Setahun Setelah Pembunuhan Khashoggi, Hubungan Trump dengan Pemimpin Saudi Tetap Kuat

  • Cindy Saine

Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman (kiri) dan Presiden AS, Donald Trump. (Foto: dok).

Satu tahun setelah pembunuhan kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, yang bermukim di Amerika, Presiden Donald Trump masih menjadi sekutu terpercaya Kerajaan Arab Saudi dan Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman. Dia mengatakan hubungan khusus antara kedua negara lebih besar daripada masalah apa pun. Tetapi, banyak anggota Kongres AS terus mendorong diberlakukannya perubahan kebijakan Amerika terhadap Arab Saudi sampai mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu dimintai pertanggungjawaban.

Jamal Kashoggi dibunuh dan dimutilasi setelah dia memasuki konsulat Saudi di Istanbul, oleh tim Saudi yang diduga bertindak atas perintah Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman.

Satu tahun kemudian, pembunuhan itu diperingati di seluruh dunia dengan peristiwa-peristiwa yang muram, seperti yang terjadi minggu lalu di Washington di mana 11 anggota Kongres ambil bagian.

Sejak kematian Kashoggi, Kongres AS telah berulang kali berselisih dengan Presiden Donald Trump. Kongres mengadakan voting untuk membatasi penjualan senjata Amerika ke Arab Saudi dan untuk mengakhiri operasi militer Amerika dalam perang yang dipimpin oleh Saudi di Yaman.

BACA JUGA: Erdogan Bertekad 'Terus Mencari Tahu' soal Pembunuhan Jurnalis Khashoggi

Anggota Kongres dari Partai Demokrat Jim McGovern mengatakan kepada VOA bahwa presiden menolak untuk meminta pertanggungjawaban bin Salman.

“Intinya adalah kita tidak boleh menjual senjata kepada Saudi atau memberi mereka bantuan militer. Itu seharusnya merupakan konsekuensinya, dan ada sebuah mayoritas bipartisan di DPR dan Senat yang mengirim rancangan undang-undang kepada presiden untuk membatasi penjualan senjata tertentu, tetapi presiden telah memvetonya,” kata Jim McGovern.

Trump dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo tidak goyah dalam dukungan mereka untuk keluarga kerajaan Saudi.

Presiden Trump tidak mau merusak hubungan dengan Riyadh karena kekhawatiran ekonomi.

“Ini merupakan pertimbangan yang sangat sederhana bagi saya. Saya lebih memilih bagaimana membuat Amerika hebat lagi dan bagaimana mendahulukan kepentingan Amerika,” jelas Trump.

Kelly Magsamen dari Center for American Progress, lembaga riset dan advokasi kebijakan publik di Washington, D.C., menyatakan pandangannya kepada VOA.

“Saya kira Menlu Pompeo dan Presiden Trump telah membuat perhitungan sehubungan dengan Arab Saudi. Kita lihat Arab Saudi yang telah sangat aktif terlibat dalam konflik di Yaman dengan restu dari Amerika Serikat.”

Personalisasi Trump terhadap hubungan Amerika-Saudi belum membantu dalam menangani pembunuhan Khashoggi, kata pakar Timur Tengah Yasmine Farouk dari Carnegie Endowment for International Peace kepada VOA.

“Tetapi hasil akhirnya adalah bahwa hubungan strategis antara Amerika dan Arab Saudi sekarang benar-benar lebih tergantung pada keputusan pribadi presiden Amerika Serikat daripada penilaian kelembagaan tentang pentingnya hubungan ini bagi kepentingan keamanan nasional Amerika danbagi kepentingan strategis Amerika di Timur Tengah,” kata Yasmine Farouk.

Walaupun Arab Saudi berusaha membuka diri untuk pariwisata dan investasi internasional, Farouk mengatakan bahwa pembunuhan Khashoggi akan mencemari kerajaan itu selama bertahun-tahun yang akan datang. [lt/uh]