Rusia mendapat giliran menjabat presidensi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Sabtu (1/4) di tengah tuduhan kejahatan perang yang dihadapi Presiden Vladimir Putin. Kepemimpinan Rusia di DK PBB itu memicu kemarahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Dilansir oleh Reuters, Zelenskyy menyebut presidensi Rusia sebagai langkah yang tidak masuk akal dan merusak.
Terakhir kali Rusia menjabat presidensi DK PBB yang berlaku sesuai rotasi adalah pada Februari 2022 ketika Moskow melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina. Padahal, DK PBB bertanggung jawab menjaga perdamaian dan memerangi agresi internasional.
“Sayangnya, kita…mendapat berita yang tidak masuk akal dan merusak,” kata Zelenskyy dalam pidato harian melalui video. Dia menambahkan serangan Rusia telah menewaskan bayi berusia lima bulan pada Jumat (31/3).
“Dan pada saat yang sama, Rusia memimpin Dewan Keamanan PBB. Sulit membayangkan apa pun yang lebih membuktikan kehancuran total lembaga semacam itu,” katanya.
Presidensi DK PBB digilir di antara 15 negara anggota sesuai abjad. Meski presidensi itu bersifat procedural, Kremlin dan para pejabat Rusia bertekad untuk “menggunakan semua haknya” untuk posisi itu.
Amerika Serikat (AS) pada Kamis (30/3) mendesak Rusia untuk “bertindak profesional” saat menjabat presidensi. AS juga beralasan tidak ada cara lain untuk memblokir Moskow dari presidensi.
Pada Maret, Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengeluarkan perintah penahanan untuk Presiden Putin dan komisioner hak-hak anak Rusia dengan tuduhan kejahatan perang karena mendeportasi ratusan anak Ukraina secara ilegal. ICC adalah badan pengadilan internasional yang tidak terkait PBB.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menyebut presidensi Rusia di DK PBB sebagai “tamparan bagi komunitas internasional.” Zelenskyy mengatakan sudah waktunya untuk melakukan perbaikan terhadap institusi-institusi global, termasuk Dewan Keamanan.
“Reformasi jelas dibutuhkan untuk mencegah negara teroris dan negara lainnya yang ingin menjadi teroris, agar tidak menghancurkan perdamaian,” kata Kuleba. [ft]