Lebih dari 1.100 anak-anak per hari diperkirakan putus sekolah pada tahun 2017. Prediksi ini dikeluarkan sebuah organisasi internasional mengenai hak-hak anak, Kamis (23/3), hari pertama tahun ajaran sekolah Afghanistan.
Save the Children menyebut kekerasan dan instabilitas yang masih terus berlangsung, kurangnya kesempatan kerja bagi para orang tua, dan meningkatnya warga Afghanistan yang dipaksa kembali dari negara-tetangganya, Pakistan, merupakan alasan-alasan utama prediksi tersebut.
Ana Locsin, Direktur Save the Children Afghanistan mengemukakan, anak-anak yang tidak bersekolah menghadapi risiko menjalani pernikahan dini, memasuki dunia kerja di mana tenaga mereka akan diperas, atau bahkan direkrut kelompok-kelompok bersenjata atau diperdagangkan. Semakin lama mereka berada di luar sistem pendidikan, semakin kecil kemungkinan mereka untuk kembali bersekolah, lanjutnya.
Sekitar 42 persen, atau lima juta dari sekitar 12 juta anak-anak dan remaja usia sekolah tidak memiliki akses ke pendidikan, sebut Kementerian Pendidikan Afghanistan dalam situsnya.
Data kementerian itu menunjukkan bahwa lebih dari 5.000 sekolah tidak memiliki bangunan yang layak digunakan, tanpa tembok-tembok pembatas ruang, air layak minum atau fasilitas sanitasi, sementara ratusan sekolah rusak atau ditutup karena pertempuran yang terus berlangsung dalam beberapa tahun ini.
Lebih dari setengah juta warga Afghanistan, kebanyakan anak-anak, mengungsi di dalam negeri mereka tahun lalu akibat konflik, sebut PBB. Selain itu, lebih dari satu juta orang Afghanistan kembali dari Pakistan dan Iran tahun lalu sehingga menambah beban kementerian pendidikan dan kementerian kesehatan. [uh/ab]