Anggota DPR Taufik Basari mengusulkan publik, pemerintah, dan DPR menggelar dialog untuk menyempurnaan pasal-pasal yang dianggap bermasalah di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Ia mengklaim bahwa pembentukan KUHP tersebut merupakan upaya terbaik yang dilakukan pemerintah dan pihak legislatif untuk mengakomodasi berbagai harapan di masyarakat.
Taufik sendiri mengakui bahwa secara pribadi menolak pasal-pasal yang dianggap bermasalah di KUHP baru. Namun, sebagai anggota DPR, ia berusaha untuk mencari jalan tengah atas perdebatan pasal-pasal di RKUHP supaya dapat dituntaskan pembahasannya.
"Saya harus juga punya kemampuan untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan-kebuntuan yang ada, perdebatan yang ekstrem antara dua pandangan. Kita harus cari jalan keluarnya," tutur Taufik Basari dalam diskusi daring tentang KUHP, Minggu (11/12) malam.
Taufik menjelaskan terdapat tiga tindakan yang dilakukan DPR dan pemerintah untuk mengakomodir aspirasi masyarakat terkait pasal-pasal bermasalah di RKUHP. Ketiganya adalah menghapus pasal, merevisi pasal, dan menambahkan penjelasan pasal. Sebagai contoh, menegaskan pasal makar agar tidak multitafsir dan menghapus pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum.
"Ini salah satu yang dianggap kita mengakomodir persis seratus persen sesuai tuntutan masyarakat. Makar kita kembalikan dengan istilah aslinya dan pasal kekuasaan umum dihapuskan seluruhnya," imbuhnya.
Taufik memberikan contoh lainnya, yaitu pembatasan terhadap pasal penghinaan lembaga negara dengan delik aduan yang dilakukan pimpinan lembaga. Semisal Mahkamah Konstitusi, maka hanya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang bisa melaporkan jika merasa dihina seseorang.
Oleh sebab itu, Taufik mengajak publik untuk kembali berdialog dengan DPR dan pemerintah jika masih menemukan pasal-pasal yang bermasalah di KUHP baru. Apalagi, kata dia, KUHP baru akan diberlakukan tiga tahun mendatang. Menurutnya, dialog ini lebih baik ketimbang seseorang menggugat pasal-pasal bermasalah tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
"Barangkali saja yang namanya suatu produk tidak mungkin sempurna. Dan barangkali saja dari hasil dialog ada hal-hal yang harus disempurnakan dan memungkinkan untuk disempurnakan, mengapa tidak?"
Apresiasi Usulan
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengapresiasi usulan Taufik Basari. Namun, ia mengkrititisi narasi dari sejumlah politikus dan pejabat pemerintah yang kerap mendorong publik untuk mengajukan gugatan ke MK. Menurutnya, narasi tersebut seperti menunjukkan pemerintah dan DPR tidak memperhatikan prinsip-prinsip negara hukum dalam pembentukan KUHP.
"Pembuatan undang-undang itu bukan sekedar negosiasi politik. Tapi harus berpegangan kepada prinsip-prinsip negara hukum yang pegangannya adalah hak asasi manusia," jelas Bivitri.
Bivitri juga mengusulkan agar publik bersama DPR dan pemerintah memaksimalkan waktu tiga tahun untuk berdialog dan merevisi pasal-pasal bermasalah di KUHP baru.
Sosialisasi KUHP
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah saat ini adalah melakukan sosialisasi KUHP ke aparat penegak hukum agar memiliki pemahaman yang sama.
Menurut Edward, keraguan di publik dalam implementasi KUHP baru tak lepas dari kondisi aparat penegak hukum sedang tidak baik-baik saja.
"Jadi harus mulai dari sekarang untuk menciptakan sesuatu yang ideal. Jadi dengan KUHP dan disusul dengan revisi KUHAP pada 2023. Kita harus membentuk aparat penegak hukum," tutur Edward.
Ia menambahkan KUHP merupakan kompromi maksimal yang bisa dilakukan secara bersama. Menurutnya, pemerintah juga tidak menutup kemungkinan untuk merevisi pasal-pasal dengan menggunakan pendekatan dialog. Kendati demikian, ia tidak akan menutup peluang seseorang untuk menguji pasal-pasal KUHP di MK.
KUHP Baru akan Digugat ke MK
Presiden Partai Buruh Said Iqbal memiliki sejumlah catatan kritis terkait pembentukan KUHP. Menurutnya, buruh tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan RKUHP. Selain itu, buruh masih menemukan sejumlah pasal-pasal karet yang dapat mengkriminalisasi warga negara. Antara lain penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara.
Your browser doesn’t support HTML5
"Dalam waktu dekat bila KUHP sudah ada nomor, kami langsung satu hari kemudian melakukan judicial review terhadap UU KUHP ke Mahkamah Konstitusi," tutur Said Iqbal kepada VOA, Sabtu (10/12).
Iqbal mendorong Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani KUHP yang sudah disahkan DPR bersama pemerintah. Meskipun, ia mengetahui KUHP tersebut merupakan usulan dari pemerintah. Ia meyakini presiden akan melakukan ini sepanjang masyarakat bersuara bersama menolak pasal-pasal bermasalah di KUHP. [sm/ah]