Prancis mempertaruhkan kebuntuan politik yang berkepanjangan, Kamis (23/6) setelah partai-partai oposisi menyambut dingin seruan Presiden Emmanuel Macron untuk "kompromi" agar pemerintah tetap bisa berjalan pasca pemilihan parlemen.
Macron mengajukan permohonannya dalam pidato kepada rakyat negara itu, Rabu malam (22/6), beberapa hari setelah gagal mempertahankan mayoritas di parlemen. Itu kemunduran yang mengancam akan melumpuhkan kemampuannya melaksanakan reformasi yang direncanakannya.
Dalam pemilihan parlemen Minggu, aliansi tengahnya meraih suara 44 kursi kurang untuk menjadi mayoritas di Majelis Nasional, sementara koalisi baru sayap kiri dan sayap kanan meraih perolehan besar.
BACA JUGA: Macron Berjanji akan Memerintah “Secara Berbeda”Situasi itu membuat orang mempertanyakan rencana Macron untuk reformasi dalam masa jabatan keduanya setelah terpilih kembali pada April - termasuk langkah kunci untuk menaikkan usia pensiun - dan berisiko merusak status internasionalnya.
Memecah keheningan tiga hari setelah pemilihan, Macron mengesampingkan pemerintah persatuan nasional tetapi tampak optimistis pada peluang untuk maju, meskipun tidak menawarkan solusi konkret. Ia mengatakan bahwa kekuatan politik Prancis harus "secara kolektif belajar untuk memerintah dan membuat undang-undang secara berbeda" dengan membangun "kompromi, penambahan, dan amendemen tetapi melakukannya dalam transparansi penuh, demi persatuan nasional".
Ia menunjukkan dua kemungkinan maju: kesepakatan resmi pemerintah koalisi dengan partai lain atau dengan "menciptakan RUU demi RUU yang mayoritas" di parlemen. [ka/uh]