Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, Selasa (31/8) menyatakan bandara Kabul harus tetap dibuka dan bertekad untuk tidak melupakan orang-orang Afghanistan yang tertinggal ketika pasukan AS dan sekutu meninggalkan negara itu.
“Sangat penting mempertahankan bandara tetap terbuka, baik untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan kepada orang-orang Afghanistan sekaligus memastikan kami tetap dapat membawa keluar mereka yang menginginkannya, tapi bukan menjadi bagian dari evakuasi militer," katanya kepada AFP dalam sebuah wawancara.
"Kami tidak akan melupakan mereka," Stoltenberg menegaskan.
Penerbangan terakhir militer AS lepas landas dari bandara Kabul pada Senin malam setelah berlangsung pengangkutan udara besar-besaran dan terburu-buru untuk menyelamatkan lebih dari 123.000 personel sekutu dan warga Afghanistan yang bekerja bersama dengan AS selama konflik.
BACA JUGA: Menlu AS: Kurang dari 200 Warga AS Masih di AfghanistanAkan tetapi ketika Taliban merayakan kemenangan, aliansi NATO terpaksa harus mengkaji ulang apa yang salah dalam misi militer terpenting mereka sejak Perang Dingin.
Stoltenberg menegaskan sekutu akan terus melancarkan tekanan diplomatik pada Taliban sehingga warga Afghanistan yang tersisa bisa meninggalkan negara itu termasuk keluarga mereka, mereka yang membantu upaya Barat di negara itu dan kini keselamatannya terancam.
Stoltenberg memuji Turki, anggota NATO yang menawarkan untuk berperan dalam mengoperasikan bandara itu ketika Taliban berupaya membukanya. Alhasil, sekitar 800 staf sipil NATO mengelola pengangkutan udara atas bantuan mereka.
BACA JUGA: Puluhan Negara Sebut Taliban Janji Izinkan Warga Dievakuasi dengan Aman"Kami akan terus bekerja dengan sekutu NATO, negara-negara lainnya untuk membantu keberangkatan sejumlah orang. Taliban dengan tegas menyatakan akan mengizinkan mereka pergi, kami akan menilai Taliban bukan berdasarkan apa yang mereka ucapkan, melainkan tindakan yang mereka lakukan," papar Sekjen NATO itu.
Ke depannya, Stoltenberg mengatakan ke-30-negara anggota aliansi Barat itu harus secara hati-hati mengkaji kesalahan yang terjadi dalam misi mereka ketika membangun pemerintahan dan militer Afghanistan, yang gagal menahan kemajuan ofensif Taliban.
"Ini merupakan salah satu pertanyaan sulit yang harus ditanyakan, ketika sekarang kami memiliki proses dimana kami akan menilai, menganalisis, serta menarik pelajaran dari sana untuk NATO," katanya kepada AFP. [mg/jm]