Operasi militer skala penuh oleh Israel di Rafah akan memberikan pukulan maut bagi program bantuan di Gaza, di mana bantuan kemanusiaan masih “sepenuhnya tidak cukup”, Sekjen PBB memperingatkan itu pada Senin (26/2).
Berbicara di depan Dewan HAM PBB di Jenewa, Antonio Guterres mengatakan bahwa kota di ujung selatan Gaza, di mana lebih dari 1,4 juta pengungsi Palestina berdesak-desakan di kota tenda, adalah “pusat operasi bantuan kemanusiaan” di wilayah Palestina.
“Serangan besar-besaran Israel terhadap kota itu tidak hanya akan mengerikan bagi lebih dari satu juga warga sipil Palestina yang berlindung di sana, tetapi juga seperti akan menjadi paku terakhir di peti mati program-program bantuan kami,” kata Guterres.
Komentar tersebut muncul setelah PM Israel Benyamin Netanyahu pada Minggu (25/2) mengulang pernyataannya bahwa Israel bermaksud melancarkan serangan darat ke Rafah, dalam upayanya meraih “kemenangan penuh” atas Hamas, yang serangannya pada 7 Oktober telah memicu perang ini.
Guterres menekankan pada Senin bahwa “tidak ada yang bisa menjustifikasi pembunuhan, penyiksaan dan penculikan warga sipil serta penggunaan kekerasan seksual – atau peluncuran roket tanpa pandang bulu ke arah Israel yang dilakukan Hamas”.
“Dan tidak ada justifikasi terhadap hukuman kolektif kepada rakyat Palestina,” ujar dia.
Di tengah krisis kemanusiaan yang berkembang, UNRWA, badan bantuan utama PBB untuk Palestina, telah mendesakkan tindakan politik untuk mencegah kelaparan di Gaza.
Namun, Guterres menekankan bahwa “bantuan kemanusiaan masih saja tidak mencukupi”.
“Saya mengulangi seruan untuk sebuah gencatan senjata kemanusiaan dan pembebasan sandera dengan segera dan tanpa syarat,” ujarnya.
BACA JUGA: Badan PBB untuk Pengungsi Palestina Berada pada 'Titik Kritis'Dia menyesalkan bahwa meskipun ada seruan yang mendesak untuk mengambil semua langkah guna “mengakhiri banjir darah di Gaza dan mencegah eskalasi”, Dewan Keamanan PBB gagal untuk bertindak.
Sebagai satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan yang berjumlah 15 negara, AS – sekutu terbesar Israel – mempunyai hak veto. Sejauh ini AS telah tiga kali memveto upaya DK PBB untuk gencatan senjata segera di Gaza.
Guterres memperingatkan konsekuensi atas ketiadaan tindakan dari DK PBB terhadap Gaza, dan juga kegagalannya, terkait veto yang dilakukan Rusia, untuk bertindak dalam perang di Ukraina.
Kelambanan ini “telah sangat – mungkin dengan fatal – merusak otoritas lembaga itu,” dia memperingatkan.
“Dewan Keamanan PBB membutuhkan reformasi serius terkait komposisi keanggotaannya dan metode kerjanya,” tambah Guterres. [ns/ka]