Skandal Pelecehan Anak Membayangi Kunjungan Paus ke Timor Leste

Paus Fransiskus tiba di Sekolah Humaniora Tritunggal Mahakudus di Baro, dekat Vanimo, Papua Nugini, Minggu, 8 September 2024. (Foto: AP)

Saat Paus Fransiskus menjadi Paus pertama yang mengunjungi Timor Leste, ia akan menghadapi skandal pelecehan anak yang melibatkan seorang imam, isu yang selama ini diabaikan oleh para pejuang kemerdekaan di negara Katolik tersebut.

Kasus-kasus pelecehan tersebut melibatkan Uskup Carlos Ximenes Belo, pemenang Nobel yang membantu membebaskan Timor Leste dari pendudukan Indonesia. Namun, Vatikan diam-diam menghukum Uskup Belo atas tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak selama beberapa dekade.

Ada seruan bagi Paus berusia 87 tahun itu untuk membahas isu pelecehan anak saat ia tiba di bekas koloni Portugis pada Senin (9/9), sebagai bagian dari lawatannya ke Asia-Pasifik.

"Kami meminta Yang Mulia untuk mendorong para pemimpin dan rakyat Timor-Leste untuk mengambil tindakan yang lebih efektif untuk mencegah pelecehan seksual," tulis Forum LSM Timor-Leste, sebuah koalisi masyarakat sipil, dalam sebuah surat kepada Fransiskus pada Rabu (4/9).

Paus Fransiskus berpose dengan anak-anak dari Street Ministry dan Callan Services di Caritas Technical Secondary School, di Port Moresby, Papua Nugini, 7 September 2024. (Foto: via Reuters)

BishopAccountability.org, pusat dokumentasi pelecehan Gereja Katolik, juga meminta kepala komisi pelecehan seksual Vatikan, Kardinal Sean O'Malley, untuk "mendesak" Paus Fransiskus agar "menjadi pembela para korban" selama kunjungannya.

Timor Leste, negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, adalah salah satu dari banyak negara yang menderita momok global pelecehan anak oleh para imam yang dilakukan diam-diam.

Pada 2002, Paus Yohanes Paulus II menerima pengunduran diri mendadak Uskup Belo, yang saat itu memimpin gereja Timor Leste dan menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 1996.

Vatikan mengatakan pengunduran dirinya karena alasan kesehatan tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Uskup Katolik Roma Timor Leste dan peraih Nobel Carlos Ximenes Belo di Timor Leste, Sergio Vieira De Mello di Dili, pada 23 Agustus 2003. (Foto: AP)

Kemudian Vatikan mengizinkannya untuk dikirim ke Mozambik sebagai misionaris tempat ia bekerja dengan anak-anak, sebelum ia pindah ke Portugal.

Pada 2020, Vatikan secara diam-diam menjatuhkan sanksi kepada uskup tersebut setelah muncul klaim bahwa ia telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di bawah umur selama dua dekade hingga 2002.

Vatikan melarang Belo untuk berhubungan dengan anak-anak atau mengunjungi Timor Leste, dan mengatakan bahwa Belo menerima syarat-syarat tersebut secara resmi.

Vatikan baru mengumumkan hal tersebut kepada publik setelah majalah Belanda De Groene Amsterdammer melaporkan pembatasan tersebut pada 2022, termasuk kesaksian dari seorang korban yang mengaku diperkosa oleh Belo.

Penulis laporan majalah Belanda tersebut menyebutkan bahwa tuduhan terhadap Belo sudah diketahui sejak 2002.

BACA JUGA: Vatikan Kukuhkan Telah Jatuhkan Sanksi Kepada Uskup Peraih Nobel Perdamaian

Paus kemudian menjelaskan bahwa keputusan untuk membiarkan Belo pensiun daripada menghadapi konsekuensi dibuat pada waktu ketika pandangannya berbeda.

Dukungan yang Luas

Uskup tersebut meraih Hadiah Nobel karena pembelaannya terhadap hak asasi manusia selama pendudukan Indonesia yang berlangsung lebih dari dua dekade.

