Seorang remaja yang menyerang seorang pastor Katolik di gerejanya terinspirasi pembunuhan pastor di Perancis bulan Juli dan dipandu oleh anggota Negara Islam (ISIS) di Raqqa, menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Rabu (31/8).
Namun kemampuan remaja itu dalam merakit bom, yang dipelajari lewat internet, masih amatir dan ikat pinggang bom bunuh dirinya gagal meledak, ujar Tito kepada para wartawan asing. Jemaah menangkap remaja berusia 17 tahun itu ketika ia menusuk pastor dengan sebilah pisau hari Minggu, dan sekarang ia dalam tahanan polisi.
Tito mengatakan serangan yang gagal it menunjukkan fenomena "serigala penyendiri" (lone wolf) yang teradikalisasi lewat internet sudah menyebar di Indonesia, memproyeksikan kekerasan ISIS.
Penyerang itu mendapat inspirasi dari laporan-laporan pembunuhan Pastor Jacques Hamel, 85, yang tewas setelah dua militan menggorok lehernya saat misa di pinggiran kota Rouen, Perancis utara, Juli lalu. Pembunuhan itu merupakan yang terbatu dalam serangkaian pembunuhan oleh kelompok radikal agama yang telah mengguncang Perancis dalam beberapa tahun terakhir.
"Ia meniru serangan terhadap pastor itu karena internet," ujar Tito.
"Berdasarkan komunikasi, kami menemukan bahwa ada hubungan dengan seorang warga Indonesia di Suriah," tambahnya, menjelaskan bahwa temannya itu merupakan seorang radikal yang tinggal di Raqqa. "Ini indikasi bahwa (fenomena) serigala penyendiri sedang tumbuh di Indonesia."
Tidak ada korban tewas dalam serangan hari Minggu di Medan, meski sang pastor dan penyerangnya, disebut sebagai Ivan Armadi, menderita luka-luka ringan, menurut polisi.
Tidak Ada Kaitan dengan Jaringan Lokal
Pembunuhan Hamel adalah serangan pertama kelompok radikal terhadap gereja di Eropa barat dan terjadi hanya 12 hari setelah seorang pengikut ISIS menabrakkan truknya ke arah kerumunan di kota Nice, menewaskan 85 orang.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Jenderal Purnawirawan Wiranto Wiranto mengatakan hari Senin bahwa Ivan memiliki catatan dalam ranselnya yang bertuliskan “I love al-Baghdadi”, mengacu kepada pemimpin ISIS.
"Dari ponsel yang disita pasukan keamanan, remaja ini terobsesi dengan Abu Bakr al-Baghdadi,” ujar Wiranto.
Tito mengatakan polisi tidak menemukan indikasi Ivan memiliki kontak dengan jaringan Islamis di Indonesia, jadi serangannya dianggap sebagai kasus radikalisasi sendiri, bukannya kekerasan sektarian yang berakar dari ketegangan antara kelompok agama.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ketika ditanya mengenai serangan di Medan mengatakan "konflik-konflik yang terkait agama tidak berdasarkan pada agama."
Ia mengatakan agama-agama mengajarkan perdamaian, jadi kelompok radikal yang melakukan kekerasan atas nama Islam sebetulnya mengeksploitasi agama untuk mendorong tujuan-tujuan politik mereka, yang berakar sebagian besar dari ketidakadilan sosial atau ekonomi yang mereka alami di Indonesia.
Pemerintah sedang membuat rancangan undang-undang untuk membatasi ujaran kebencian di media sosial yang akan membatasi pernyataan-pernyataan ekstrem oleh semua komunitas agama, ujarnya. "Ini tantangan yang harus dihadapi." [hd]