Satgas: PPKM Darurat dan Per Level Belum Mampu Tekan Angka Kematian

Kendaraan bergerak di jalan utama dekat papan reklame dengan kampanye kesadaran masker ganda, di Kawasan Pusat Bisnis Sudirman (SCBD), di tengah pandemi COVID-19 di Jakarta, 26 Juli 2021. (REUTERS/Willy Kurniawan)

Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat maupun Level 1-4 belum berhasil menekan angka kematian. Apa yang akan dilakukan oleh pemerintah?

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan kebijakan pengetatan yang dilakukan oleh pemerintah mulai dari PPKM Darurat yang berlangsung 3 Juli-20 Juli, dan PPKM level 1-4 pada 21 Juli-25 Juli belum dapat menekan angka kematian akibat COVID-19. Maka dari itu, katanya, keputusan pemerintah untuk memperpanjang PPKM per level tersebut hingga 2 Agustus mendatang diharapkan dapat menurunkan angka kematian yang hari ini menebus rekor tertinggi selama pandemi, yakni sebanyak 2.069.

“Namun sayangnya jumlah kematian hingga pelaksanaan PPKM level 1-4 masih terus mengalami peningkatan. Pada sebelum PPKM Darurat, kematian tertinggi sebesar 539 kemudian meningkat pada PPKM Darurat menjadi 1.338 dan meningkat lagi pada PPKM level 1-4 menjadi 1.487. Perpanjangan PPKM level 1-4 ini salah satunya dilakukan untuk meningkatkan upaya penurunan kasus kematian semaksimal mungkin,” ujar Wiku dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (27/6).

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (27/7) mengatakan PPKM Darurat dan PPKM Per Level belum mampu tekan angka kematian akibat COVID-19 (Foto:VOA).

Meski angka kematian belum turun, satgas mengklaim terjadi penurunan kasus aktif, tingkat positivity rate dan kesembuhan pada periode PPKM level 1-4. Wiku menjelaskan persentase kasus aktif COVID-19 pada hari terakhir PPKM Darurat tercatat 18,65 persen. Namun, menurun menjadi 18,12 persen pada hari terakhir PPKM level 1-4. Selain itu, tingkat positivity rate juga mengalami penurunan dari sebelumnya 33,42 persen menjadi 31,16 persen.

“Penurunan juga terjadi pada kasus harian tertinggi. Pada periode PPKM Darurat, kita pernah mencapai kasus harian tertinggi yaitu 56.757, pada periode PPKM level 1-4 ini kita mampu menekannya menjadi 49.509 kasus. Begitu pula dengan jumlah kesembuhan yang terus menunjukkan peningkatan dari sebelum PPKM Darurat, yaitu sebesar 11.578 meningkat pada PPKM Darurat menjadi 29.791, dan terus meningkat pada PPKM level 1-4 menjadi 37.640,” jelasnya.

Petugas mengenakan APD menurunkan peti jenazah korban COVID-19 untuk dimakamkan di bagian khusus pemakaman Pedurenan guna menampung lonjakan kematian selama wabah virus corona di Bekasi, Jawa Barat, Senin, 26 Juli 2021. (AP)

Selain itu, kebijakan pengetatan yang berlangsung di Jawa dan Bali berdampak pada penurunan kasus mingguan sebesar 24 persen. Sayangnya, hal serupa tidak terjadi di luar provinsi Jawa dan Bali, di mana masih terjadi kenaikan kasus sebesar 3,6 persen. Kenaikan kasus ini paling banyak dikontribusikan oleh Kalimantan Timur (10.297), Sumatera Utara (7.528), Riau (5.999), Nusa Tenggara Timur (5.904) dan Sulawesi Selatan (5.010).

Pelonggaran Akan Dilakukan Secara Bertahap

Dalam kesempatan ini, Wiku menekankan meskipun telah terjadi tren penurunan kasus pada satu minggu terakhir, pemerintah tidak akan melakukan pembukaan kegiatan masyarakat di sektor ekonomi dan sosial secara langsung. Setiap kebijakan pengetatan, katanya, akan dilakukan melalui evaluasi secara menyeluruh untuk mengetahui keefektifannya dalam upaya menekan kasus COVID-19.

