Islam memang agama minoritas di Amerika Serikat. Tidak seperti di kebanyakan wilayah di Indonesia, suasana Ramadan tidak terasa di negeri Paman Sam ini. Kegiatan khas yang mewarnai bulan suci itu, seperti ngabuburit, buka puasa, tarawih, dialog keagamaan dan berzikir, umumnya hanya ditemui di masjid-masjid dan pusat-pusat kegiatan Islam lainnya. Namun, keliru bila Anda menganggap karena tidak terasanya suasana Ramadan, kebanyakan Muslim di Amerika tidak menjalankan ibadah puasa.
Studi lembaga Pew Research Center menunjukkan, delapan dari 10 orang dewasa Muslim di AS berpuasa. Bahkan, menurut studi mengenai Muslim di AS itu, mereka yang mengaku berpuasa lebih banyak dari mereka yang mengaku melakukan sembahyang lima waktu atau pergi ke masjid.
Penjelasan sederhananya begini, 80 persen dewasa Muslim yang disurvei pada 2017 mengaku berpuasa. Hanya sekitar 42 persen mengaku menjalankan ibadah lima waktu dan hanya 43 persen pergi ke masjid secara rutin hampir setiap pekan.
Menurut hasil studi itu pula, tidak ada perbedaan mencolok berdasarkan gender. Prosentase perempuan dan pria yang berpuasa hampir sama besarnya. Asal-muasal mereka dibesarkan juga tidak menunjukkan kecenderungan beribadah puasa. Prosentase dewasa Muslim yang berpuasa, baik yang dilahirkan di Amerika maupun yang dilahirkan di luar negeri, hampir sebanding.
Mohammed Kadeem, warga Colesville, Maryland, mengatakan berpuasa di Amerika menawarkan tantangan yang berbeda di banding di negara-negara yang kebanyakan penduduknya beragama Islam. Pria kulit hitam yang mengaku pernah ke Timur Tengah itu mengatakan, di tempat kerjanya, tidak ada yang berpuasa selain dirinya. Rekan-rekan kerjanya melakukan kegiatan makan dan minum seperti biasa. Yang juga menjadi tantangan, kata Kadeem, waktu berpusa di Amerika umumnya lebih panjang.
Di kawasan Washington DC dan sekitarnya, Imsak dimulai sekitar pukul 4.15 pagi, sementara bedug Maghrib yang menandai waktu berbuka puasa sedikit setelah pukul 8 malam.
Meski demikian, Kadeem mengatakan, berpuasa adalah kewajiban Muslim di bulan Ramadan. Berpuasa, katanya juga, mengajarkannya untuk bersikap welas asih terhadap mereka yang hidup berkekurangan.
“Puasa mendorong Anda membantu orang lain. Kita membirakan diri kita menderita untuk bisa merasakan penderitaan orang lain,” kata Kadeem.
Tingginya prosentase dewasa Muslim yang berpuasa di AS tidak mengejutkan. Survai Pew menunjukkan, sembilan dari 10 responden yang disurvai menilai, agama sangat penting dalam hidup mereka. Pew mencatat, jumlah dewasa Muslim di AS pada 2018 mencapai 2,15 juta orang, dan jumlah itu terus berkembang.
Anwar Mutaz, warga Silver Spring, Maryland, mengaku selalu berpuasa pada bulan Ramadan. Pria berusia 22 tahun itu mengatakan, selama bulan itu, ia membatasi kegiatan di luar rumah agar tidak tergoda untuk membatalkan puasanya.
Your browser doesn’t support HTML5
“Saya berusaha membuat Ramadan mudah dilalui. Saya mengundang teman datang ke rumah, dan kami bermain video game. Pokonya mengalihkan pikiran dari makanan. Kemudian saya juga berusaha membantu meringankan tugas orangtua sehari-hari di rumah,” jelas Anwar Mutaz.
Yang menarik, tidak sedikit warga non-Muslim yang juga ikut berpuasa pada bulan Ramadan. Alasan mereka berbeda. Ada yang mengaku untuk menghormati rekan-rekan mereka yang Muslim, ada yang mengaku karena ingin mengenal Islam, dan ada pula yang mengaku sekedar untuk kebutuhan fisik dan rohani.
Matthew Jewel, pelatih kebugaran di Silver Spring, satu di antaranya. Pria Katolik ini mengatakan puasa memberi manfaat bagi kesehatan fisik dan mental.
“Ini adalah sesuatu yang sudah lama saya inginkan, untuk berbagai alasan. Tubuh, pikiran dan jiwa saya perlu berpuasa untuk mengembalikan kebugaran jiwa dan raga. Kebetulan saja ini bulan puasa di saat teman-teman Muslim saya menjalankan ibadah Ramadan,” jelasnya.
Jewel sendiri merasa kagum dengan teman-teman Muslimnya yang menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Ia mengatakan, selama Ramadan, teman-temannya yang Muslim tampak mencurahkan lebih banyak waktu untuk berdoa, bertafakur dan membantu orang-orang yang membutuhkan. [ab/uh]
Sumber: AP/Pew Research Center