Arab Saudi dan Kuwait, Kamis (3/8) mengatakan mereka memiliki kepemilikan tunggal atas ladang gas yang disengketakan yang juga diklaim oleh Iran. Perseteruan antara ketiga negara itu meningkat setelah Teheran mengancam akan melakukan eksplorasi.
Ladang gas lepas pantai, yang dikenal sebagai Arash di Iran dan Dorra di Kuwait dan Arab Saudi, telah lama menjadi titik fokus pertikaian antara ketiga negara tersebut.
Otoritas Kuwait dan Saudi mengatakan dalam pernyataan bersama yang dipublikasikan pada hari Kamis bahwa "hanya mereka yang memiliki hak berdaulat penuh untuk mengeksploitasi kekayaan di wilayah itu".
Kedua negara Teluk Arab memperbarui "seruan mereka sebelumnya dan berulang kali ke Republik Islam Iran untuk merundingkan" demarkasi perbatasan laut mereka guna menyelesaikan masalah tersebut, menurut pernyataan kantor berita pemerintah Arab Saudi, Saudi Press Agency (SPA).
Iran dan Kuwait telah mengadakan pembicaraan yang gagal selama bertahun-tahun atas wilayah perbatasan laut mereka yang disengketakan, yang kaya akan gas alam.
BACA JUGA: Sengketa Ladang Gas Teluk Persia Menjadi Tantangan bagi Pemulihan Hubungan Saudi-IranUpaya baru-baru ini untuk menghidupkan kembali negosiasi itu telah gagal, dan menteri perminyakan Iran pada hari Minggu mengatakan Teheran kemungkinan melakukan eksplorasi meski tanpa kesepakatan.
Bulan lalu, Kuwait telah mengundang Iran untuk putaran lain pembicaraan perbatasan laut setelah Teheran mengatakan siap untuk memulai pengeboran di lapangan.
Beberapa minggu kemudian, Sky News Arabia mengutip Menteri Perminyakan Kuwait Saad Al-Barrak yang mengatakan negaranya juga akan memulai "pengeboran dan produksi" di ladang gas itu tanpa menunggu kesepakatan demarkasi dengan Iran.
Perselisihan di atas ladang gas tersebut dimulai sejak tahun 1960-an, ketika Iran dan Kuwait masing-masing memberikan konsesi lepas pantai, satu kepada Anglo-Iranian Oil Company, cikal bakal British Petroleum, dan satu lagi kepada Royal Dutch Shell.
Kedua konsesi tersebut tumpang tindih di bagian utara ladang itu, yang cadangannya diperkirakan sekitar 220 miliar meter kubik.
Tahun lalu, Kuwait dan Arab Saudi menandatangani perjanjian untuk bersama-sama mengembangkan ladang tersebut, meskipun ada keberatan dari Iran yang mencap kesepakatan itu sebagai "ilegal". [ab/uh]