“Tentu saja pemerintah tidak bisa terburu-buru melakukan pembukaan. Perlu kehatian-hatian dan persiapan yang matang. Untuk itu perpanjangan PPKM, tetap dilakukan untuk melihat apakah perpanjangan ini konsisten terjadi dan dapat dipertahankan, serta memperbaiki kasus kematian yang masih meningkat,” katanya.

Sukarelawan Palang Merah Indonesia (mengenakan kostum wayang) membagikan makanan gratis, saat pemerintah melonggarkan pembatasan darurat di tengah pandemi COVID-19 di Solo, Jawa Tengah, 27 Juli 2021. (Antara Foto/Maulana S)

Ia meminta kepada seluruh kepala daerah di Jawa dan Bali untuk mempertahankan tren penurunan kasus yang sudah terjadi dalam kurun waktu satu minggu terakhir. Jika sampai lengah, maka bukan tidak mungkin ledakan kasus akan bisa terjadi lagi.

Selain itu, ia juga memperingatkan kepala daerah di luar Jawa dan Bali untuk bekerja keras menekan kenaikan kasus aktif semaksimal mungkin, seperti memberikan edukasi kepada masyarakat terkait protokol kesehatan,dan strategi “3T” (testing, tracing, treatment), serta menggenjot program vaksinasi.

“Saya mohon kepada pemda untuk mencermati status wilayahnya masing-masing, jangan merasa aman, hanya karena tidak berada di level empat. Justru apabila tidak dijaga dengan baik, kasus di wilayah anda akan meningkat dan berpotensi masuk ke level empat," jelasnya.

Seorang pedagang di pasar tradisional mengenakan masker sambil menunggu pelanggannya, saat pemerintah melonggarkan pembatasan darurat di tengah pandemi COVID-19 di Jakarta, 26 Juli 2021. (REUTERS/Willy Kurniawan)


Lebih lanjut Wiku mengatakan, bahwa perpanjangan kebijakan PPKM level 1-4 disertai dengan pelonggaran di beberapa sektor merupakan upaya gas dan rem yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menyeimbangkan antara penanganan pandemi dan aktivitas ekonomi. Pembukaan berbagai sektor ini akan dievaluasi lebih lanjut terkait dampaknya terhadap kenaikan kasus. Apabila pembukaan sektor-sektor ini berakibat pada kenaikan kasus, katanya, bukan tidak mungkin penutupan dan pengetatan akan dilakukan kembali.

Your browser doesn’t support HTML5

Satgas: PPKM Darurat dan Per Level Belum Mampu Tekan Angka Kematian


Pakar: Pelonggaran Belum Bisa Dilakukan

Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, pelonggaran bertahap yang dilakukan oleh pemerintah sebenarnya belum bisa dilakukan mengingat tren penurunan kasus belum signifikan. Meski begitu, katanya, pemerintah saat ini dihadapkan pada situasi yang sulit, yakni memilih untuk memprioritaskan kesehatan atau ekonomi.

Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

“Jadi ketika awal-awal kita dengan sengaja memilih dua-duanya. Ketika masih bisa memilih fokus pada kesehatan, sekarang sudah tidak bisa. Mau fokus pada kesehatan sudah berat, masalahnya sudah di mana-mana, di seluruh sektor ekonomi dan sosial bahkan politik. Jadi kalau sekarang seperti ini, yaitu pilihan yang harus diambil, terpaksa, karena masyarakat sudah berat, pemerintah juga sudah berat tekanannya,” ungkapnya kepada VOA.

Maka dari itu, opsi yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah opsi solusi dan kompensasi mengingat situasi pandemi di tanah air sudah sangat berat. Pemerintah, katanya, harus berusaha keras untuk melakukan strategi “3T” . Bahkan dalam situasi saat ini, ia berharap pemerintah bisa melakukan satu juta testing per hari, agar kasus sedini mungkin dapat ditemukan, sehingga penularan dan kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.

“Misalnya testing-nya satu juta per hari dengan tracing yang kuat. Lalu dilakukan dengan isolasi, karantina plus vaksinasi, plus fisitasi, plus “5M”, itu yang harus dilakukan sekarang dan harus massif,” pungkasnya. [gi/ab]