Perludem mendorong pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-undang Partai Politik, serta menyelaraskannya dengan UU Pemilu, UU Pilkada dan UU MD3 sebagai upaya mereformasi partai politik.
Peneliti Perludem Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, salah satu poin yang perlu direvisi adalah syarat pembentukan dan kepesertaan pemilu yang berat. Kondisi ini mengakibatkan partai politik dan parlemen saat ini hanya dikuasai kelompok tertentu atau oligarki.
"Untuk bisa mendirikan partai politik dan punya status badan hukum itu sangat sulit. Karena harus punya 100 persen kantor di seluruh provinsi, 75 persen kabupaten kota, 50 persen kecamatan. Hanya partai-partai yang punya modal besar yang bisa memenuhi itu," jelas Khairunnisa Nur Agustyati di Jakarta, Selasa (15/10).
BACA JUGA: ILR: 348 Vonis Pidana di Pemilu 2019Nisa juga mengusulkan keberadaan partai lokal, seperti di Provinsi Aceh, dapat diterapkan di provinsi lain. Tingkat kepesertaannya bisa dimulai di tingkat kabupaten kota, tidak harus di provinsi. Menurutnya, aturan seperti ini akan menyehatkan partai berbasis massa seperti partai buruh yang memiliki basis massa di beberapa kabupaten atau kota industri.
"Partai-partai yang muncul dari akar rumput misalkan partai yang berbasis buruh, lingkungan, itu kan sulit untuk bisa mencakup seluruh wilayah Indonesia. Karena mungkin konsentrasinya hanya ada di wilayah tertentu saja," tambahnya.
Transparansi Tata Kelola Keuangan Partai
Perludem juga mendorong transparansi tata kelola keuangan partai seperti yang diusulkan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra). Langkah ini bertujuan untuk mencegah politik transaksional, sekaligus dapat menjadi informasi bagi publik terhadap orang-orang yang berpotensi memiliki kepentingan ekonomi.
Namun, menurut Anggota Divisi Advokasi Seknas Fitra Gulfino Guevarrato, sebagian besar partai politik enggan terbuka terhadap publik. Itu juga terlihat dari sikap partai politik yang kurang mendukung riset terkait transparansi laporan keuangan politik yang dilakukan Fitra pada 2016.
BACA JUGA: Keterwakilan Perempuan di Parlemen MeningkatNamun ternyata respons dari parpol hampir semuanya tegas, hanya 1 parpol yang memberikan laporan secara terbuka. Sisanya menolak karena alasan intervensi anggaran yang diberikan negara ke parpol sangat kecil sekali," jelas Gulfino.
Gulfino menambahkan transparansi keuangan partai politik perlu dipikirkan oleh semua pihak terkait. Terlebih ada uang negara yang diberikan ke Parpol dalam setiap perolehan suara di pemilu. Adapun besarannya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Kepada Parpol sebesar Rp 1.000 per suara atau sebesar Rp 250 miliar di APBN 2018.
Respons Partai Politik
Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Andy Budiman setuju dengan usulan kemudahan dalam mendirikan partai politik. Menurutnya, cara inilah yang kini dibutuhkan untuk dapat mengubah politik di Indonesia secara signifikan.
"Prinsip yang harus paling kita kedepankan adalah justru adalah mempermudah syarat pendirian partai politik. Kenapa, selama ini kan masyarakat banyak mengeluh. Semua ini bisa kita lihat dari hasil survei, lembaga yang tidak dipercaya publik yaitu partai politik dan DPR," jelas Andy Budiman kepada VOA, Rabu (16/10).
Andy Budiman menambahkan PSI sedang mempersiapkan diri untuk dapat bertarung kembali pada pemilu 2024. Ia merasa optimistis dapat bertarung di pemilu 2024, apalagi PSI sudah memiliki perwakilan di tingkat provinsi seperti di Jakarta dan Surabaya.
Your browser doesn’t support HTML5
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan partainya juga tidak menolak usulan kemudahan pembuatan partai politik. Riza juga mengatakan Gerindra juga sudah transparan keuangan di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Jadi semua kan ingin memberi kesempatan semua partai bisa gabung, jadi yang memutuskan partai lolos tidak, itu masyarakat. Jangan dipersulit dengan persyaratan-persyaratan di luar pilihan masyarakat. Kalau terkait transparansi keuangan sudah jalan di KPU," jelas Ahmad Riza Patria kepada VOA, (16/10).
Riza Patria menambahkan masyarakat juga bisa mengontrol laporan keuangan partai politik yang ada di KPU. [sm/em]