Korea Selatan memanggil duta besar Rusia, Senin (21/10) untuk memprotes keputusan Pyongyang mengirim ribuan tentara guna mendukung Moskow dalam perang di Ukraina. Kementerian Luar Negeri mendesak penarikan segera pasukan tersebut.
Pyongyang mengerahkan sekitar 1.500 tentara pasukan khusus Korea Utara ke Rusia untuk beradaptasi dan kemungkinan akan dikirim ke garis depan, kata badan intelijen Seoul pada Jumat. Pasukan tambahan juga akan segera diberangkatkan.
Korea Selatan telah lama menuding Korea Utara yang bersenjata nuklir memasok senjata ke Rusia untuk digunakan di Ukraina. Pemimpin Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri sebelumnya telah meneken kerja sama militer pada Juni.
Seoul menyatakan "kekhawatiran seriusnya mengenai pengiriman pasukan Korea Utara baru-baru ini ke Rusia dan sangat mendesak penarikan segera pasukan Korea Utara," kata Wakil Menteri Luar Negeri Kim Hong-kyun kepada Duta Besar Rusia Georgiy Zinoviev.
Badan intelijen Seoul merilis gambar satelit yang menunjukkan gelombang pertama pasukan khusus Korea Utara dari unit elit "Storm Corps" sebanyak 1.500 orang tiba di Vladivostok dengan menggunakan kapal militer Rusia.
Kim menyatakan bahwa setiap kerja sama militer antara kedua negara melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan.
Duta Besar Rusia Zinovyev "menekankan bahwa kerja sama antara Rusia dan Korea Utara... tidak ditujukan untuk melawan kepentingan keamanan Korea Selatan", kata kedutaan dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, juga mengatakan pada Senin (21/10) bahwa Moskow akan "terus mengembangkan kerja sama ini lebih jauh".
"Korea Utara adalah tetangga dan mitra dekat kami dan kami mengembangkan hubungan di semua bidang dan itu adalah hak kedaulatan kami," katanya kepada wartawan di Moskow. Ia menolak berkomentar apakah Rusia akan menggunakan pasukan Korea Utara.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, Senin (21/10), berbicara kepada Kepala NATO Mark Rutte untuk mendesak agar aliansi tersebut mengambil "tindakan balasan konkret" terhadap peningkatan kerja sama antara Rusia dan Korea Utara.
NATO, yang belum mengonfirmasi pengerahan pasukan Korea Utara, mengatakan bahwa hal itu "akan menandai eskalasi yang signifikan" dalam konflik tersebut, kata Rutte di X.
BACA JUGA: Zelenskyy: Warga Korut Berjuang Bersama Rusia di UkrainaMenteri Luar Negeri Inggris David Lammy, yang berada di Seoul, Senin (21/10), menyebut tindakan Rusia sebagai "ceroboh dan ilegal." Ia menambahkan bahwa London akan bekerja sama dengan Seoul untuk menanggapi situasi tersebut, menurut keterangan dari kantor Yoon.
Warga Korea Utara di Ukraina?
"Protes Korea Selatan terhadap Rusia tidak akan mengubah apa pun terkait kerja sama militer Moskow dengan Korea Utara," kata Cheong Seong-chang, Direktur Strategi Semenanjung Korea di Sejong Institute.
Sebagai imbalan atas pengiriman tentara untuk membantu Rusia di Ukraina, "Kim Jong Un bermaksud untuk mendapatkan teknologi militer, mulai dari satelit pengintai hingga kapal selam", katanya.
Ia memperkirakan tentara Korea Utara akan segera berada di garis depan Ukraina. Ia juga menambahkan, "masih harus dilihat seberapa besar dampak yang akan mereka berikan selama konflik berlangsung."
Badan intelijen Seoul menyatakan bahwa antara 8 dan 13 Oktober, "Korea Utara mengangkut pasukan khususnya ke Rusia melalui kapal pengangkut Angkatan Laut Rusia, yang mengonfirmasi dimulainya partisipasi militer Korea Utara" dalam perang yang melibatkan Moskow di Ukraina.
Menurut Badan intelijen Seoul, pasukan khusus yang saat ini ditempatkan di pangkalan Rusia di Timur Jauh "diperkirakan akan dikerahkan ke garis depan (konflik Ukraina) segera setelah mereka menyelesaikan pelatihan aklimatisasi."
Pyongyang dan Moskow telah bersekutu sejak berdirinya Korea Utara setelah Perang Dunia II, dan hubungan keduanya semakin erat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.
BACA JUGA: Zelenskyy Cari Reaksi Keras atas Keterlibatan Korut dalam Perang RusiaMinggu lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy merujuk pada laporan intelijen yang menyatakan bahwa Korea Utara melatih 10.000 tentara untuk mendukung Rusia. Ia menambahkan bahwa Moskow mengandalkan Korea Utara untuk mengganti kerugian besar yang dialaminya.
Korea Selatan, salah satu dari 10 eksportir senjata teratas dunia, telah lama menolak seruan dari sekutunya, termasuk Washington, untuk memasok senjata ke Kyiv. Negara ini mengacu pada kebijakan dalam negeri yang sudah lama berlaku yang melarang Seoul menjual senjata ke zona konflik aktif.
Namun, negara tersebut menjual tank, howitzer, pesawat serang, dan peluncur roket senilai miliaran dolar kepada sekutu utama Kyiv, Polandia. Presiden Polandia Andrzej Duda dijadwalkan akan mengunjungi Seoul mulai Selasa minggu ini. [ah/es]