Gempa dan tsunami menimbulkan korban dalam jumlah yang terus bertambah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Kamis malam mencatat, jumlah korban meninggal lebih dari 1.500 orang dan 70 ribu orang lebih mengungsi. Selain itu ada ratusan korban yang hilang, ratusan diduga tertimbun reruntuhan atau tanah, dan lebih dari 2.500 korban luka-luka.
Angka-angka yang terus bergerak itu tentu saja membutuhkan kepedulian seluruh pihak.
Dari seluruh korban tersebut, sebagian adalah aparatur negara, baik yang luka maupun meninggal. Aparatur negara yang selamat pun, hingga kini belum dapat bekerja maksimal karena mereka juga korban dari bencana ini. Karena itulah, Kementerian Dalam Negeri mengirimkan 110 personil Tim Pendamping Pemda sebagai respon terhadap tanggap darurat bencana. Tim ini ibarat sebuah mesin generator, mereka akan membantu pemerintah daerah setempat yang sempat lumpuh. “Nanti Tim Pendampingan Kemendagri cek desa-desa juga, harus ada bantuan, disiapkan Ditjen Bina Pemdes setiap desa 50 juta, minimal buat bangun tenda, alat tulis atau ATK untuk administrasi pemerintahan di desa-desa,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar kepada VOA mengatakan, Tim Pendamping Pemda telah berangkat dan bekerja di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong.
“Sementara ini masih didata berapa pegawai yang menjadi korban. Yang aparat pegawai Pemda selamat pun masih mencari anggota keluarganya. Mereka kan sedang berduka, sehingga sebagian dari mereka belum bisa melaksanakan tugas secara optimal. Pendampingan ini secara administrasi, misalnya ada perubahan penataan program, supaya program dan anggaran pemerintah daerah bisa dipertajam pada penanganan bencana,” ujar Bahri.
Bahtiar menambahkan, fokus tugas Tim Pendamping Pemda ada lima. Pertama, membantu Pemda mendata infrastruktur pemerintahan, serta sarana dan prasarana yang rusak. Kedua, pendataaan aparatur Pemda yang menjadi korban. Ketiga, pendampingan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat, minimal pelayanan dasar. Keempat, menyemangati aparat Pemda agar kembali bekerja. Dan kelima, menyusun laporan yang akan menjadi bahan bagi pemerintah pusat melakukan penanganan pasca bencana di bidang pemerintahan.
Your browser doesn’t support HTML5
"Tim Pendamping Pemda yang dikirim fokus pada tugas pokoknya sesuai tugas, pokok, dan fungsi Kemendagri, yaitu mengawal penyelenggaraan pemerintahan daerah berjalan dengan baik. Kongkretnya, misalnya ada kantor kelurahan yang hancur, mungkin akan kita dirikan tenda dulu sebagai pusat layanan, semacam itu, " tambah Bahtiar.
Dari sektor pendidikan, 38 perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia siap menampung mahasiswa Universitas Tadulako untuk melanjutkan kuliah. Gedung Universitas Tadulako hancur dan tidak dapat digunakan dalam waktu dekat. Agar proses pendidikan tidak terbengkalai, mahasiswa setempat dipersilahkan meninggalkan Palu dan memilih universitas negeri di berbagai kota. Kuliah yang diikuti sesuai dengan jurusan yang diambil di Universitas Tadulako.
Salah satu institusi yang siap menerima mahasiswa dari Palu adalah Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Dekan fakultas tersebut, Prof. Nizam mengatakan, pihaknya memang mengirim bantuan lain berupa hunian sementara dan pemenuhan kebutuhan air.
Namun, keberlanjutan pendidikan juga menjadi prioritas dan karena itu Fakultas Teknik UGM siap menampung mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Tadulako yang ingin terus kuliah. "Mereka bisa kuliah disini, dengan mengambil mata kuliah yang sama, karena kita tahu gedungnya rusak akibat bencana. Pokoknya kita akan tampung antara 5 - 10 persen mahasiswa asal Tadulako," ujar Nizam.
Di sektor kesehatan, tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarya yang tergabung dalam group riset CIMEDs (Centre for Innovation of Medical Equipment and Devices) telah menyumbang implan penyambung tulang. Implan ini penting sekali bagi korban patah tulang. Dalam bencana gempa bumi, dimana banyak bangunan roboh menimpa korban, patah tulang banyak terjadi.
