Seorang penyelam Larry Holmes Hutapea, Selasa lalu (24/1), menemukan beberapa karung bangkai ikan di dasar Danau Toba tepatnya di wilayah Sirungkungon, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara (Sumut). Bangkai ikan tersebut diduga dibuang oleh perusahaan budi daya perikanan, PT Aquafarm Nusantara.
Temuan tersebut semakin membuktikan bahwa kondisi air Danau Toba kian memprihatinkan. Padahal 80 persen air Danau Toba dikonsumsi oleh masyarakat lokal.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumut, Dana Tarigan, bahkan mengatakan kondisi Danau Toba layaknya seperti toilet raksasa yang semakin tercemar akibat temuan bangkai ikan dalam karung dan sisa pakan ternak dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang masih menjamur di perairan danau terbesar di Indonesia ini.
"WALHI Sumut sudah tidak surprise lagi, karena sejak lama memang Danau Toba itu seperti toilet raksasa. Semua dibuang di situ, jadi yang pertama kita tidak lagi terkejut karena banyak buang kotoran ke Danau Toba. Sampai hari ini tidak ada tindakan hukum. Tidak ada efek jera yang diberikan terhadap pelaku-pelaku tersebut dan hal ini akan terjadi terus," kata Dana kepada VOA, Rabu (30/1).
Ditemukannya karung berisi bangkai ikan, yang ditenggelamkan ke dasar Danau Toba, membuat WALHI Sumut mendorong pemerintah daerah dan kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan serius guna membongkar jaringan pelaku kerusakan lingkungan di Danau Toba. Investigasi tersebut menurutnya harus transparan dan tidak dilakukan secara sepihak.
"Jangan sampai kesalahan ini dilempar ke pihak lain apalagi masyarakat. Harus ada investigasi komprehensif melibatkan semua pihak pemangku kepentingan termasuk masyarakat yang dirugikan. Kali ini harus ada yang bertanggung jawab dan memang jangan dikarang-karang," ujar Dana.
Lanjutnya, apabila ada pembiaran seperti ini kerusakan Danau Toba akan berulang dan semakin parah. WALHI Sumut juga mendesak agar pemerintah segera memberi sanksi yang tegas terhadap pelaku pencemaran Danau Toba.
"Kenapa pemerintah seperti tidak berkutik menghadapi perusak Danau Toba. WALHI Sumut sudah memikirkan langkah hukum dan edukasi masyarakat bahwa Danau Toba sudah parah kondisinya,” kata Dana.
“Satu yang penting, jangan dulu berbicara Danau Toba itu sebagai destinasi wisata dunia. Tapi yang perlu diingat adalah air Danau Toba masih diminum langsung oleh masyarakat lokal. Jangan bicara investasi, tapi hak untuk lingkungan hidup yang sehat itu hak asasi manusia," ungkapnya.
Laporan ke Polisi Tak Digubris
Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) kepada VOA mengatakan pernah melaporkan PT Aquafarm Nusantara ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) atas dugaan tindak pidana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 atau Pasal 99 UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 15 ayat (1) huruf C UU No 11 tahun 1974 tentang Pengairan.
Ketua Tim Litigasi YPDT, Robert Paruhum Siahaan mengatakan hampir 2 tahun laporan itu berlalu tanpa tindak lanjut apapun. Pada 24 Januari 2019, PT Aquafarm Nusantara diduga kuat kembali melakukan perbuatan pencermaran terhadap air Danau Toba dengan cara menenggelamkan karung berisi bangkai ikan ke dasar danau. Berbekal bukti itu YPDT kembali mendatangi Polda Sumut, lagi-lagi mereka tidak mendapatkan kejelasan.
"Kemarin kami sudah langsung ke Polda Sumut menanyakan laporan polisi yang dibuat di Bareskrim pada tanggal 19 Juli 2017. Seandainya laporan itu ditindaklanjuti oleh Polda Sumut, perusahaan Aquafarm tidak boleh beroperasi sehingga bisa dipastikan pembuangan bangkai ikan dalam karung tidak ada," ucapnya kepada VOA.
Your browser doesn’t support HTML5
Kejahatan Lingkungan Rusak Danau Toba
YPDT menyebut pembuangan bangkai ikan dalam jumlah besar ke dasar Danau Toba di area perusahaan PT Aquafarm Nusantara itu merupakan kejahatan lingkungan.
Kejahatan ini bahkan tidak saja terjadi di Danau Toba, tetapi juga di Silimalombu dan Lontung; yang memang menjadi wilayah beroperasinya PT Aquafarm Nusantara.
"Itu masalah biaya, kalau dia (perusahaan) menggali lobang untuk mengubur ikan mati butuh waktu, tenaga, dan biaya yang cukup lumayan. Kalau menenggelamkan cuma masukan ikan dalam karung diberi batu, selesai," tutur Robert.
YPDT menjelaskan permasalahan lain adalah pakan ikan di KJA yang ditabur lebih dari 200 ton setiap hari dan limbah peternakan babi yang menambah rentetan beban pencemaran terhadap perairan Danau Toba.
"Menurut pengakuan banyak orang, kotoran babi dibuang ke dalam danau yang dilakukan sebuah perusahaan," tandas Robert.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumut enggan memberikan keterangan apapun terkait investigasi temuan bangkai ikan dalam karung di dasar Danau Toba. VOA sudah berkali-kali mencoba menghubungi Kepala DLH Sumut Binsar Situmorang, tapi yang bersangkutan tidak merespon. [aa/em]