Senat AS Blokir RUU Izin Tinggal Resmi bagi Anak Imigran Gelap

  • Michael Bowman
    Wita Sholhead

Para aktivis dan anak-anak imigran gelap melakukan unjuk rasa di Los Angeles, California untuk mendukung RUU Dream Act, 18 Desember 2010.

RUU itu dianggap sebagai langkah awal menuju reformasi imigrasi meluas bagi 12 juta pendatang gelap di Amerika.

Senat Amerika memblokir rancangan undang-undang yang akan memberikan izin tinggal resmi bagi anak-anak pendatang gelap yang mengejar pendidikan lebih tinggi atau masuk dalam dinas militer. Undang-undang itu dianggap sebagai langkah awal menuju reformasi imigrasi meluas yang akan menyelesaikan status lebih dari 12 juta pendatang gelap di Amerika, dua juta di antaranya datang ke Amerika ketika masih kecil.

Rancangan Undang-undang yang disebut Dream Act itu menguntungkan anak-anak yang dibawa ke Amerika oleh orang tuanya yang tidak memiliki dokumen perjalanan resmi. Undang-undang itu dapat memperpanjang izin tinggal sementara di Amerika bagi para pendatang gelap yang berusia 16 tahun ketika datang di Amerika, sedikitnya sudah tinggal lima tahun di Amerika, dan telah tamat SMA, mendaftarkan diri di perguruan tinggi Amerika atau masuk dalam dinas militer Amerika.

Senator fraksi Demokrat Richard Durbin dari negara bagian Illinois mengatakan mereka yang akan diuntungkan oleh Rancangan Undang-undang Dream Act itu adalah warga Amerika yang tidak punya dokumen resmi.

Menurut Durbin, “Mereka berdiri di dalam kelas dan mengucapkan janji kesetiaan kepada bendera kita. Mereka yakin di dalam hati Amerika adalah negaranya. Amerika salah satu-satunya negara yang mereka kenal. Dan yang mereka minta adalah kesempatan untuk berbuat sesuatu bagi negara ini. Itulah isi Rancangan Undang-undang Dream Act.”

DPR Amerika mensahkan Dream Act awal bulan ini. Senat diperkirakan memperoleh cukup suara untuk mensahkan rancangan undang-undang itu tahun ini, tetapi kekurangan lima suara dari tiga perlima suara mayoritas yang dibutuhkan untuk mengalahkan mosi prosedural yang dipimpin fraksi Republik untuk memblokir pemungutan suara akhir.

Para penentang RUU soal pengakuan bagi imigran gelap unjuk rasa di Glendale, negara bagian Arizona.

Para penentang rancangan undang-undang itu menyebut Dream Act sebagai pengampunan bagi para pelanggar hukum, dan kendala bagi apa yang mereka pandang sebagai kebutuhan mendesak: yaitumenghentikan arus imigran gelap ke Amerika.

Senator fraksi Republik Jeff Sessions dari Alabama, mengatakan,“Mengakhiri kedatangan para pendatang gelap di perbatasan negara kita adalah hal pertama yang harus dilakukan, dan setelah itu baru kita bergulat dengan apa yang harus dilakukan terhadap orang-orang yang tinggal di sini tanpa izin resmi. Jika tidak kita menyerah kepada anarki.”

Para penentang lain mengatakan rancangan undang-undang itu akan memberi dorongan bagi para pekerja yang tidak punya dokumen resmi untuk membawa anak-anak mereka ke Amerika, dan itu merupakan tamparan bagai para pendatang resmi yang mematuhi prosedur imigrasi Amerika.

Berbagai bentuk Dream Act telah diajukan dalam10 tahun terakhir. Tidak satu pun rancangan undang-undang disahkan. Banyak kelompok pendukung hak-hak imigran melobi agar Dream Act disahkan dan menyuarakan kekecewaan setelah pemungutan suara di Senat itu. Sebaliknya, organisasi-organisasi yang mendukung garis keras terhadap imigrasi gelap puas dengan hasil pemungutan suara itu.

Dengan besarnya mayoritas fraksi Demokrat baik di DPR maupun Senat, tahun ini dipandang sebagai kesempatan untuk mensahkan Rancangan undang-undang Dream Act. Tetapi dengan fraksi Republik yang siap menguasai DPR dengan jumlah anggota lebih besar di Senat, kebijakan reformasi imigrasi mungkin akan menghadapi kendala yang lebih besar pada masa mendatang.