era baru dalam kemitraan strategis komprehensif dan hubungan aliansi antar negara kita,” katanya.

Putin juga menyebut Tashkent merupakan “mitra strategis dan sekutu yang dapat diandalkan” bagi Moskow.

Menurut dokumen yang dirilis oleh Kremlin, perusahaan nuklir Rusia, Rosatom, akan membangun hingga enam reaktor nuklir dengan kapasitas masing-masing sebesar 55 megawatt di Uzbekistan. Proyek ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang disepakati pada 2018, yaitu sebesar 2,4 gigawatt, yang masih harus diselesaikan.

Di lima negara bekas Uni Soviet di Asia Tengah, tidak ada PLTN satu pun, meskipun Uzbekistan dan tetangganya Kazakhstan, telah lama menyatakan bahwa negara-negara yang sedang berkembang memerlukan PLTN. Uzbekistan dan Kazakhstan adalah negara produsen uranium.

BACA JUGA: Ketakutan akan Rusia Pengaruhi Respons Asia Tengah terhadap Perang Ukraina

Namun proyek Kazakh baru dapat dilanjutkan setelah referendum nasional yang belum dijadwalkan.

“Hampir semua negara terkemuka di dunia menjamin keamanan energi dan pembangunan berkelanjutan dengan bantuan energi nuklir,” kata Mirziyoyev.

Suplai Energi

Uzbekistan pada Oktober mulai mengimpor gas alam dari Rusia melalui pipa yang sebelumnya digunakan untuk mengalirkan gas ke arah sebaliknya. Hal itu dilakukan menyusul adanya upaya Rusia untuk mengalihkan ekspor gasnya ke Asia akibat perselisihan dengan Barat terkait Ukraina.

Walaupun Uzbekistan masih mempertahankan produksi gas yang besar, sekitar 50 miliar meter kubik per tahun, tetapi negara itu mengalami kesulitan dalam memenuhi sepenuhnya permintaan domestik. Pasokan dari Rusia sangat membantu negara itu terhindar dari krisis energi.

“Ekspor (gas) berjalan jauh lebih cepat dari jadwal dan kami siap meningkatkan volumenya jika diperlukan,” kata Putin.

Presiden Rusia Vladimir Putin menganugerahkan Ordo Alexander Nevsky kepada Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev dalam upacara di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand, Uzbekistan, 15 September 2022. (Foto: Sputnik/Dmitry Azarov via REUTERS)

Menurut Mirziyoyev, Tashkent juga ingin meningkatkan impor minyak Rusia.

Kedua pemimpin juga mengatakan pemerintah mereka sedang mengerjakan proyek-proyek besar di bidang pertambangan, logam, dan bahan kimia.

Uzbekistan, yang ekonominya sangat tergantung pada devisa dari pekerja migran yang bekerja di Rusia, memilih tetap menjalin hubungan dekat dengan Moskow meskipun Rusia menginvasi Ukraina pada 2022.

Namun, Mirziyoyev dan pemimpin lain di wilayah tersebut tidak pernah mengungkapkan dukungan terhadap apa yang disebut Kremlin sebagai operasi militer khusus di Ukraina. Semua negara di kawasan tersebut juga berkolaborasi dengan Barat dalam sejumlah proyek, seperti rute pengiriman kargo yang dirancang untuk menghindari Rusia. [ah/rs]