Dr. Suyitno, ketua tim peneliti CIMEDs mengatakan, implan yang disumbangkan ke Palu merupakan hasil pengembangan sejak 2007. Pengembangan implan ini didasarkan pada morfometri tulang orang Indonesia dari data hasil pengukuran tulang. Ide pengembangan implan ini adalah gempa Bantul tahun 2006 dan terus disempurnakan dalam 11 tahun ini. Mengaca pada bencana gempa bumi di Yogyakarya, jumlah korban yang mengalami patah tulang begitu tinggi, sehingga terjadi kekurangan implan.
“Sementara akan kirim 100 implan, sambil menunggu assesment nanti kebutuhannya berapa, sambil kami menyiapkan kebutuhannya. Karena pada saat gempa seperti ini, kebutuhan implan penyambung tulang itu jumlahnya sangat banyak dan mendadak. Karena dalam sekali peristiwa, jumlah orang yang mengalami patah tulang, luka berat itu sangat banyak,” ujar Dr. Suyitno.
Menurut Suyitno, 100 implan yang disumbangkan terdiri dari narrow dynamics compression plate, small plate, broad plate, reconstruction plate, T-plate dan mini plate. Implan tersebut diterima oleh dr. Yuniarta Prabowo, Sp.Ort, salah satu tim dokter bedah ortopedi RSUP Dr Sardjito yang berangkat ke Palu. Tim bedah ortopedi RSUP Dr. Sardjito telah tiba di Palu, beranggotakan 22 tenaga medis dan dipimpin dr. Tedjo Rukmoyo, Sp. Ort.
Data sementara ada sekitar 800 pasien di Palu yang membutuhkan penanganan penyaambungan tulang. Selain 100 implan yang sudah dibawa, CIMED telah menyiapkan 400 implan yang tengah dalam proses pembuatan. Implan produksi dalam negeri ini merupakan hasil kerja sama riset Departemen Teknik Mesin dan Industri (DTMI) FT UGM, bagian ortopedi dan traumatology RSUP dr Sardjito dan Fakultas Kedokteran UGM. Selain implan, tim juga akan mengirim kaki palsu yang biasanya mulai dibutuhkan 2-3 bulan pasca bencana ini.
Tim Medis RSUP Dr. Sardjito selama di Palu akan bekerjasama dengan RS. Bayangkara. Menurut dr. Yuniarta Prabowo, Sp.Ort, sudah ada kepastian mengenai ruang untuk pemeriksaan dan operasi. "Kita estimasi nantinya selama tujuh hari akan menangani patah tulang 60 -70 kasus, dan ada delapan jenis implan yang kita bawa yang berbeda ukuran, berbeda bentuk dan berbeda fungsi," kata Yuniarta.
Sementara itu terkait upaya evakuasi mayat korban, pada Kamis, (04/10) tim dari PMI fokus melakukan pencari mayat perawat RS. Ananta Pura, Palu yang tertimpa reruntuhan bangunan.
Dikabarkan seorang perawat sempat mengirim pesan seusai kejadian gempa bumi melalui sms bahwa dirinya berada dibalik reruntuhan bangunan lantai 3 rumah sakit tersebut. Namun karena posisinya sangat sulit diangkat, akhirnya perawat tersebut meninggal dunia setelah 3 hari bertahan disela-sela beton bangunan.
Menurut Kordinator Tim Evakuasi PMI, Syamsul Bahri, diduga masih banyak korban tewas yang belum bisa dievakuasi dibalik reruntuhan bangunan rumah sakit ini. “Kurangnya alat berat untuk menghancurkan puing-puing beton, mengakibatkan lamanya proses evakuasi. Kami berharap proses evakuasi berjalan baik dengan bantuan alat berat untuk mengangkat korban meninggal dari balik reruntuhan bangunan dan longsoran lumpur,” papar Syamsul.
Dalam keterangan persnya, tim evakuasi PMI pada Jumat (05/10) kembali mencari korban yang diduga tertimbun lumpur di Petobo, Dewi Sartika, Palu Selatan. Menurut informasi dari Lurah setempat, dari sekitar 8.000 warganya, masih ada 30 persen yang belum ditemukan.
Tim dari Basarnas dan berbagai organisasi relawan juga terus fokus dalam upaya pencarian mayat korban. Begitu pula dengan distribusi logistik yang digalakkan untuk mencapai kawasan-kawasan yang berlum tersentuh bantuan. [ns/al]