Udara sore di sebuah lapangan sepak bola di taman pusat kota London terasa hangat. Akan tetapi semua pemain dari Sisterhood FC mengenakan baju seragam serbahitam dari ujung kepala hingga kaki mereka. Sebagian anggota klub sepak bola itu mengenakan celana sport, hampir semuanya mengenakan jilbab dan seorang di antara mereka mengenakan baju panjang abaya.
Di tepi lapangan, seorang anggota menyempatkan diri untuk membentangkan sajadah dan salat. Sementara itu rekan-rekannya bertanding melawan tim perempuan Brazil yang mengenakan baju dan celana pendek berwarna pink dan biru terang.
Tim ini memang beranggotakan perempuan Muslim. Didirikan tahun 2018, anggota Sisterhood telah bertambah menjadi hampir 100 pemain. Ini membuat para anggota dapat menikmati bermain sepak bola tanpa ada yang mempertanyakan busana Muslim mereka, atau bertanya mengapa mereka tidak bersosialisasi di tempat minum-minum seusai bertanding.
Kamara Davis, 30, seorang anggota Sisterhood mengatakan,“Ini adalah klub sepak bola untuk perempuan Muslim agar mereka dapat datang, merasa bebas dan rileks serta dapat bermain dengan baju mereka.”
Kamara menjadi mualaf ketika berusia 17. Ketika itu ia merasa tidak akan pernah dapat lagi bermain sepak bola karena baju Muslimnya tidak cocok untuk olah raga tersebut. Tetapi ketika ia mendengar tentang Sisterhood FC, ia langsung bergabung. Ia mengaku,“Sejujurnya, rasanya menyenangkan sekali. Seperti melegakan. Rasanya benar-benar menyenangkan sewaktu saya dapat menendang bola dengan kuat. Inilah dampaknya bagi saya pribadi.”
Your browser doesn’t support HTML5
Klub itu juga menawarkan kesempatan bagi perempuan Muslim untuk menikmati jeda dari peran tradisional yang banyak orang bilang diharapkan dari mereka.
Fatima Ali, 26, mengatakan, beberapa keluarga semula bersusah payah memahami mengapa para perempuan muda itu ingin bermain sepak bola.
"Saya pikir banyak orang yang telah menerimanya. Tetapi tetap saja ini perlu waktu, ini bukan proses satu langkah. Bahkan saudara laki-laki saya mungkin bertanya-tanya ‘apa gunanya kamu bepergian dari London Barat hingga ke bagian tenggara? Tapi saya bilang, ‘Saya menikmati bermain sepak bola, kami punya tim, kami akan bertanding, kami harus melakukan ini’,” jelasnya.
Klub ini didirikan sebagai cara untuk mempertemukan minat dalam bermain sepak bola di kalangan perempuan Muslim dan kepatuhan terhadap iman mereka. Untuk menegaskan hal ini, badge klub Sisterhood menampilkan citra hijab. Badan sepak bola dunia FIFA melarang pemain putri mengenakan hijab dengan alasan keselamatan pada tahun 2007. Larangan ini baru dilonggarkan pada tahun 2012, dan akhirnya hijab diizinkan sepenuhnya untuk dipakai pada tahun 2014.
Banyak pemain Sisterhood yang gembira menyambut turnamen Piala Dunia mendatang di Qatar. Ini adalah yang pertama kalinya turnamen itu diselenggarakan di sebuah negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Sisterhood mengadakan latihan seminggu sekali, dan tim pertamanya ikut bertanding dalam formasi 5 dan 7 pemain di Ladies Super Liga, liga sepak bola akar rumput di London. [uh/ab]