Rusia dan China Dituding Halangi Pernyataan Pimpinan ASEAN soal Laut China Selatan

Para pemimpin berpartisipasi dalam KTT Asia Timur ke-19 di Vientiane, Laos, Jumat, 11 Oktober 2024. (Foto: AP)

Amerika Serikat, Jepang, Australia, Korea Selatan, dan India semuanya mendukung pernyataan tersebut. Namun, Rusia dan China menolak, dan tidak akan menyetujui isi konsensus itu, kata sumber.

Seorang pejabat Amerika Serikat mengatakan kepada Reuters, Sabtu (12/10), bahwa Rusia dan China menolak rancangan konsensus KTT Asia Timur yang disusun oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) karena keberatan atas penggunaan istilah mengenai sengketa Laut China Selatan.

Pejabat tersebut menyatakan bahwa sebuah draf pernyataan yang disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN diajukan dalam pertemuan KTT Asia Timur (East Asian Summit/EAS), yang dihadiri 18 negara, termasuk di antaranya Amerika Serikat, China, dan Rusia, dan lainnya, di Laos pada Kamis malam.

"ASEAN menyampaikan draf akhir ini dan mengatakan bahwa, pada dasarnya, ini adalah draf yang tidak bisa dinegosiasikan ," kata pejabat tersebut dengan syarat anonim.

Amerika Serikat, Jepang, Australia, Korea Selatan, dan India semuanya mendukung pernyataan tersebut. Namun, Rusia dan China menolak, dan tidak akan menyetujui isi konsensus itu, kata sumber.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (tengah) menghadiri KTT Asia Timur ke-19 selama KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) ke-44 dan ke-45 di Vientiane pada 11 Oktober 2024. (Foto: AFP)

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, dalam konferensi pers di Vientiane pada Jumat, menyatakan bahwa pertemuan tersebut belum berhasil menyepakati sebuah deklarasi karena adanya "upaya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru untuk menjadikannya sebagai pernyataan politik semata."

Kedutaan Besar China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Pejabat Amerika Serikat tersebut menjelaskan bahwa terdapat sejumlah isu yang masih diperdebatkan saat menyusun deklarasi. Namun, perdebatan utama yang muncul adalah terkait referensi terhadap Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Penyebutan UNCLOS dalam draf pernyataan ini dianggap lebih detil dibandingkan pernyataan yang dibuat pada KTT Asia Timur 2023.

Namun, pejabat tersebut mengatakan, "tentu saja tidak ada bahasa yang membahas inti dari kebuntuan tertentu, tidak ada bahasa yang memihak salah satu penggugat di atas penggugat yang lain."

BACA JUGA: China Menentang Pertikaian Soal Laut China Selatan, Salahkan Campur Tangan Asing

Beijing mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, dan semakin meningkatkan tekananannya kepada sejumlah negara yang juga mengklaim wilayah itu, termasuk beberapa negara ASEAN, terutama Filipina.

China menyatakan mendukung pembuatan kode etik terkait Laut China Selatan. Namun, memastika tetap menolak putusan arbitrase internasional 2016. Putusan tersebut menyatakan bahwa klaim China atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), meskipun China adalah salah satu negara penandatangan konvensi tersebut.

Menurut draf yang dilihat oleh Reuters, pernyataan KTT Asia Timur yang diusulkan itu memasukkan sub-klausul tambahan yang memperluas pernyataan yang disetujui pada 2023, tetapi belum disepakati. Pernyataan tersebut merujuk pada Resolusi PBB 2023 yang menegaskan bahwa UNCLOS "menyediakan kerangka hukum bagi semua kegiatan yang dilakukan di laut dan samudra."

BACA JUGA: ASEAN Gelar KTT di Laos di tengah Usulan Baru Thailand untuk Myanmar

Sub-klausul lain yang tidak disetujui menyatakan bahwa lingkungan internasional, termasuk "di Laut China Selatan, Semenanjung Korea, Myanmar, Ukraina, dan Timur Tengah ... memberikan sejumlah tantangan bagi kawasan tersebut."

Perdana Menteri China, Li Qiang, mengatakan pada pertemuan puncak tersebut bahwa Beijing berkomitmen pada UNCLOS, dan berusaha untuk segera menyelesaikan Kode Etik. Namun, ia menggarisbawahi bahwa klaim teritori China memiliki dasar sejarah dan hukum yang kuat.

"Negara-negara terkait di luar kawasan hendaknya menghormati dan mendukung upaya bersama China, dan negara-negara kawasan untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, serta benar-benar memainkan peran konstruktif bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan," katanya. [ah/ft]