Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai menyebut pihaknya menerima 387 laporan pengaduan dari masyarakat sejak dibukanya posko pengaduan daring virus corona pada 29 April hingga 12 Mei 2020. Ia mengatakan, jumlah pengaduan dari masyarakat berdasarkan substansi kepada posko Ombudsman RI yang terbanyak adalah terkait dengan bansos.
"Ada 72 persen itu menyangkut bansos diikuti dengan soal keuangan, transportasi, pelayanan kesehatan, dan keamanan," kata Amzulian dalam konferensi pers secara daring, Rabu (13/5).
Dalam paparannya, Ombudsman RI menyebut laporan dari masyarakat terkait dengan bansos paling banyak ditemukan di wilayah Jakarta Raya, yang terdiri dari DKI Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, dengan 47 kasus. Posisi Jakarta Raya diikuti Sumatera Barat, Banten, dan Sulawesi Selatan.
"Terkait dengan bansos, itu menyangkut penyaluran bantuan yang tidak merata dalam masyarakat atau wilayah sasaran. Prosedur untuk mendapatkan bantuan tidak jelas, masyarakat yang kondisinya lebih darurat tapi tidak terdaftar namun sebaliknya. Ada juga yang terdaftar tapi tidak menerima bantuan di tempat tinggal karena KTP pendatang," ungkap Amzulian.
Menurut Ombudsman RI, akurasi data dalam penyaluran dan pemberian bansos merupakan hal yang paling penting. Padahal sebelumnya Ombudsman telah mengimbau kepada pemerintah, kementerian maupun lembaga soal pentingnya data itu. "Sekarang kita mengalami kesulitan ketika data itu kurang valid," tutur Amzulian.
Berdasarkan data dari Ombudsman RI, sebanyak 77 persen dari jumlah laporan yang diadukan masyarakat selama pandemi corona telah diteruskan dengan kementerian atau instansi terkait. Namun, dalam menindaklanjuti laporan dari masyarakat, Ombudsman RI tidak serta-merta langsung meneruskan aduan yang tak memiliki data valid.
"Ada juga sekitar sembilan persen itu sudah selesai kami tindaklanjuti. Kemudian, ada juga yang ditolak. Ombudsman sangat memperhatikan pengaduan-pengaduan yang disampaikan oleh publik karena jangan sampai masyarakat di satu sisi mengalami kesulitan tapi di sisi lain mereka tidak ada tempat mengadu. Tapi juga di dalam upaya menindaklanjuti pengaduan itu, Ombudsman menemui beberapa kendala antara lain, dokumen atau keterangan pelapor belum lengkap," jelas Amzulian.
Selain itu, Ombudsman RI juga menuturkan instansi kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah yang belum sepenuhnya responsif menanggapi aduan dari masyarakat.
"Dalam kondisi normal saja masih ada responsnya yang lambat. Apalagi dalam kondisi sekarang ini. Kami menyarankan instansi pemerintah menyiapkan person in charge (PIC) yang khusus bekerja dalam proses penanganan masyarakat terdampak virus corona. Ini dalam rangka memastikan kepada publik bahwa kondisi sekarang birokrasi kita tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat," tutur Amzulian.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio,mengatakan, akurasi data adalah kelemahan pihak berwenang dalam menyalurkan. Agus mengatakan, Indonesia belum memiliki data integrator yang bisa menyajikan secara real time.
Your browser doesn’t support HTML5
"Bansos tanpa data real time pasti salah.Itu persoalannya. Padahal sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) No 39 tahun 2019 tentang 'Satu Data Indonesia'. Nah 'Satu Data Indonesia' itu ada di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tapi sampai hari ini belum ada itu forum 'Satu Data Indonesia'. Jadi sampai hari ini data integratornya tidak ada," kata Agus saat dihubungi VOA.
Ia mengatakan, tanpa data yang benar, penyaluran bansos tidak akan pernah tepat sasaran. "Tetapkan data integratornya siapa, kalau pakai Perpres itu Bappenas. Segera bentuk jadi semua data ada di situ bukan di Kementerian lain. Semua ada di forum Satu Data Indonesia itu. Nah, itu yang belum ada. Realisasikan saja, karena tanpa integrator kita tidak bisa punya data yang baik," pungkas Agus.
Sebelumnya beberapa hari lalu, Menteri Sosial Juliari Batubara mengakui bahwa penyaluran bansos ke warga yang terdampak pandemi tidak mungkin 100 persen tepat sasaran.
"Apabila kita lihat di lapangan memang tidak mungkin yang namanya penyaluran itu 100 persen tepat sasaran. Kenapa? Memang kita tidak pernah siap untuk bencana semasif virus corona ini. Kalau kita lihat di negara yang lebih kaya dan maju dari Indonesia di sana juga kacau balau," tutur dalam diskusi daring, Jumat (8/5). [aa/ab]