Sistem antirudal canggih milik militer Amerika Serikat digunakan di Israel secara perdana untuk mencegat proyektil, menurut sumber kepada Reuters pada Jumat (27/12). Sistem tersebut ditempatkan di Israel sejak Oktober atas perintah Presiden Joe Biden.
THAAD, atau Terminal High Altitude Area Defense, dioperasikan untuk mencegat proyektil yang diluncurkan dari Yaman dalam 24 jam terakhir. Keberhasilannya masih dalam analisis, menurut sumber anonim.
Pentagon tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Israel melancarkan serangan terhadap sejumlah target yang terhubung dengan gerakan Houthi yang didukung Iran di Yaman pada Kamis, termasuk Bandara Internasional Sanaa. Media Houthi melaporkan setidaknya enam orang tewas dalam serangan tersebut.
BACA JUGA: Houthi Klaim Serangan Baru Terhadap Israel, Balas Hantaman di Bandara YamanHouthi terus menembakkan drone dan rudal ke Israel, mengklaim aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Pada Oktober, Presiden Biden mengerahkan sistem THAAD buatan Lockheed Martin ke Israel bersama sekitar 100 tentara Amerika untuk mendukung pertahanan negara tersebut. Sebagai elemen kunci dalam sistem pertahanan udara berlapis milik militer Amerika, THAAD melengkapi pertahanan antirudal Israel yang sudah sangat kuat.
Usai serangan udara Israel, pejabat tinggi bantuan PBB di Yaman, Julien Harneis, pada Jumat menyatakan bahwa Bandara Sanaa merupakan infrastruktur sipil yang digunakan pekerja bantuan internasional untuk menjangkau wilayah utara Yaman. Ia memperingatkan, "Jika bandara itu tidak dapat digunakan, operasi kemanusiaan akan terhenti."
BACA JUGA: Pemberontak Houthi Klaim Luncurkan Rudal ke Israel"Para pihak yang berkonflik wajib memastikan mereka tidak menyerang target sipil," ujar Harneis kepada wartawan. "Kami tidak perlu membuktikan bahwa kami adalah warga sipil. Justru mereka yang harus membuktikan bahwa target mereka adalah sasaran militer. Bandara Sanaa sendiri telah berhenti menjadi target militer sejak 2016."
PBB menyatakan bahwa lebih dari setengah penduduk Yaman, sekitar 18 juta orang, membutuhkan bantuan kemanusiaan. Harneis mengungkapkan kepada wartawan bahwa jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 19 juta tahun depan akibat memburuknya kondisi ekonomi di negara tersebut.
Ia juga menyatakan bahwa serangan udara di Pelabuhan Hodeidah sangat memprihatinkan, mengingat pelabuhan tersebut "sangat vital" karena Yaman mengimpor sekitar 80 persen bahan pangannya melalui pelabuhan itu.
"Itu adalah fasilitas sipil, tidak diragukan lagi, dan PBB berupaya untuk memastikan bahwa dan setiap kerusakan yang terjadi di sana akan menyebabkan penderitaan besar bagi warga Yaman," kata Harneis. [ah/ft]