Dari negara terkecil kedua di dunia, Monako, hingga negara terpadat, India, sejumlah perwakilan dari lebih 20 negara dan organisasi internasional, pada Senin (12/9), mengutuk kebijakan Taliban untuk menutup sekolah menengah dan menolak hak-hak dasar lainnya bagi anak perempuan dan perempuan dewasa di Afghanistan.
Bahkan Pakistan, yang konon dianggap sebagai sosok yang dermawan terhadap Taliban, menyuarakan keprihatinannya dalam dialog PBB tentang hak asasi manusia di Afghanistan mengenai dihentikannya pendidikan bagi anak perempuan Afghanistan. Dialog itu merupakan bagian dari sesi ke-51 Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang dibuka di Jenewa pada Senin (12/9).
Rusia dan China secara khusus tidak ikut mengecam soal kondisi yang terjadi di Afghanistan itu. Seorang diplomat Rusia bahkan membeberkan kemajuan yang dicapai di bawah pemerintahan Taliban mengenai hak-hak perempuan.
BACA JUGA: Aktivis: Wanita Afghanistan Hidup di bawah Apartheid Gender“Kami mencatat upaya pemerintah Afghanistan yang baru untuk memastikan hak-hak perempuan dan anak perempuan dalam bidang pernikahan dan warisan properti,” kata seorang utusan Rusia pada acara PBB itu. Ia menambahkan, lebih dari 130.000 perempuan dipekerjakan di sektor-sektor kesehatan dan pendidikan.
Tidak ada perwakilan Taliban yang hadir pada acara itu karena PBB tidak mengakui pemerintahan Taliban, yang mereka sebut sebagai Emirat Islam, sebagai pemerintahan Afghanistan yang sah. Sebaliknya, diplomat dari bekas pemerintah Afghanistan masih diakui sebagai perwakilan Afghanistan di markas besar PBB di New York dan Jenewa.
Diplomat Rusia selanjutnya mengatakan, beberapa sekolah ditutup karena Taliban tidak mampu membangun ruang kelas terpisah untuk anak perempuan. Ia menyalahkan Amerika Serikat dan negara Barat lainnya karena membekukan bantuan ke Afghanistan dan menjatuhkan sanksi kepada Taliban yang, menurut diplomat Rusia, telah berdampak buruk pada sektor pendidikan Afghanistan. [ps/ka]