Ia dihormati di negaranya karena melindungi para demonstran muda dan menyelamatkan nyawa mereka.

Hal ini telah membantunya mempertahankan dukungan kuat di kalangan 1,3 juta penduduk negara itu, yang 98 persen di antaranya adalah umat Katolik.

"Kami merasa kehilangan dia. Kami merindukannya," kata Maria Dadi, presiden dewan pemuda nasional Timor Leste, kepada AFP.

"Karena bagaimanapun juga dia benar-benar berkontribusi pada perjuangan Timor-Leste."

Paus Fransiskus disambut oleh masyarakat Pribumi pada hari pertemuannya dengan para uskup Papua Nugini dan Kepulauan Solomon, di Port Moresby, Papua Nugini, 7 September 2024. (Foto: REUTERS/Guglielmo Mangiapane)

Dalam kasus lain, mantan pastor Amerika Richard Daschbach dinyatakan bersalah pada 2021 atas pelecehan terhadap gadis-gadis yatim piatu dan kurang beruntung.

Dia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, tetapi juga mendapat dukungan dari kalangan atas masyarakat Timor Leste.

Perdana Menteri Xanana Gusmao menuai kontroversi tahun lalu setelah mengunjungi Daschbach untuk merayakan ulang tahunnya dan berbagi kue dengan pedofil yang dihukum itu. Gusmao juga menghadiri persidangan Daschbach.

Bagi banyak orang di negara itu, dukungan terhadap Belo tetap ada menjelang kunjungan Paus.

"Kami sangat sedih tanpa kehadiran Uskup Belo," kata akademisi berusia 58 tahun Francisco Amaral da Silva.

BACA JUGA: Isu Pelecehan Seksual oleh Gereja Bayangi Kunjungan Paus ke Portugal

"Pemerintah dan Gereja Katolik harus mengundangnya," ujarnya.

Kantor kepresidenan Timor Leste tidak menanggapi permintaan komentar. Presiden Jose Ramos-Horta mengatakan hukuman untuk Belo harus ditangani oleh Vatikan.

Nilai Terbatas

Paus dijadwalkan akan bertemu dengan umat Katolik, anak-anak, para Jesuit, dan memimpin misa besar selama kunjungannya di ibu kota Timor Leste, Dili.

Namun, belum jelas apakah ia akan membahas kasus-kasus yang mengejutkan para pengamat dari salah satu negara termiskin di dunia itu.

Paus tidak dijadwalkan untuk bertemu dengan para korban, dan Vatikan belum memberikan komentar sebelum keberangkatannya dari Roma.

Namun, ia mungkin melakukan improvisasi dalam salah satu pidatonya, yang akan menjadi sinyal yang kuat.

Warga menanti Paus Fransiskus setelah mendarat di Bandara Internasional Port Moresby Jackson, di Port Moresby, Papua Nugini, 6 September 2024. (Foto: Reuters)

Paus Fransiskus mungkin juga akan bertemu dengan para korban secara pribadi, seperti yang pernah dilakukannya sebelumnya, termasuk dalam kunjungannya ke Portugal pada 2023.

Namun, para pendukung korban menyatakan bahwa Paus harus mengakui kekerasan seksual yang dilakukan oleh pejabat Gereja terhadap anak-anak di Timor Leste, termasuk oleh Belo.

"Mereka yang telah dilecehkan oleh Uskup Belo dan pendeta lainnya akan berharap Paus Fransiskus mengeluarkan pernyataan publik mengenai kegagalan Gereja dalam menangani pendeta yang bermasalah," kata Tony Gribben, pendiri kelompok penyintas Dromore yang berbasis di Irlandia Utara.

Gribben mengatakan pertemuan tersebut akan "memiliki nilai terbatas," sambil mengacu pada permintaan maaf yang telah disampaikan Paus kepada korban pelecehan selama kunjungannya ke Irlandia pada 2018. [ah/ft]